AMBON, Siwalimanews – DPRD Maluku dan DPRD Kota Ambon juga menjadi sasaran aksi demo mahasiswa meno­lak UU Cipta Kerja.

Ratusan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Ika­tan Mahasis­wa Muhamma­diyah (IMM) Am­bon men­da­­tangi ge­dung wakil rak­yat itu untuk meminta DPRD satu suara dengan mereka.

Di DPRD Maluku, Lucky Wat­timury menandatangani Pakta Integritas menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Ratuasan mahasiswa yang tergabung dalam HMI Cabang Ambon mendatangi DPRD Maluku sejak pukul 11.20 WIT dengan mem­bawa sejumlah pamflet yang bertuliskan, Tolak UU Cipta Kerja, DPR Tahafut At Tahafut. Mereka dikawal ketat ratusan aparat kepolisian.

Sejak tiba di DPRD Maluku, koordinator aksi Syahrul Wadjo dalam orasinya mengajak DPRD Maluku untuk bersama dengan HMI untuk menolak UU Cipta Kerja, karena banyak pasal yang tidak sesuai dengan keinginan masya­rakat.

Baca Juga: Ketua F-PB: Tak Setujui Omnibus Law Silahkan Gugat ke MK

Salah satu pasal dalam UU Cipta Kerja yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, kata dia, berkaitan dengan cuti buruh. Dalam UU itu diatur seorang buruh dapat memperoleh cuti se­lama 12 hari. Padahal wanita yang baru selesai bersalin membutuh­kan waktu selama 40 hari untuk berisirahat.

Setelah berorasi selama bebe­rapa menit, para demonstran dite­mui oleh Ketua  DPRD Lucky Watti­mury, wakil ketua Rasyad Latucon­sina, Melkianus Sairdekut dan Aziz Sangkala serta beberapa anggota DPRD.

Setelah selesai memaparkan pasal-pasal yang dianggap berten­tangan dengan keinginan masya­rakat, Ketua DPRD Maluku membe­ri­kan apresiasi, sebab aksi yang dilakukan disertai dengan kajian yang lengkap.

“Lembaga ini lembaga rakyat milik rakyat, untuk itu sudah seyogyanya kami tampung seluruh aspirasi dan meneruskan ke pihak yang berkepentingan, apakah itu DPR RI maupun pemerintah pusat. Jika ada pasal-pasal yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat, maka kami sepakat menolak UU itu,” tegas Wattimury di hadapan massa aksi.

Walaupun demikian, DPRD me­minta kajian kritis tidak hanya terhadap UU Cipta Kerja, namun juga UU lain yang tidak berpihak kepada rakyat.

“Kami harap kajian kritis ini tidak hanya kepada Omnisbus Law tapi ke UU apa saja untuk sampaikan ke kami dan kami perjuangkan bersama,” ujarnya.

Aspirasi mahasiswa tersebut, akan diteruskan kepada pemerin­tah pusat. Tembusannya juga akan disampaikan kepada HMI.

“Apa yang disampaikan atas nama DPRD saya berjanji akan meneruskan ke pempus secara resmi dan tembusannya akan kita kasih ke demonstran,” tandasnya.

Sikap DPRD Maluku tersebut selanjutnya dituangkan dalam Pakta Integritas menolak UU Cipta Kerja yang ditandatangani Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury dan pihak HMI.

Usai menandatangani Pakta Integritas, massa HMI kemudian meninggalkan Baileo Rakyat Karang Panjang.

IMM Lanjutkan Aksi

Setelah massa HMI Cabang Ambon membubarkan diri, aksi de­monstrasi berlanjut dengan mas­sa dari IMM Cabang Ambon.

Massa  IMM tiba di DPRD Maluku pukul 13.00 WIT dengan memba­wa keranda jenazah dan foto Ketua DPR Puan Maharani yang diletakan di atas keranda. Ada juga pamflet yang bertuliskan, Tolak UU Omnibus Law.

Djamin Nurlete dalam orasinya mengatakan, Omnibus Law meru­pakan undang undang yang akan menyeret masyarakat Indonesia menuju penindasan dan kemis­kinan.

“DPR RI tidak boleh tidur dengan pemerintah. Kalau itu terjadi, maka itu perselingkuhan. Kalau sudah begitu masyarakat bagaimana, padahal DPR merupakan repre­sen­tasi dari rakyat,” ujarnya.

Regulasi yang dibuat, kata Nurlette, tidak boleh mengecilkan masyarakat, tapi harus mengawal dan mengamankan kesejahteraan masyarakat.

“DPR dan negara ini tidak ada kalau tidak ada rakyat, untuk itu kami tegaskan segera cabut un­dang-undang yang tidak pro rakyat,” pungkasnya.

