AMBON, Siwalimanews – Komisi III DPRD Maluku men­cium adanya aroma dugaan ko­rupsi dalam proyek rehabilitasi Mess Maluku.

Aset daerah yang menguras APBD Rp20,7 miliar itu hingga kini tak kunjung tuntas dikerjakan.

Komisi III bahkan tiga kali terjun langsung mengawasi Kantor Perwakilan Maluku di Jalan Kebon Kacang Raya, Nomor 20 Jakarta Pusat itu.

Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw mengaku, sebagai ketua komisi, pihaknya merasa aneh dan janggal, sebab jika dilihat dari anggaran yang dicairkan mencapai 20.7 persen mestinya proyek ini tuntas, tetapi nyatanya belum tuntas.

Karena itu, Komisi III DPRD Provinsi Maluku akan mere­ko­mendasikan pembentukan pansus Mess Maluku kepada pimpinan DPRD, guna mengusut proyek rehabilitasi yang tidak kunjung tuntas.

Baca Juga: Pelanggaran Hukum Gubernur Maluku Dibeberkan, Golkar Kritisi Murad

Demikian diungkapkan Rahak­bauw saat diwawancarai Siwalima melalui sambungan selulernya, Selasa (11/7) merespon desakan sejumlah pihak agar DPRD me­m­bentuk pansus Mess Maluku.

Kata dia, sesakan pembentukan Pansus Mess Maluku oleh berbagai pihak sangatlah beralasan, sebab Mess Maluku merupakan aset Pe­merintah Provinsi Maluku yang sifatnya produktif untuk mening­katkan PAD.

Menurutnya, DPRD wajib bentuk pansus untuk menulusuri adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan rehabilitasi gedung Mess Maluku yang berada di Jalan Kebun Kacang  Jakarta Pusat.

Apalagi, untuk pekerjaan reha­bilitasi gedung Mess Maluku, Dinas PUPR Maluku sebanyak empat kali mengganti kontraktor walaupun pergantian itu tidak membuat pekerjaan tuntas.

“Saya optimis bahwa terhadap pe­ker­jaan Mess Maluku sudah patut di duga ada unsur korupsi terhadap pekerjaan tersebut, karena itu saya akan dorong untuk bentuk pansus untuk itu,” tegas Rahakbauw.

Politisi Golkar Maluku ini memas­tikan sebagai ketua komisi, dirinya akan berkoordinasi dengan pim­pinan DPRD guna pembentukan panitia khusus Mess Maluku.

Rahakbauw menjelaskan, Komisi III beberapa kali melakukan kun­jungan kerja ke Jakarta dalam rangka pengawasan terhadap Mess Maluku di Jakarta, dan bertemu langsung Plh Kadis PUPR Maluku, Ella Sopalatu.

Dalam pertemuan tersebut, So­palatu berjanji seluruh pekerja akan rampung pada Desember 2021 dan akan difungsikan pada Januari 2023, namun faktanya tidak seperti yang dijanjikan.

Bahkan awal Januari 2023, Komisi III DPRD kembali melakukan kun­jungan kerja ke Mess Maluku dan dijanjikan pekerjaan akan tuntas pada Juni 2023 lalu, fatalnya janji ini tidak kunjung direalisasikan dan pekerjaan Mess Maluku belum tuntas.

“Kita saat itu bertemu di gedung wisma Maluku lantai III di hadiri oleh Ketua DPRD sebagai koordinator Komisi III, dan sesuai kesepakatan janjinya tuntas di bulan Juni 2023, setelah jatuh tempo sesuai yang dijanjikan ternyata Mess Maluku belum selesai dikerjakan,” kesal Rahakbauw.

Rugikan Daerah

Sebelumnya, sejumlah kalangan mendesak pimpinan DPRD Maluku membentuk panitia khusus Mess Maluku, baik itu dari kalangan anggota dewan, akademisi maupun praktisi hukum.

Pembentukan Pansus Mess Ma­luku perlu dilakukan guna meng­inves­tigasi dan menyelidiki reha­bilitas pembangunan Mess Maluku sebagai kantor Perwakilan di

Jalan Kebon Kacang Raya, Nomor 20 Jakarta Pusat yang hingga 4 tahun kepemimpinan Murad Ismail dan Barnabas Orno tak kunjung selesai.

