AMBON, Siwalimanews – Pemerintah Provinsi Maluku dinilai terlalu memaksakan pengoperasian kembali Mess Maluku yang beralamat di Jalan Kebun Kacang Nomor 20, Jakarta Pusat.

Pasalnya, peresmian kembali aset daerah ini dilakukan satu hari jelang Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno turun dari singgasana mereka.

Fatalnya lagi, peresmian Mess Maluku dilakukan Pemprov ditengah kondisi gedung yang belum layak difungsikan dengan adanya begitu banyak masalah. Padahal, rehabilitasi gedung itu dilakukan selama empat tahun dengan menggelontorkan anggaran mencapai Rp20.7 miliar.

Dilansir dari laman lpse.malukuprov.go.id, proyek Mess Maluku mulai kerjakan tahun 2020 dengan anggaran Rp7,5 miliar, kemudian di tahun 2021 pemprov melalui dinas PUPR kembali menggelontorkan Rp1.7 miliar, selanjutnya di tahun 2022 kembali menggelontorkan Rp4.3 miliar untuk fisik sedangkan meubeler senilai Rp2.8 miliar.

Sedangkan di tahun 2023 Pemerintah Provinsi Maluku kembali menggelontorkan Rp4.4 miliar untuk pengerjaan mechanical dan electrical yang dikerjakan CV Cicilia Mandiri.

Baca Juga: Gerindra Mulai Jaring Calkada, Haurissa : Kita Terbuka untuk Semua

Peresmian Mess Maluku yang terkesan dipaksakan ini, menuai kecaman dari DPRD Maluku yang menilai anggaran sebesar Rp20.7 miliar tersebut tidak sebanding dengan hasil yang diterima.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku Jantje Wenno mengaku prihatin dengan pekerjaan Mess Maluku yang menelan anggaran Rp20.7 miliar yang dikerjakan selama 4 tahun, tetapi hasilnya tidak maksimal.

Bahkan peresmian Mess Maluku yang dilakukan pemprov pun terkesan dipaksakan karena satu hari jelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Murad Ismail.

“Memang ironis Mess Maluku yang menelan anggaran lebih kurang Rp21 M dikerjakan selama lebih kurang 4 tahun dan peresmiannya sepertinya dipaksakan karena di saat tinggal 1 hari masa jabatan berakhir,” kesal Wenno kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Selasa (23/4).

Sebagai anggota DPRD, pihaknya tentu mendukung pengoperasian aset-aset daerah untuk mendatangkan PAD, namun harus dilakukan secara teliti bukan dipaksakan menjelang gubernur dan wakil gubernur akan berakhir masa jabatan mereka.

Selain pekerjaan yang mengundang pertanyaan, Pemprov Maluku terkesan menyembunyikan sesuatu dari proses pengelolaan yang akan dilakukan dengan pihak ketiga.

“Infonya pengelolaan di kerjasama kan dengan pihak ketiga tapi tanpa persetujuan DPRD, padahal aturan mestinya dengan persetujuan DPRD,” ujar Wenno.

Sebagai lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak anggaran dan pengawasan, DPRD kata Wenno harus dilibatkan dalam kerjasama dengan pihak ketiga guna dipastikan perjanjian tidak menguntungkan pihak ketiga atau oknum tertentu.

Wenno menegaskan, kerja sama antara pemprov dan pihak ketiga harus menguntungkan pemerintah daerah dan jika kerja sama hanya menguntungkan pihak pengelola saja, maka itu menjadi persoalan hukum.

“Setelah ini DPRD harus mengundang pemda dan pihak ketiga untuk di dengar penjelasannya terkait hak pengelolaan yang diserahkan kepada pihak ke tiga,” janjinya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRD Maluku Michael Tasaney menegaskan, dalam melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, pemprov harus mengedepankan aturan.

Menurutnya, kerjasama antara pemprov dengan pihak ketiga secara tegas telah diatur dalam Permendagri Nomor: 22 tahun 2020 tentang Kerjasama Daerah dengan daerah dan Kerjasama Daerah dengan Pihak Ketiga.

“Apapun kerjasama menyangkut pengelolaan aset daerah harus merujuk pada aturan tentang tata cara kerjasama daerah dengan pihak ketiga, ini wajib dipatuhi,” tegas Tasaney.

Pasal 28 Permendagri Nomor 22 tahun 2020 juga kata Tasaney, menginstruksikan pemprov r wajib mendapat persetujuan DPRD dalam melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, apalagi persoalan Mess Maluku menyangkut pendapatan asli daerah.

“Jadi kami ingatkan pemprov untuk merujuk pada aturan yang berlaku. Pemprov dan DPRD adalah dua lembaga yang ditugaskan Undang-undang untuk bersinergi dalam memajukan daerah jadi harus saling menghargai,” pungkasnya.(S-20)