AMBON, Siwalimanews – Jetty tidak berizin, Komisi III DPRD Provinsi Maluku segera mela­kukan On The Spot ke areal pemba­ngunan Jetty CV. Batu Prima di kawasan Tawiri Kecamatan Teluk Ambon.

Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremias kepada Siwalima melalui telepon seluler­nya, Minggu (2/3) menegaskan, setiap perusahaan yang berusaha  harus memiliki iizin, sehingga  ja­ngan hanya mengejar keuntungan.

“Kami setelah selesai pengawa­san akan langsung melakukan on the spot untuk melihat apakah me­mang benar perusahaan yang ber­sang­kutan belum memiliki  izin dari kementerian,” janjinya.

Politisi Golkar ini mengatakan, setiap warga negara diberikan ke­sem­patan yang sama untuk ber­usaha dimana saja dan dalam  ben­tuk apapun negara tidak melarang.

Ia juga menyampaikan harapan­nya agar setiap perusahaan  yang berusaha  harus memiliki izin yang  sesuai dengan peraturan yang ber­laku, sehingga  jangan hanya me­ngejar keuntungan, tetapi harus mempertimbangakan izin yang ada di negeri ini.

Baca Juga: Pesparawi Bawa Dampak Positif bagi Kota Ambon

Aktivitas Ilegal

Sebelumnya telah diberitakan, pembangunan Jetty milik CV.Batu Prima di kawasan Hative Besar, Kecamatan Teluk Ambon diduga kuat tidak mengantongi izin dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemen­terian Perhubungan alias ilegal.

Kendatipun izin Jetty belum di­kantongi, tetapi CV.Batu Prima tetap melaksanakan aktivitas bongkar muat material galian C. Di tempat ini, setiap harinya, CV.Batu Prima me­nampung material Galian C, setelah menambang di kawasan Air Sakula Desa Laha, Kecamatan Teluk Ambon.

Sayangnya, pemerintah seakan membiarkan CV.Batu Prima leluasa beraktivitas meski belum ada izin.

Sumber Siwalima di Dirjen Per­hubungan Laut menyebutkan, untuk membangun Jetty harus melalui proses tahapan perizinan. Jetty tidak serta merta langsung dibangun tan­pa pentahapan izin dari negara. Provinsi tidak berhak untuk mem­berikan izin, karena semua itu dari pusat.

Sebagai tahap awal, harus me­ngan­tongi izin Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Jika TUKS sudah dikantongi, maka membuka peluang untuk dimulai tahapan pengurusan izin Amdal, IMB dan lain-lain.

“TUKS harus ada karena jika tidak, semua orang akan mengklaim memiliki bibir pantai,” kata sumber itu, Kamis (27/2).

Untuk Kota  Ambon, menurut sumber itu, baru satu pihak swasta yang mengantongi izin TUKS, yang lain belum ada, kecuali perusa­haan milik pemerintah seperti Pelni dan Pertamina.

Sementara itu, Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut  (Kabid LA­LA) Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Ambon, Jatras yang dikonfirmasi menyang­kut aktivitas bongkar muat CV Batu Prima di bibir pantai Tawiri Keca­matan Teluk Ambon mengaku peru­sahaan tersebut sampai sekarang baru mendapatkan izin lokasi dari Dirjen Perhubungan Laut Kemente­rian Perhubungan. Batu Prima belum memiliki TUKS.

“Setahu kami Batu Prima se­mentara proses izin operasional. Kalau izin lokasi memang sudah keluar. TUKS belum ada. Seseorang yang memba­ngun Jetty tidak masalah TUKS belum ada yang penting izin lokasi sudah ada dulu, nanti diikuti dengan izin-izin yang lain,” jelas Jatras.

Ditanya soal belum punya TUKS tapi sudah beroperasi apakah tidak menyalahi aturan, Jatras mengaku, bukan kewenangan KSOP Ambon untuk menjelaskan, karena itu wewe­nang kementerian. “Oh itu kewena­ngan kementerian ya,” kilah Jatras.

Menyoal lagi soal sejauh mana pe­ngawasan KSOP terhadap aktivitas perusahaan di bibir pantai tanpa ada izin, Jatras menegaskan, KSOP terus melakukan pengawasan dan mela­porkan ke pusat, namun menyang­kut kewenangan sanksi dan lainnya menjadi tanggung jawab pihak kementerian.

“Kita di KSOP awasi, sanksi itu jika menjadi kewenangan kita. Bukan kewenangan kita ya, KSOP hanya siafatnya koordinasi dan melaporkan ke kementerian,” jelasnya.

Pihak CV. Batu Prima yang dihu­bungi Jumat (28/2), buru-buru me­matikan telepon genggamnya. Dihu­bungi lagi, enggan mengangkat telepon.

Seperti diketahui, dalam UU lama tentang pelayaran, istilah Terminal Khusus adalah Pelabuhan Khusus (PELSUS). Setelah berlakunya UU No. 17 Tahun 2008, maka istilah Pelabuhan Khusus berubah menjadi Terminal Khusus.

Terminal Khusus (TERSUS) adalah terminal yang terletak diluar Derah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp), yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.

Sedangkan Dermaga Untuk kepentingan Sendiri (DUKS) adalah dermaga dan fasilitas pendukung­nya yang berada didalam daerah ling­kungan kerja atau daerah ling­kungan kepentingan pelabuhan laut yang dibangun, dioperasikan dan diguna­kan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu, ber­dasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

Setelah berlakunya UU Nomor 17 tahun 2008, maka istilah DUKS berubah menjadi Terminal Untuk Ke­pentingan Sendiri (TUKS). Penger­tian TUKS dan DUKS adalah sama.

Sedangkan istilah Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal ber­sandar dan tempat kapal ber­sandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun pe­numpang atau tempat bongkar muat barang.

TERSUS dan TUKS dibangun dan dioperasikan, hanya bersifat menun­jang kegiatan pokok perusahaan. Ke­giatan usaha pokok antara lain, per­tambangan, energi, kehutanan, per­tanian, perikanan, industri, pariwisata, dan dok serta galangan kapal.(Mg-4)