Tak tanggung-tanggung sejak tahun 2020 hingga 2023 ini Pemprov Maluku melalui Dinas PUPR telah mengalokasikan anggaran sebesar 20.7 miliar rupiah.

Berdasarkan data pada laman lpse.malukuprov.go.id, pada tahun 2020 sebesar 7.5 anggaran daerah digelontorkan, bahkan dilanjutkan pada tahun 2021 sebesar 1,7 miliar.

Tahun 2022, Dinas PUPR Maluku kembali menggelontorkan 4.3 miliar termasuk 2.8 miliar untuk pembelian meubel dan pada tahun 2023 ini Dinas PUPR kembali mengelon­torkan 4.4 miliar rupiah.

Akademisi Hukum Unidar Rauf Pellu mengungkapkan, potensi kerugian daerah dalam rehab pem­bangunan Mess Maluku ini sangat nyata sehingga Ketua DPRD Ma­luku, Benhur Watubun bersama de­ngan para wakil harus segera mem­bentuk panitia khusus atau Pansus.

Kata Pellu, Pansus sangat penting untuk melakukan investigasi pem­bangunan rehab  Mess Maluku ter­sebut dan jika ada indikasi merugi­kan keuangan negara maka harus minta Aparat Penegak Hukum usut.

Pellu mengaku prihatin aset daerah yang diharapkan bisa menambah peningkatan Pendapatan Asli Daerah, justru pengerjaan rehab bangunan tak kunjung selesai padahal 20 miliar lebih telah dikucurkan.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (6/6), Pellu mengungkapkan, Pimpinan DPRD Maluku harus berani membentuk pansus, karena masalah rehab Mess Maluku sudah empat tahun tidak selesai, sehingga tidak perlu memberikan persoalan ini semakin jauh.

“Saya ingat dewan harus segera menindaklanjuti hasil pengawasan di Mess Maluku pada 18 April 2023 lalu, apalagi dewan telah memberi warning untuk kontraktor yang mengerjakan proses rehab agar rampung bulan Juni 2023 men­datang, padahal sudah mau masuk pertengahan Juni belum selesai, sehingga bentuk pansus itu lebih tepat,” katanya.

Pellu mendesak lembaga legislatif  ini agar tidak membiarkan masalah rehab Mess Maluku demikian lama, apalagi masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku hampir selesai, sehingga secepatnya membentuk pansus agar pansus bisa bekerja dan memanggil Dinas PUPR.

“Massa jabatan pak gubernur dan pak wagub sudah mau selesai, begitu juga dengan DPRD makanya harus segera membentuk Pansus guna mempertanyakan sejauhmana proses rehabilitasi Mess Maluku, sebab telah ada kerugian negara,” ujarnya.

Kata dia, kerugian negara sangat jelas yakni 20 miliar lebih, sehingga DPRD di bawah komando Benhur Watubun segera mungkin bentuk Pansus, kenapa demikian sebab masa tugas DPRD tinggal 6 bulan lagi yang artinya, tinggal menunggu waktu untuk selesai masa jabatan itu.

“Karena ini menyangkut dengan uang negara yang dipakai, tetapi hasil belum rehab belum juga selesai dikerjakan, harus bentuk Pansus sebab ini menyangkut kerugian Negara. Selain itu berdasarkan tupoksi mereka DPRD punya tiga fungsi yakni Budgeting, Legislasi dan Pengawasan, dengan demikian pengawasan ini penting untuk mereka melakukan pengawasan terhadap lembaga eksekutif,” ujarnya.

Dia juga mempertanyakan kebi­jakan Dinas PUPR Maluku yang setiap tahun mengalokasikan anggaran untuk renovasi Mess Maluku tetapi tidak pernah selesai.

Dijelaskan, masyarakat Maluku patut mencurigai kebijakan Dinas PUPR yang beberapa kali meng­alokasikan anggaran daerah tetapi tidak ada pertanggungjawaban dari pihak ketiga atau kontraktor.

