AMBON, Siwalimanews – Dua fraksi besar di DPRD Maluku, menolak LPJ Gubernur, sementara enam lainnya menerima.

Fraksi PDIP menilai, lima bulan jelang lengser, Gubernur Maluku masih gagal dalam berbagai aspek, utamanya dalam upaya menurunkan angka kemiskinan.

Sementara Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku membeberkan sejumlah kegagalan Murad Ismail selama menjabat.

Ketua Fraksi PDIP, Jafet Pattiselano saat menyampaikan kata akhir fraksi terhadap LPJ Gubernur, Kamis (4/8) malam yang dipimpin Ketua DPRD Maluku, Benhur G Watubun menje­laskan, berdasarkan data BPS Maluku masalah masyarakat miskin di Maluku cenderung bertambah dari tahun 2022 ke 2023.

Dalam data BPS Maluku tambahnya, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 296,660 ribu orang yang mengalami kenaikan sebanyak 6,09 ribu orang, tidak dibandingkan pada Maret 2022.

Baca Juga: Pria 40 Tahun Tewas Membusuk di Kamar

Bahkan angka ini mengalami pe­ningkatan sebanyak 1,069 ribu orang jika dibandingkan pada September 2021.

“Pada Maret 2023 masyarakat miskin baik sebesar 301,61 ribu orang atau naik sebesar 4,95 ribu orang pada September 2022 dan naik 11,04 ribu orang terhadap Maret 2022,” beber Jafet.

Bertambahnya penduduk miskin di Maluku dari Maret 2022 ke Marel 2023 kata Pattiselano, memberikan gambaran bahwa pengelolaan APBD 2022 untuk program dan kegiatan penurunan penduduk miskin di Provinsi Maluku oleh gubernur gagal total.

Menurutnya, Fraksi PDIP meng­alami hambatan dalam melakukan evaluasi penyebab angka kemis­kinan yang mengalami peningkatan lantaran tidak adanya pendalaman dari OPD terkait.

“Sampai saat ini Fraksi PDI Per­juangan tidak mendapat gambaran yang utuh tentang besaran ang­garan yang dipergunakan di APBD Tahun 2022 untuk pembiayaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan penurunan kemiskinan di Provinsi Maluku oleh Saudara Gubernur,” jelasnya.

Bahkan, Fraksi PDI Perjuangan juga tidak dapat mendalami dan mengkonfirmasi tentang pertang­gungjawaban atas pemanfaatan anggaran di setiap OPD yang ber­kaitan dengan penurunan penduduk miskin, sehingga penduduk miskin di Tahun 2022 ke Tahun 2023 terjadi kenaikan.

“Semua yang terjadi ini karena tidak ada pendalaman dan pemba­hasan di tingkat komisi karena ketidak hadiran OPD mitra,” ke­salnya.

Sejumlah Masalah

Fraksi Partai Golkar mengung­kapkan sejumlah kegagalan Murad Ismail selama menjabat.

Kegagalan mantan Dankor Brimob Polri ini diungkapkan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku, Anos Yermias dalam kata akhir fraksi terhadap LPJ Gubernur di ruang paripurna DPRD Maluku, Kamis (4/8) malam.

Kegagalan tersebut diantaranya, tidak menempati rumah dinas, tidak melakukan aktivitas kedinasan selaku Gubenur di kantor Gubernur Maluku, tetapi dialihkan ke rumah pribadi.

Tak hanya itu, mess Maluku sebagai salah satu asset daerah yang memiliki potensi untuk mendatangkan dividen bagi daerah, justru pembangunannya terbeng­kalai dan berantakan sampai saat ini.

“Kebijkan yang gagal dari Guber­nur Maluku telah menyebabkan daerah banyak mendapat sanksi dalam hal kebijakan fiskal seperti pemotongan DAK,” jelas Anos.

Pemotongan DAK tersebut kata Anos menyebabkan penyempitan keleluasaan belanja daerah untuk program dan kegiatan akibat beban hutang termasuk beban hutang 700 miliar.

Selain itu, kegagalan Gubernur dalam mengambil kebijakan banyak menimbulkan persoalan pasca penandatangan MoU dengan pihak III karena tanpa melalui koordinasi dengan DPRD.

Gubernur dinilai tidak memprak­tikkan good government dalam tata kelola pemerintahan, dengan meng­abaikan DPRD sebagai mitra eksekutif.

Bahkan, ketidak profesional dalam penempatan orang untuk jabatan dan posisi-posisi tertentu diling­kungan Pemerintah Provinsi.

Apalagi, sejumlah jabatan dibe­berapa OPD yang masih dijabat pelaksana tugas dengan periode jabatnnya telah melampaui keten­tuan perundang-undangan.

“Fraksi Partai Golkar meyakini, bahwa sejumlah persoalan dan kegagalan tersebut dipastikan memiliki dampak kedepan terhadap pengelolaan pemerintahan dan pembangunan daerah ini,” tegas Anos.

