AMBON, Siwalimanews – Komisi IV DPRD Maluku men­cium aroma busuk dalam penge­lolaan dana stunting yang ber­potensi penyalahgunaan keuang­an daerah.

Tak tanggung-tanggung, jumlahnya pun bernilai jumbo dan tak sesuai sasaran.

Hal ini didasarkan dari fakta penggu­naan anggaran stunting untuk kepen­tingan perjalanan dinas dan belanja operasional lainnya pada OPD Dinas Kesehatan dan Balai Paru Provinsi Maluku tetapi tidak digunakan bagi kasus stunting.

Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary mengatakan, berdasarkan DPA Dinas Kesehatan terdapat anggaran sebesar 1,4 miliar yang dihabiskan untuk perjalanan dinas dan belanja operasional.

Namun, dari anggaran sebesar 1,4 miliar rupiah tersebut tidak ada sepeserpun yang digunakan untuk penanganan kasus bayi yang kena stunting, maka pernyataannya tidak ada kegiatan di lokus tetapi ada perjalanan dinas yang begitu besar.

Baca Juga: Komisi III Cium Aroma Korupsi Rehab Mess Maluku, Dorong Bentuk Pansus

“Ini perjalanan dinas untuk apa, siapa yang pakai, apakah oleh dinas kesehatan, oleh tim percepatan penurunan stunting atau dilakukan oleh Ketua PKK, sebab selama ini banyak melakukan kegiatan yang kaitan dengan stunting, karena data di LPJ tidak ada kegiatan jadi digunakan untuk apa,” ungkap Atapary kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (13/7).

Menurutnya, anggaran perjalanan dinas yang cukup besar ini mestinya dikonfirmasi saat rapat dengan Dinas Kesehatan. Artinya, bila terdapat alasan kuat tidak ada masalah tetapi jika tidak maka akan menjadi persoalan hukum.

Komisi IV pun menduga adanya kesalahan peruntukan anggaran yang berpotensi terjadi pertang­gungjawaban fiktif pada Dinas Kesehatan.

Balai Paru Juga Fiktif

Tak hanya pada Dinas Kesehatan, kondisi serupa juga terjadi pada Balai Paru Provinsi Maluku dimana terdapat anggaran sebesar 1 miliar lebih untuk penangangan stunting namun tidak ada program.

Anggaran tersebut dihabiskan hanya untuk perjalanan dinas dan belanja operasional padahal nomen­klatur Balai Paru bukan berkaitan dengan penurunan stunting.

“Masa dikasih anggaran untuk tangani stunting. Nomenklatur kaitan dengan pernapasan kenapa tidak difokuskan kesana dan itu juga habis untuk perjalanan dinas juga,” kesalnya.

Fakta yang terjadi pada Dinas Kesehatan dan Balai Paru lanjut Atapary, menjadi contoh besar sebab hampir diseluruh OPD yang bermitra dengan Komisi IV terdapat anggaran penurunan stunting, tetapi belum dapat dikonfirmasi karena tidak menyerahkan DPA.

Terhadap dugaan ini, Komisi IV akan meminta Badan Anggaran untuk merekomendasikan audit ulang terhadap penggunaan dana stunting bahkan direkomendasikan ke Ke­jaksaan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap dana stunting khususnya pada Dinkes dan Balai Paru

“Dinkes dan Balai Paru ini harus menjadi pintu masuk karena sudah ada data untuk mengusut dana stunting pada OPD yang lain, tetapi dugaan kita ada pertanggung­jawaban fiktif dari perjalanan dinas,” tegas Atapary.

Politisi PDIP Maluku ini mene­gaskan stunting menjadi perhatian serius Presiden maka Pemerintah Provinsi tidak boleh main-main, bahkan jika DPRD tidak menge­luarkan rekomendasi maka pihaknya secara pribadi akan melaporkan dugaan ini kepada Kejaksaan untuk diproses sesuai aturan.

Berdasarkan data yang ada dalam DPA khususnya pada Dinas Kese­hatan, total anggaran yang disediakan untuk penanganan kasus stunting sebesar Rp.1.057.873.600, dimana sebanyak Rp757.100.000 dihabiskan untuk perjalanan dinas sedangkan sisanya Rp373.600.000 digunakan untuk belanja operasio­nal lainya.

