AMBON, Siwalimanews – Sudah hampir sebu­lan tim penyidik Kejak­saan Tinggi Maluku be­lum memanggil Sekre­taris Daerah Maluku, Sadli Ie untuk dimintai keterangan terkait ka­sus dugaan korupsi dana Covid maupun reboisasi di Kabu­paten Maluku Tengah.

Padahal pelaksana tugas Dinas Kehuta­nan Provinsi Maluku itu sejak Senin, 23 Oktober lalu telah ber­sedia memberikan kete­rangan terkait dua ka­sus tersebut jika diundang tim penyidik Kejati Maluku.

Namun sampai dengan saat ini Kejati belum juga mema­nggil orang nomor tiga di Pemprov Maluku itu.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Karabe ketika dikonfirmasi Siwalima, pekan lalu mengatakan, belum me­manggil sekda bukan tanpa alasan.

“Kita bukan tanpa alasan untuk panggil sekda untuk pemeriksaan, namun usai pelimpahan dari bagian Intel ke Pidsus, belum lengkap dengan berkas fisik sehingga kami menunggu pelimpahan berkas fisik­nya,” ujar Kareba

Baca Juga: Pakai Rompi Orange, KPK Giring RL ke Lapas

Dikatakan, dirinya meyakini sekda Maluku akan kooperatif jika Kejati memanggil kembali.

“Kami yakin yang bersangkutan akan kooperatif, sebab sebelumnya tak hadiri panggilan karena alasan dinas dan juga secara langsung menyurati kami,” tutur Kareba

Tak Masuk Akal

Alasan Kejati Maluku terkait penanganan kasus dugaan penya­lahgunaan dana covid-19 dan reboi­sasi dinilai tidak masuk akal.

Kejaksaan Tinggi Maluku hingga saat ini belum juga memanggil Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, Sadli Ie terkait dengan pengusutan kasus dana covid-19 dan reboisasi hutan di Maluku Tengah.

Kejati beralasan bila belum dila­kukan pemanggilan Sekda Maluku lantaran belum dilakukan penye­rahan dokumen fisik dari Asintel kepada Bagian Pidana Khusus.

Praktisi Hukum Djidon Batmo­molin Asisten Intelijen dan Bagian Pidana Khusus merupakan dua bagian penegakan hukum yang berada dalam satu atap.

“Intel dengan pidsus itu satu atap dan kalau pihak Kejati mengatakan belum penyerahan berkas itu suatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat,” ujar Batmomolin saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, pekan lalu.

Dikatakan, untuk menuntaskan proses penanganan kasus mestinya Aspidsus terus proaktif untuk meminta dokumen fisik untuk ditin­daklanjuti.

Bukan sebaliknya membiarkan dokumen itu tidak diserahkan, sebab akan mengulur waktu sedangkan penanganan perkara pidana harus dilakukan dengan cepat.

“Jangan mengulur waktu, perta­nyaannya ini ada apa sampai se­karang belum diserahkan ke Pid­sus,” tanya Batmomolin.

Menurutnya, Kepala Kejaksaan Tinggi dalam kewenangan harus menjembatani persoalan ini dengan memanggil Asintel agar segera menyerahkan dokumen fisik untuk ditindaklanjuti Pidsus.

Sikap lamban Kejati Maluku kata Batmomolin menimbulkan dugaan adanya upaya menghilangkan ba­rang bukti yang sebelumnya telah dikantongi.

Apalagi, Sekda Maluku telah ber­sedia diperiksa dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 dan reboisasi hutan di Malteng.

“Masyarakat bisa saja menduga ada upaya menghilangkan barang bukti maka Kejati Maluku harus harus transparan sehingga tidak menimbulkan pemikiran miring dari masyarakat,” pungkasnya.

Terpisah, Aktivis Laskar Anti Korupsi Ronny Aipassa juga me­minta Kejati Maluku untuk lebih proaktif dalam menuntaskan kasus Covid-19 dan Reboisasi Hutan di Maluku Tengah.

Menurutnya, apapun yang men­jadi alasan dalam penanganan per­kara pidana, Kejati Maluku harus ber­upaya untuk menuntaskan kasus.

“Kita tidak tahu pasti alasan yang sebenarnya kenapa sekda belum diperiksa tapi kalau alasan karena dokumen maka seharusnya Kejati proaktif untuk menyerahkan doku­men tersebut,” tegas Aipassa.

Aipassa menegaskan masyarakat Maluku saat ini terus memantau sejauh mana komitmen Kejati dalam menuntaskan kasus korupsi di Maluku termasuk dana covid-19 dan reboisasi yang melibatkan nama Sekda Maluku, Sadli Ie.

Dia pun berharap Kejati Maluku dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan prasangka buruk dari masyarakat.

Siap Dipanggil

Sementara itu Sadli Ie memper­silahkan Kejaksaan Tinggi Maluku untuk memanggilnya kembali, terkait kasus dugaan penyalahgunaan da­na Covid tahun 2021 maupun reboisasi.

“Silahkan kalau memang mau dipanggil,” ungkap Sekda kepada wartawan usai melepas kontingen Pesparani Katolik ke III di kompleks Gonzalo, Kopertis, Senin (23/10).

Sekda menjelaskan, ketidakha­diran dirinya dalam memenuhi panggilan Kejati Maluku beberapa waktu lalu bukan merupakan hal yang disengaja.

Namun, bertepatan dengan ada­nya agenda yang tidak dapat diti­nggalkan sehingga dirinya tidak dapat memenuhi panggilan Kejati Maluku tersebut.

Sekda menegaskan, dirinya dipa­nggil hanya untuk memberikan ke­terangan terkait dengan kedudu­kannya sebagai Ketua Harian Pena­nggulangan Covid-19 Provinsi Maluku.

Berkaitan dengan kasus reboisasi dirinya dipanggil untuk memberikan terkait dengan kedudukannya seba­gai pelaksana Kadis Kehutanan.

“Saya bukan diperiksa, tapi mem­berikan keterangan saja terkait kedudukan saya sebagai ketua tim harian Covid-19 dan reboisasi,” tegasnya.

Sekda pastikan akan kooperatif jika kembali dipanggil Kejaksaan Tinggi Maluku. “Saya pasti akan kooperatif jadi tidak ada masalah,” cetusnya.

Diduga Bermasalah

Diberitakan, Kejati Maluku mene­mukan proyek Pekerjaan Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat tahun 2022 milik Dinas Kehutanan Maluku bermasalah.

Proyek tersebut berasal dari Dana Alokasi Khusus Pekerjaan Pem­bua­tan Tanaman Hutan Rakyat sebesar Rp2,5 miliar. Dalam proses penyeli­dikan yang dilakukan, Kejati Maluku telah mencerca 20 saksi diantaranya, Plh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Haikal Baadila. (S-20)