Lebih jauh kata Pellu, harus ada sikap tegas dari DPRD Provinsi Maluku untuk memanggil Dinas PUPR guna dimintai pertanggung­jawaban atas pekerjaan tersebut.

DPRD Maluku, kata Pellu harus memastikan satu sen uang daerah tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat bahkan dapat menda­tangkan pendapatan bagi daerah.

Apalagi Mess Maluku sebe­lum­nya turut menyumbangkan penda­patan bagi daerah tetapi selama empat tahun belakangan ini, justru daerah rugi karena terus menge­luarkan uang tetapi tidak ada pemasukan.

“Mess Maluku ini sumber PAD yang menjanjikan tapi justru tidak ada hasil, makanya DPRD harus segera bentuk pansus dan pansus bekerja panggil Pemprov khususnya Dinas PUPR untuk bertanggung­jawab, jangan main-main dengan uang daerah,” tegasnya.

Harus Berani

Terpisah, praktisi hukum Fileo Pistos Noija mendorong DPRD Maluku untuk berani mengambil langkah membentuk pansus, karena inimenyangkut dengan tugas dari lembaga tersebut mengawasi kerja pemprov.

Menurutnya anggran banyak yang telah dikucurkan guna rehabilitasi Mess Maluku namun hingga sekarang tak ada perkem­bangan apapun.

“Masyarakat Maluku pada umum­nya telah mengetahui seberapa besar anggran untuk rehabilitasi Mess Maluku, untuk itu sekarang bagaimana upaya hukum yang dilakukan oleh DPRD sebagai wakil rakyat,” ujarnya.

Karena itu dia mendorong agar lembaga legislative itu secepatnya membentuk pansus guna membahas masalah Mess Maluku yang tidak kunjung selesai, dan berani meng­ambil sikap tegas terhadap Pemprov Maluku.

Dikatakan, Pansus yang dilakukan DPRD selain mengecek perkembang­an pembangunan rehab Mess Maluku, tetapi pansus ini juga bisa mempermudah proses hukum jika ada temuan

“Mess Maluku ini milik semua warga masyarakat, sehingga DPRD harus bentuk Pansus supaya ketika menemukan kejanggalan dalam penganggaran pembangunan re­habilitasi bisa melibatkan APH, atau paling tidak bersama dengan APH baik kepolisian maupun kejaksaan untuk mengusut temuan dari hasil pansus tersebut,” Tandas Noija

Desak Bentuk Pansus

Anggota dewan mendesak segera membentuk pansus untuk membe­dah rehabilitasi Mess Maluku yang tak kunjung rampung.

Selama empat tahun rehabilitasi Mess Maluku tak kunjung selesai. Sudah lebih dari 20 miliar rupiah APBD dikuras habis.

Mess Maluku mulai tahun 2020 direnovasi oleh Pemerintah Provinsi Maluku melalui APBD.

Terakhir aset Pemerintah Provinsi Maluku itu beroperasi kala Gubernur dijabat Said Assagaff, hingga awal tahun MI sapaan akrab Murad Ismail menjabat.

Sayangnya Mess Maluku tak mampu dikelola dengan baik oleh MI dan Barnabas Orno. Padahal jika difungsikan, maka tentu saja akan menunjang peningkatan penda­patan asli daerah.

Sejak 27 April 2023 lalu Pemprov Maluku menunjuk CV Sisilia Mandiri sebagai kontraktor dan pekerjaan renovasi dilakukan selama 120 hari yakni akan berakhir 26 Agustus 2023 dengan nilai kontrak sebesar 4,4 miliar rupiah dari APBD 2023.

Anggaran tersebut termasuk pengadaan seluruh kebutuhan semua kamar pada lantai empat sampai lantai tujuh, perbaikan 57 kamar dengan semua kebutuhan seperti pengadaan sprintbead, bantal kepala, bantal guling, closed, shower dan tv dan lain-lain.

Sebagaimana dilansir laman lpse.malukuprov.go.id, proyek tersebut mulai dikerjakan tahun 2020, dengan anggaran Rp7.5 miliar. Selanjutnya pada tahun berikutnya Rp1,7.

