AMBON, Siwalimanews – Patrick Papilaya, salah satu pegawai honorer pada Biro Umum Setda Peme­rintah Provinsi Maluku di­tetapkan sebagai ter­sangka

Anak buah Murad Ismail ditetapkan tersangka oleh penyidik Siber Crime, Dit­reskrimsus Polda Maluku atas dugaan pelanggaran Undang Undang ITE.

Papilaya harus beruru­san dengan pihak kepo­lisian usai dilaporkan Ke­tua DPRD Maluku Benhur George Watubun atas cuitannya di Medsos yang diduga mence­markan na­ma baik Watubun.

Papilaya dilaporkan, lan­taran cuitannya di medsos berbentuk video yang me­nyerang serta meng­hina BGW. Parahnya Papilaya sampai menyebut BGW “Dunggu”.

“Iya sudah ditetapkan tersangka,” jelas Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Sou­mena saat dikonfirmasi redaksi Siwalima, Selasa (6/2).

Baca Juga: Diduga Dana Pokir Amburadul, LIRA Lapor KPK

Penetapan Papilaya sebagai tersangka dilakukan setelah pe­nyidik mengantongi bukti permu­laan yang cukup, yang selanjutnya ditindak lanjuti dengan gelar perkara penetapan tersangka.

Dalam pengusutanya Papilaya dijerat Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 dan/atau Pasal 45 ayat (4) juncto Pasal 27 A UU RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Tersangka Harus Ditahan

Ditempat terpisah, praktisi hukum Vicktor Alfredo Talla me­minta polisi menahan tersangka.

Penahanan tersangka penting agar menjadi efek jera, dan ter­sangka tidak mengulangi per­buatan yang sama, dan tidak melarik diri.

“Yang dapat ditahan berdasar­kan pasal 21 ayat 4 KUHP, itu jika pidananya diatas 5 tahun, baru dia dapat ditahan. Itu persyaratan objektif dalam sebuah proses penahanan,”jelas Talla kepada Siwalima di Ambon, Selasa (6/2).

Namun berdasarkan persya­ratan subjektif sebagaimana di­muat dalam pasal 21 ayat 1, maka itu berpulang kepada kewenangan penyidik.

“Dimana subjektifnya kalau berdasarkan pendapat penyidik bahwa yang bersangkutan itu bisa melarikan diri, dapat menghi­langkan barang bukti dan ber­sangkutan dapat mengulangi perbuatan pidana itu, maka pe­nyidik berdasarkan syarat subjektif itu, dapat melakukan penahanan terhadap bersangkutan,” ujarnya.

Dengan tiga syarat itu, lanjut Talla, maka mestinya dapat di­gu­nakan oleh penyidik untuk mena­han yang bersangkutan.

Disinggung bahwa jika dilihat dari konten-konten yang bersang­kutan di media sosial, maka ada potensi bahwa dapat mengulangi perbuatannya, maka syarat sub­jektif untuk menahan yang ber­sangkutan bisa diterapkan, Talla mengatakan, itu dikembalikan kepada penyidik.

Disinggung penahanan ini sekaligus untuk memberikan efek jerah bagi yang bersangkutan maupun lainnya, Talla kembali menegaskan, bahwa itu dikem­balikan kepada penyidik dengan dua syarat objektif dan subjektif.

“Jadi penyidik mau memakai standar objektif atau subjektif,” tandasnya.

Harus Tahan

Sementara itu praktisi hukum, Nur­baya Mony juga menambahkan, mestinya penyidik menerapkan sya­rat subjektif dalam perkara ini de­ngan menahan yang bersang­ku­tan. Pasalnya, yang bersangkutan dalam konten-kontennya memang sudah meresahkan pihak-pihak tertentu.

“Menurut saya, penyidik harus li­hat ini secara subjektif dan me­nahan yang bersangkutan,” tan­das­nya.

Dia memberikan apresiasi bagi Ditreskrimsus Polda Maluku dalam menyelidiki kasus ini, sehingga ada efek jera bagi siapapun dalam mengelola media sosial tidak boleh disalahgunakan dan menye­bar ujaran kebencian yang men­jurus pencemaran nama baik.

Sementara itu, Direktur Ditres­krimsus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena saat dikonfirmasi Siwalima terkait Papilaya apakah ditahan atau tidak, namun tidak ada

Polisikan

Patrick Papilaya, salah satu pegawai honorer pada Biro Umum Setda Pemerintah Provinsi Maluku, dipolisikan.

Dari surat tanda terima penga­duan nomor: STTP/126/XII/2023/Ditreskrimsus yang diterima Siwalima, Sabtu (9/12) menye­butkan, pria yang dulunya dikenal sebagai salah satu OKP dan juga wartawan pada salah satu media online di Maluku itu, dilaporkan oleh Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur G Watubun, ke Ditres­krimsus Polda Maluku, Jumat (8/12) kemarin.

Patrick yang dikenal publik sebagai orang dekat Gubernur Maluku, Murad Ismail dan istrinya, Widya Pratiwi itu, dilaporkan lantaran menyebar ujaran keben­cian dengan menyentil privasi Watubun lewat akun tik tok miliknya @patrickpapilayaii.