“Kalau masyarakat bertanya apa di Maluku anggaran stunting habis untuk perjalanan dinas maka di Maluku terjadi, malah di Dinas Kesehatan Provinsi Maluku itu 100 persen anggaran hanya untuk operasional, sedangkan untuk penangangan lokus atau kasus stunting itu nol,” kesalnya.

Atapary mengatakan, jika ang­garan penanganan stunting pada Dinas Kesehatan sebagai ujung tombak penurunan stunting hanya dihabiskan untuk perjalanan dinas maka hal yang sama akan terjadi pada OPD yang lain.

Menurut Atapary, bila kasus stunting tahun 2022 yang ditarget­kan harus turun menjadi 23 persen dari 28 persen, namun hanya turun menjadi 26 persen maka inilah fakta yang sesungguhnya sebab ang­garan hanya digunakan untuk perjalanan dinas dan belanja ope­rasional lainya.

“Kita tidak tahu perjalan dinas ini apakah berkaitan dengan hura-hura dengan membawa OPD untuk rapat koordinasi atau tidak, karena harus dikonfirmasi saat rapat tapi karena tidak ada yang datang jadi agak miris ini,” ujar Ataapary.

Komisi IV, tambah Atapary sangat fokus terhadap persoalan stunting sebab merupakan agenda nasional, dimana dua kali Presiden mengutus wakil presiden untuk datang mena­ngani stunting dan kemiskinan ekstrim, tetapi faktanya tidak sesuai yang diharapkan pemerintah pusat.

“Inilah yang menjadi persoalan utama di Maluku, makanya kemajuan Provinsi Maluku menjadi stagnan, sehingga kebijakan Pempus difo­kuskan ke penurunan stunting karena generasi kedepan harus dijaga dan dilindungi,” tandasnya.

Minta Data

Komisi IV DPRD Provinsi Maluku meminta  Organisasi Perangkat Dae­rah mitra untuk menyerahkan data realisasi belanja program stunting.

Permintaan ini dilakukan Komisi IV guna mengetahui secara pasti peruntukan anggaran yang dialo­kasikan dalam Anggaran Penda­patan dan Belanja Daerah Provinsi Maluku tahun 2022.

Wakil ketua Komisi IV DPRD Maluku, Rovik Akbar Afifuddin usai memimpin rapat pembahasan La­poran Pertangungjawaban Guber­nur Tahun anggaran 2022 menga­takan hingga saat ini masih terdapat beberapa OPD yang belum mem­berikan data belanja stunting.

“Tadi kita sudah memulai rapat dengan minta tetapi masih terdapat beberapa mitra yang belum me­nyerahkan data belanja tahun 2022 termasuk untuk program studi jadi kami putuskan untuk ditunda dulu,” ujar Rovik kepada wartawan di Baileo Rakyat, Karang Panjang  Ambon, Selasa (11/7).

Komisi IV kata Rovik, memandang sangat penting data belanja stunting pada masing-masing OPD guna membandingkan dengan data ca­paian penurunan stunting yang dipelopori oleh ketua tim penggerak PKK Provinsi Maluku.

Pasalnya, anggaran penanganan stunting tersebar pada OPD-OPD terkait tetapi hingga akhir tahun 2022 angka stunting hanya turun 2 persen pada angka 26 persen dari target 23 persen.

Selain itu, Komisi IV akan melihat pertanggungjawaban penggunaan keuangan untuk program stunting artinya anggaran tersebut sampai ke lokus atau lebih banyak digunakan untuk perjalanan dinas seperti yang diungkapkan Presiden Joko Widodo.

“Presiden beberapa waktu lalu sudah memberikan peringatan soal dana stunting makanya kita mau cek langsung apakah di Maluku terjadi tidak sebab faktanya stunting di Maluku hanya turun 2 persen dari target,” tegasnya.

Rovik pun memberikan peringatan kepada setiap OPD yang bermitra dengan Komisi IV, agar segera memasukkan data guna disesuaikan dengan hasil pengawasan komisi di lapangan.(S-20)