Pada tahun 2022 lalu, kembali pem­prov menganggarlan Rp4,3 untuk fisiknya dan pengadaan meubeler senilai Rp2,8 miliar.

Sedangkan di tahun ini diang­garkan Rp4,4 untuk pengerjaan mechanical dan electrical yang diker­jakan CV Cicilia Mandiri.

Anggota Komisi III DPRD Pro­vinsi Maluku, M Hatta Hehanusa mengatakan, Komisi III saat mela­kukan pengawasan telah mendo­rong Dinas PUPR untuk bertang­gungjawab terkait dengan persoalan ini.

“Yang paling bertanggungjawab itu Dinas PUPR, bagaimana mung­kin anggaran sebesar 20.7,” tegas Hehanusa saat diwawancarai Siwa­lima melalui telepon selulernya, Rabu (5/7).

Kata dia, Komisi III meminta Dinas PUPR menyerahkan item-item yang dilakukan sehingga diketahui kebutuhan anggaran hingga selesai pekerjaan.

Penambahan anggaran, kata Hehanusa seharusnya sudah selesai dalam tahun 2022 lalu, tetapi ke­nyataannya pekerjaan masih ber­jalan, bahkan masih banyak pe­kerjaan yang harus dilakukan.

Menurutnya, selama pihak Dinas PUPR dapat memberikan penjelasan terkait dengan pengerjaan proyek, maka tidak menjadi masalah, tetapi jika sampai hari ini PUPR tidak mampu memberikan penjelasan teknis terkait dengan penggunaan anggaran maka itu masalah DPRD.

Apalagi, Komisi III selama ini telah melakukan fungsi pengawasan intensif, bahkan kesimpulan peng­awasan telah disampaikan kepada Dinas PUPR untuk memberikan penjelasan namun PUPR belum melakukan hal tersebut.

“Kalau Dinas PUPR tidak mampu maka pansus dapat menjadi alter­natif, karena anggaran yang dige­lorakan bukan anggaran kecil, masa anggaran sebesar itu tapi Mess Maluku belum juga tuntas,” ucap Hehanussa.

Dengan pembentukan pansus maka DPRD dapat meneliti dan menelaah terkait dengan penggu­naan anggaran, sabab bila PUPR serius maka Mess Maluku sudah mendatangkan PAD bagi kas daerah.

“Bayangkan saja kalau dikomer­silkan sangat mendatangkan keun­tungan bagi Pemprov apalagi letaknya sangat strategis dalam pusat Jakarta, ini kerugian daerah yang cukup besar.

Bentuk Pansus

Senada dengan Hehanusa, ang­gota DPRD Provinsi Maluku, Fauzan Husni Alkatiri menduga, terdapat begitu banyak indikasi pelanggaran dalam pengerjaan Mess Maluku yang pernah disampaikan oleh komisi III kepada pihak terkait.

Apalagi, semua pertanyaan yang berkaitan dengan alasan pekerjaan belum dituntaskan dan belum mampu dijawab oleh oleh Dinas PUPR.

Menurutnya, jika aparat penegak hukum tidak melakukan pengusutan terhadap pengerjaan Mess Maluku, maka lebih baik DPRD membentuk Pansus guna mengusut tuntas pekerjaan Mess Maluku.

Pertanyakan

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin juga mempertanyakan penyebab Mess Maluku belum tuntas dikerjakan.

“Mess Maluku itu sudah dila­kukan rehabilitasi, terakhir ketika masih di komisi III Infomasi masih kurang perabotan saja dan dijan­jikan 2022 sudah selesai dan difungsikan, tapi belum juga,” jelas Rovik.

Mess Maluku, kata Rovik adalah sumber pendapatan Maluku tetapi jika sampai dengan tahun ini tidak difungsikan, maka sudah berapa banyak pendapatan asli daerah  yang hilang.

Apalagi, anggaran yang dialo­kasikan untuk membangun Mess Maluku itu cukup besar nilainya dan jika belum selesai maka harus dipertanyakan.

Rovik pun meminta Dinas PUPR untuk mempertanggungjawabkan pekerjaan mes Maluku yang hingga kini belum tuntas.(S-20)