Anos pun mengingatkan agar kedepannya Gubernur Maluku jangan lagi melakukan tindakan dan kebijakan pemerintahan diluar tata aturan Perundang-undangan.

Namun, sebaliknya semua ini harus dijalankan dengan komitmen yang kuat demi stabilitas peme­rintahan, ekonomi dan pertumbuhan berkelanjutan di Provinsi Maluku.

Baru Terjadi

Enam dari delapan fraksi di DPRD Provinsi Maluku menyatakan mene­rima LPJ Gubernur tahun anggaran 2022, sedangkan PDIP dan Golkar secara tegas menolak karena diang­gap tidak berhasil.

Enam fraksi yang menerima LPJ Gubernur yaitu, Fraksi Partai Demokrat, PKS, Gerindra, Hanura, Perindo Amanat Berkarya dan Pembangunan Bangsa, sementara

Fraksi Golkar dan PDIP menya­takan menolak.

Merespon sikap enam fraksi ini, akademisi Fisip Unpatti, Victor Ruhunlela mengatakan dinamika yang terjadi di DPRD berkaitan dengan pembahasan LPJ Gubernur tahun anggaran 2022 merupakan hal biasa.

Secara aturan ketika ada fraksi yang menerima LPJ Gubernur dengan catatan dapat dibenarkan oleh aturan tetapi sayangnya, sikap politik ini tidak berbanding lurus dengan dinamika dalam pembahasan LPJ Gubernur.

Dikatakan, yang terjadi dalam paripurna LPJ Gubernur ketika ada fraksi yang menolak maka ini hal baru sebab hampir empat tahun semua fraksi menyetujui LPJ artinya pembahasan LPJ berjalan dengan mulus.

Selama empat tahun terkahir banyak persoalan yang perlu diperbaiki oleh Pemprov yang dibuktikan dengan begitu banyak catatan yang disampaikan DPRD setiap kali paripurna, tetapi lagi-lagi masyarakat tidak mengetahui sejauhmana perbaikan terhadap catatan tersebut.

“Dinamika yang terjadi dalam pembahasan LPJ ini sebenarnya drama yang dipertontonkan kepada publik dan kita masih teringat apa yang dikemukakan oleh Gusdur masih tetap dipegang bahwa di DPRD, kadang tidak konsisten terhadap sikap awal,” ujar Ruhunlela saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (3/8).

Menurutnya, sandiwara yang terjadi bukan barang baru sebab DPRD masih memiliki ketergan­tungan hidup pada eksekutif sangat memahami sikap labil yang ditun­jukkan enam fraksi.

“Jadi ketergantungan DPRD terhadap eksekutif banyak hal dan bahkan dua lembaga ini saling tahu, makanya saya bilang inilah yang membuat DPRD terkesan tidak konsisten,” jelasnya.

Ruhunlela menegaskan, sikap enam fraksi berbanding terbalik dengan sikap awal ketika Pemprov tidak hadir tersebut telah menampar wajah sendiri.

Bahkan, diterimanya LPJ Guber­nur tersebut secara tidak langsung telah mengakibatkan DPRD khusus­nya enam fraksi tersebut kehilangan muka dihadapan Pemerintah Pro­vinsi.

“Anomali sikap enam fraksi yang sejak awal berkoar-koar dan meng­ancam Pemprov ini seakan-akan menampar wajah sendiri dan ini sangat lucu,” tegasnya.

Apalagi, selama empat tahun berturut-turut banyak yang tidak dila­kukan DPRD terhadap begitu banyak kegagalan yang dilakukan pemprov tetapi DPRD seakan-akan cuek.

Ruhunlela berharap kedepan menjadi bahan evaluasi bagi pemprov dan DPRD sebab kedua lembaga ini memang bukan meng­anut pemisahan kekuasaan, tapi pembagian kekuatan yang selama ini salah digunakan.

“Harus ada harmonisasi antara DPRD dan pemerintah sehingga DPRD mampu mengevaluasi dan mengkritisi yang sebenarnya diperhatikan Pemda terkait dengan pelayanan publik,” cetusnya

Tampar Muka Sendiri

Sementara itu, akademisi Fisip UKIM, Amelia Tahitu mengatakan sikap politik keenam fraksi yang menerima LPJ Gubernur secara tegas menampar muka sendiri.

Pasalnya, sejak awal berkoar-koar mengancam Gubernur dan pimpinan OPD akibat tidak mengindahkan undangan komisi maupun badan anggaran tetapi dipenghujung justru menerima.

“Kita sangat sesalkan sikap keenam fraksi ini sebagai mestinya mereka konsisten untuk memper­juangkan kepentingan masyarakat,” tegas Amelia.

Menurutnya, keenam fraksi tersebut gagal memperjuangkan kepentingan rakyat seperti PDIP­dan Golkar yang secara tegas memper­hatikan secara baik kinerja Gubernur selama ini.

Tahitu menegaskan masyarakat saat ini sudah cerdas dan seluruh tindak tanduk keenam fraksi tersebut akan diperhitungkan masyarakat.