Namun orasi mereka  terhenti sejenak, ketika jam untuk Sholat Dzhur. Para demonstran ikut ber­sama-sama dengan aparat kepo­lisian menjalankan Sholat Dzhur berjamaah yang dipimpin Kapolda Maluku Irjen Baharudin Djafar.

Setelah itu, aksi kembali dilan­jutkan. Suasana sempat tegang, lantaran mereka menuntut agar Ketua DPRD, Lucky Wattimury naik ke mobil orasi, namun ditolak oleh Wattimury, karena alasan usianya yang sudah lebih dari 60 tahun.

Setelah kesepakatan dicapai, Wattimury tidak jadi naik ke mobil, dan dilanjutkan dengan pemba­caan tuntutan, yang pada pokoknya menolak UU Omnibus Law, dan mendesak Presiden segera me­nge­luarkan Perpu untuk meng­gantikan UU.

Menanggapi tuntutan massa, Wattimury mengatakan, DPRD berkewajiban untuk menerima aspirasi dari seluruh masyakarat untuk nantinya diteruskan kepada pemerintah pusat bersama DPR.

“Aspirasi yang telah disam­paikan akan kami diteruskan ke pe­merintah pusat secara resmi de­ngan tembusan yang akan diberi­kan kepada mahasiswa sebagai bukti keberpihakan DPRD Maluku terhadap rakyat,” ujarnya.

Wattimury juga meminta agar ada kajian ilmiah yang dilakukan oleh IMM untuk disampaikan ke­pa­da DPRD sebagai bahan evaluasi sebelum mengambil keputusan untuk menolak pasal-pasal yang bertentangan dengan konstitusi.

Usai mendengarkan penjelasan Wattimury, dilanjutkan dengan penyerahan tuntutan. Setelah itu, massa aksi membubarkan diri dengan tertib.

Aksi di DPRD Kota

Massa HMI juga mendatangi Kantor DPRD Kota Ambon di Belakang Soya.

Tiba di depan baileo rakyat itu, orasi dilakukan secara bergantian yang meminta agar DPRD sama-sama mendukung mahasiswa k menolak UU Omnibus Law.

“Kami dari HMI menolak UU Omnibus Law. Kami juga minta DPRD Kota Ambon untuk secara bersama-sama menolak UU ini,” tegas Ketua Umum HMI Cabang Ambon, Burhanudin Rombouw.

Namun Hingga pukul 15.25 WIT belum juga ada pimpinan maupun anggota yang menemui mereka. Merasa kesal, mereka membakar ban bekas serta sampah di depan gedung DPRD serta dan meneriaki DPRD dengan kalimat-kalimat hujatan.

Bahkan baliho pimpinan DPRD Kota Ambon yang mengajak mas­yarakat untuk memakai masker yang terletak di depan Gedung DPRD disobek.

“Para cikon-cikon rakyat telah melahirkan perkawinan silang dan lahirlah Omnibus Law,” teriak Rumbouw.

Sekitar pukul 15.30 WIT Wakil Ketua Fraksi PKS Saidna Azhar Bin Taher dan Sekretaris Fraksi De­mokrat, Julius Toisutta menemui para demonstran dan memberi dukungan menolak UU Cipta Kerja.

Walaupun kedua anggota DPRD itu telah menemui para demon­stran, namun mereka tetap meng­inginkan agar Ketua DPRD Elly Toisuta menemui mereka, sekali­gus menandatangani Pakta Integritas penolakan UU tersebut.

Tak lama kemudian, Elly Toisuta menemui para demonstran.

Toisuta yang saat itu didampingi Sekretaris Fraksi Demokrat Julius Toisutta dan Wakil Ketua Fraksi PKS Saidana Azhar Bin Tahir menjelaskan, atas nama lembaga DPRD Kota Ambon dia menerima semua aspirasi ini yang nantinya akan disampaikan kepada Pemprov Maluku dan pemerintah pusat.

“Sampai dengan hari ini adik-adik masih tetap bersemangat untuk suarakan masalah UU Omnibus Law karena apapun yang dibuat pemerintah belum dapat memuaskan semua masyarakat,” tandas Toisuta.

Namun Toisuta tak mau mendatangani Pakta Integritas menolak UU Cipta Kerja. Alasannya, sebagai wakil rakyat dari Partai Golkar harus loyal kepada Ketua Umum Partai yang juga adalah Menko Perekono­mian, Airlangga Hertanto.

“Sehingga saya sebagai Ketua DPRD Kota Ambon dari Fraksi Partai Golkar tentunya tidak bisa menolak UU Omnibus Law,” ujarnya.

Sementara Saidna Azhar bin Taher dan Julius Toisutta menyatakan secara resmi menolak UU Omnibus Law dengan menandatangani Pakta Integritas penolakan UU tersebut bersama HMI Cabang Ambon.

Setelah itu, massa kemudian membubarkan diri dengan tertib.  (Cr-2/Mg-5)