Dia dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik melalui akun tik tok terhadap Benhur G Watubun.

Beberapa video yang diung­gahnya juga kerap kali melontarkan kata-kata tidak pantas, seperti hinaan dan tuduhan yang tidak terbukti.

Tidak hanya itu, kalimat-kalimat yang dilontarkannya juga berbauh ujaran kebencian yang bisa me­micu hal-hal yang tidak diinginkan.

Salah satu video berdurasi 7:10 menit yang diunggahnya pada Rabu (6/12) kemarin, terlihat jelas Patrick “pasang badan” bagi MI yang sebelumnya dikritisi karena malas menghadiri rapat-rapat bersama DPRD Maluku.

Tidak etisnya, dalam video itu, Patrick bahkan menyebut Watubun “Dungu” yang menduduki bangku DPRD dengan menikung rekan sendiri.

Patrick memang totalitas dalam menjalankan perannya. Siapapun, termasuk Watubun yang meng­kritisi MI dalam kapasitasnya selaku Ketua DPRD pun, di “serang”nya.

Diketahui, dalam video itu, Patrick mengedit video pendek pernyataan Watubun saat diwawancarai wartawan di Baileo Rakyat, Karang Panjang.

Dalam wawancara itu, Watubun selaku Ketua DPRD mengkritisi MI selaku Gubernur yang paling pemalas hadir di Kantor DPRD.

Pernyataan itu kemudian ditanggapi Patrick dalam bentuk video dan diunggahnya pada akun tik tok miliknya.

Adapun beberapa kalimat-kalimat pedas yang dilontarkan Patrick dalam video itu:

“hari ini, ada semut nakal yang coba menganggu singa yang lagi tidur. Semut yang saya maksud disini yaitu saudara Benhur Watubun”.

Patrick bahkan menyingung soal Pileg 2019 dengan mangatakan, “Anda (Benhur) harus ingat, anda itu menjadi anggota DPRD hanya dengan kantong suara kurang lebih 3.000-an. Itupun anda berkeringat-keringat termasuk anda menikung salah satu caleg dari PDIP yang sebenarnya dia yang menang. Dan fakta ini semua orang tahu itu. Lalu bagaimana mungkin orang yang kantong suaranya hanya 3.000an, anda bisa mengalahkan seorang Gubernur Maluku yang terpilih dan mengalahkan petahana”.

Dalam video itu, Patrick juga menyebut Watubun “Dungu”.

“Anda itu dungu. Anda itu ber­bicara seperti ayam tanpa kepala. Anda itu ibarat sebuah negara kecil yang tidak punya kekuatan perang tapi menantang Amerika Serikat. Ya kalau seperti itu, sama saja anda cari mati sebenarnya. Ya saya pe­ngapresiasi, mungkin anda ingin cari panggung, sensasi. Maklum­lah kan anda baru pernah jadi Ketua DPRD. Saya harus ingatkan kepada anda pa Benhur, anda itu bukan tipe politisi yang sukses karena anda tidak me­ngakar di masyarakat. Ingat ya, proses anda sebagai sekretaris DPRD (PDIP), itu kan dari hasil PAW”.

Dia bahkan mengajarkan Watu­bun soal nilai dan etika politik dengan mengatakan “saya ingin berpesan kepada anda, politik itu punya nilai dan etika, sehingga anda harus sadar usia anda di politik tidak mungkin lama. Apalagi anda tidak mengakar ke bawah. Bahkan anda tidak pernah terpilih sebagai anggota DPRD. Sehingga saya mau bilang, ada pepatah, apa yang didapatkan dengan salah, akan hilang dengan cara yang salah”

Diakhir videonya, Patrick juga menyebut dirinya sebagai sahabat Murad Ismail.

“Salam dari saya sahabat Murad Ismail,”.ucapnya.

Itu Langkah Mencegah

Sementara itu, Ketua DPRD Ma­luku, Benhur G Watubun mengata­kan, langkah hukum yang diambil­nya untuk melaporkan Patrick Papi­laya ke Ditreskrimsus Polda Maluku, pada Jumat (7/12) kemarin, pasca unggahan di akun tik tok miliknya yang secara terang-terangan menghina, menfitnah dan mengatai dirinya, merupakan langkah tepat untuk mencegah potensi konflik.

“Itu merupakan langkah tepat untuk mencegah potensi amukan massa,”tulis Watubun melalui pesan whatsupp kepada Siwalima, Sabtu (9/12).

Menurutnya, apa yang dilakukan Patrick yang membuat video pendek yang berisi hasil wawan­cara wartawan, kemudian mena­ng­gapinya dalam bentuk video dan diunggah di akun tik tok miliknya, merupakan perbuatan pidana. Dengan itu dilaporkan dalam bentuk aduan ke Ditreskrimsus Polda Maluku. “Betul (saya lapor), dan saya sudah serahkan kepada Tim Badan Bantuan Hukum dan Advo­kasi Rakyat DPD PDI Per­juangan. Langkah hukum ini paling bijak mencegah potensi amu­kan massa kepadanya (Patrick). Karena sudah menyerang pribadi saya,”tandasnya. (S-20)