NAMLEA, Siwalimanews – Tokoh Soar Pito Petuanan Kayeli Sami Latbual menolak dengan tegas Fandi Ashari Wael sebagai Raja Petuanan Kayeli, sebab raja yang sah dan diakui adalah Jou Abdullah Wael.

Untuk itu, pengenalan Fandi Ashari Wael sebagai raja yang berlangsung di Desa Wapsalit, Kecamatan Lolongquba, merupakan sebuah kegelisahan bagi masyarakat adat.

“Sebagai putra daerah yang tidak bisa dilepas pisahkan dari bagian Noro Pito dan Noro Pa, saya menilai apa yang dilakukan pada Sabtu kemarin adalah cara-cara yang tidak benar dengan persekutuan hukum adat di Buru,” ucap Latbual dalam keterangan pers Soar Pito di salah satu ruamh makan di Kota Namlea, Senin (20/3) malam.

Pasalnya kata Latbual, di tahun 2016 telah terjadi pengukuhan sekaligus pelantikan Abdullah Wael sebagai Raja Petuanan Kayeli. Dimana saat itu Abdullah Wael memilih pensiun kemudian dikukuhkan menjadi raja dan secara perspektif menurut hukum adat Buru, itu telah memenuhi seluruh unsur untuk dikatakan sebagai raja yang sah.

Kenapa demikian, karena sistim dan mekanisme pengangkatan raja saat itu telah dilakukan dari gitar Pito, lalu dilanjutkan ke Kotbesi berlanjut sampai di Kayeli hingga selesai, termasuk dihantarkan ke Hinolong Baman, baru kemudian dinobatkan sebagai raja yang sah.

Baca Juga: DPRD Beri Batas Waktu bagi Kontraktor Tuntaskan Mess Maluku

“Dalam prosesi tahun 2016 lalu, Abdullah Wael juga turut diantarkan orang-orang yang membuat onar dengan peristiwa pengenalan Fandi sebagai raja yang baru. Seiring waktu berjalan, tidak ada hujan, tidak ada badai, Ali Wael lakukan prosesi terhadap adik kami Fandi. Ini yang menurut kami bertentangan dengan hukum-hukum adat, masa pelantikan raja di atas raja,” ucap Latbual.

Menurutnya, pelantikan raja baru  boleh dilakukan, bila raja lama berhalangan tetap (meninggal dunia) atau mengundurkan diri karena sesuatu sebab. Oleh karena itu, bila disana mereka baru mengatakan pengangkatan Abdullah Wael sebagai raja di tahun 2016 lalu tidak sesuai ketentuan, maka perlu dipertanyakan tidak sesuai ketentuan yang mana.

Latbual bahkan, kembali mempertanyakan apa yang Ali Wael dkk lakukan dengan mengenalkan Fandi sebagai raja yang telah menyalahi ketentuan hukum adat. Bahkan tempat prosesi saja salah, sebab dalam sejarah belum pernah prosesi pengangkatan raja itu dilakukan di Wapsalit.

Penyesalan yang kedua lanjutnya, diduga ada intervensi pihak tertentu yang ikut masuk ke ranah dan wilayah adat ini seraya ia menyebut keterlibatan pemerintah. Yang semestinya, tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah merawat dan menjaga serta melestarikan adat dan budaya di suatu daerah.

Bahkan, sami membuka borok komunikasi chatingan Kadis Lingkungan Hidup Buru M Adjhie Hentihu yang tersebar di media sosial yang menyebutkan Gubernur Maluku Murad Ismail dan Kadis ESDM Maluku serta Kadis Lingkungan Hidup Maluku.

“Ada kepentingan besar apa dibalik penobatan Fandi yang mereka katakan sebagai raja, sehingga dugaan kami prosesi Fandi terkait dengan kepentingan sumber daya alam yang ada di Petuanan Kayeli, “tegasnya.

Selain itu, kata Latbual Adjhie Hentihu juga tidak punya hak dalam prosesi raja di Kayeli.

” Kita orang Buru, kita satu bahasa, tetapi kita punya petuanan berbeda,”lagi ingatkan Sami terhadap Adjhie Hentihu.

Untuk mengungkap permainan kotor dalam penyerahan sumber daya alam kepada pihak investor, maka Soar Pito dan Doar pa tegas Latbual dalam waktu dekat ini akan menutup paksa proyek Bendungan Wayapu dan proyek panas bumi di Metar dusun Wapsalit, sehingga semua akan terkuat siapa saja yang bermain.

Pada kesmepatan itu, Latbual juga menyampaikan pesan kepada Penjabat Bupati Buru Djalaludin Salampessy  agar arif dan bijaksana melihat seluruh proses tatanan adat yang ada di kabupaten itu,  sehingga tidak berat sebelah.

Sementara Imam Adat Kayeli, Onyong Patti Wael secara daring dari kediamannya menegaskan, kalau  nama imam adat telah dicatut oleh Kaksodin Ali Wael dengan menyebut imam adat yang menghantar Fandi Wael  ke Wapsalit guna dikenalkan sebagai raja. Untuk itu, ia akan mengambil langkah hukum terhadap Ali Wael dengan melaporkannya ke polisi.

Sementara itu, Ibrahim Wael, paman dari Abdullah Wael dan juga paman dari Fandi Ashari Wael, dalam jumpa pers tersebut ikut menambahkan akan mengambil langkah hukum tehadap Ali Wael dan juga Kadis LH, Adjhie Hentihu.

“Katong tidak bisa tinggal diam. Katong siap hadapi dengan cara apapun juga, “tandas Ibrahim Wael.

Menanggapi kicauan Penjabat Bupati Sabtu lalu di Desa Wapsalit yang membawa jargon ” nangka barana nangka” dan “benang merah”, Ibrahim Wael menduga kalau yang bersangkutan telah tertipu.

Djalaludin  baru datang dan tidak paham dengan silsilah keturunan Raja kayeli dan Abdullah Wael adalah keturunan langsung dari Raja Wael Mansur, sama juga dengan Fandi Ashari Wael. ‘Jadi tetap nangka berbuah nangka dan bukan nangkah berbuah kalabasa,” ucap Ibrahim Wael.

Menjawab wartawan, Ibrahim Wael menginginkan agar Djalaludin Salampessy mengklarifikasi lagi ucapannya lewat media karena sudah tersebar luas, kemudian ia meminta maaf terhadap Raja Abdullah Wael yang sah. (S-15)