PMII: Harus Konsisten

Terpisah, fungsionaris PMII Kota Ambon, Marwan Titahelu meminta DPRD Maluku harus tetap konsten.

“Soal LPJ pemerintah provinsi, harapan kami DPRD Maluku harus konsisten, sikap DPRD secara kelembagaan merupakan bentuk langkah pengawalan terhadap kinerja eksekutif, itu yang menjadi cita-cita bersama dan dinantikan oleh masyarakat,” ucapnya saat diwawancarai Siwalima, Jumat (4/8).

Dia meminta, DPRD jangan sampai tunduk pada deal-deal liar yang akan berdampak pada kinerja eksekutif, karena masih banyak persoalan yang harus dibicarakan oleh DPRD mulai dari pembangunan di Maluku, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik lainnya yang sampai saat ini tak kunjung direa­lisasikan.

Sangat miris, lanjut dia, jika saat ini DPRD secara kelembagaan tidak mampu lagi mengawal setiap kebi­jakan eksekutif. Bahkan kehilangan marwah secara kelembagaan legislatif di hadapan eksekutif.

“Jikalau pada LPJ saat ini DPRD tidak bersikap dan membenarkan LPJ Pemerintah Provinsi Maluku. Maka patut dipertanyakan pada siapa mereka bekerja,” ujarnya.

Sangat Disayangkan

Sementara itu, Koordinator Komunitas anak Negeri Siwalima (ANSI) mengungkapkan, sikap sejumlah fraksi di DPRD Provinsi Maluku yang inkonsistensi ter­hadap LPJ Gubernur Maluku sangat disayangkan

Mengingat beberapa pekan kemarin para anggota DPRD sangat getol, Bahkan terkesan marah karna pembahasan LPJ Gubernur hampir semua mitra OPD tidak hadir untuk sama-sama membahas.

Sikap inkonsistensi sejumlah fraksi ini menandakan bahwa, para anggota DPRD sulit untuk meng­hindar dan “terkesan” cari posisi aman menjelang perhelatan Pileg 2024.

Seharusnya jika ada temuan-te­muan LPJ yang diduga bermasalah, semestinya fraksi-fraksi berani untuk merekomendasikan kepada pihak kejaksaan tinggi untuk ditindak­lanjuti.

Dewan Harus Jeli

Sedangkan Praktisi Hukum, Fileo Pistos Noija meminta dewan seharusnya jeli mencermati setiap dinamika yang terjadi dengan pembahasan LPJ tanpa dihadiri OPD-OPD.

“Timbul pertanyaan kenapa fraksi-fraksi mau menerima LPJ Pemerintah Provinsi Maluku. Untuk beta, dewan boleh-boleh saja me­nerima namun harus diteliti secara matang, karena ketika OPD-OPD diundang saja untuk membahas LPJ itu, tidak hadir kok kenapa harus terima,” ujarnya.

Dengan menerima LPJ tersebut padahal awal-awalnya mengkritik eksekutif memberikan gambaran bahwa akan menimbulkan opini miring masyarakat terkait dengan proses pemilu yang semakin dekat.

“Ini kan teka-teki yang dimainkan sehingga masyarakat akan berpikir bahwa bisa jadi ini cara menyiapkan langkah-langkah untuk mendapat­kan amunisi untuk menuju pileg 2024 akhirnya yang awalnya melawan akhirnya berbalik untuk menerima,” tuturnya.

Perlu Rekomendasi

Sementara itu, Koordinator Daerah BEM Nusantara Maluku, Adam R. Rahantan mengatakan, menerima dan menolak LPJ memang tidak berimplikasi hukum tetapi gejolak politik akan sangat ber­dampak, sehingga baginya DPRD menerima namun harus disertai rekomendasi-rekomendasi.

“Penolakan LPJ gubernur tidak memiliki implikasi Hukum, ini hanya soal eksistensi kemitraan. Yang jelas pertanggungjawaban APBD sudah melewati tahapan dan di dalam UU cukup jelas bahwa Gubernur menyampaikan laporan pertang­gung jawaban dan dewan akan menelaah dan memberikan rekomen­dasi atas laporan pertanggung jawaban tersebut,” katanya.

Yang harus didiskusikan itu soal aspirasi dewan sudah sampai sejauh mana untuk kepentingan rakyat. Memang betul penolakan LPJ DPRD tidak berimplikasi hukum, tetapi berimplikasi politik, Presiden BJ Habibie tidak maju lagi karena LPJnya ditolok MPR.

kasus Penolakan LPJ juga pernah terjadi di sulsel Yakni APBD 2021. secara hukum tidak ada implikasi karena penggunaan APBD sudah diaudit oleh BPK. Tetapi penolakan DPRD terhadap LPJ itu bisa saja DPRD merekomendasikan untuk temuan-temuan yang didapat serta DPRD bisa tindak lanjuti lewat jalur hukum lain,” ungkap Rahantan.(S-20/S-26/S-27)