AMBON, Siwalimanews – Guna mencari solusi dan menye­lesaikan permasalahan kasus “Imu­nisasi Rubella”, DRRD akan me­minta penjelasan dari Dinas Pen­didikan dan SD Xaverius Ambon.

Ketua Komisi II DPRD Kota, Christianto Laturiuw, kepada Siwa­lima, di Baileo Rakyat Belakang Soya, Senin (2/10) mengatakan jad­wal pertemuan akan dilakukan pada Selasa (3/10).

“Besok kita panggil guna mem­bahas persoalan yang terjadi pada Rabu 27 September kemarin. Nanti kita dengar penjelasannya seperti apa,” ujarnya.

Ia mengaku ketika  menjalankan kebijakan yang berkaitan dengan ke­sehatan seseorang atau katakanlah seorang anak, atau siswa maka mestinya diperlukan persetujuan atau pendampingan dari orang tua.

“Anak yang diimunisasi, adalah anak usia 6 atau 7 tahun itu. Ini bukan persoalan tidak mendukung program pemerintah, kita bicara dulu apakah yang dilakukan pihak seko­lah sudah sesuai? Bukan karena orang tua belum merespon kemudian sekolah atau guru berhak mengambil tindakan tanpa pendampingan,” katanya.

Baca Juga: Unpatti Kembali Kukuhkan Delapan Guru Besar

Olehnya menyangkut kesehatan anak, alangkah baiknya dibicarakan terlebih dahulu, baik dengan komite atau orang tua.

“Kalau kebijakan itu baik, tentu orang tua mendukung. Tapi itu ha­rus dibicarakan. seperti yang terjadi dampak pada anak itu, sekolah bertanggungjawab. Ini bukan per­soalan pendidikan, ini persoalan ke­sehatan. Maka itu harus ada perse­tujuan orang tua. Minimal harus ada pendampingan,” tandasnya.

Terkait anaknya yang terancam dikeluarkan dari sekolah dan aksi mogok ia mengatakan jika dilakukan tanpa ada proses yang sesuai, maka itu tindakan semena-mena.

“Itu yang juga akan dibicarakan besok,” ujarnya.

Pemkot Diingatkan

Ditempat terpisah, anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kota Ambon, Rovik Akbar Afifuddin mengingat­kan pemkot lebih hati-hati mela­kukan vaksinasi kepada siswa.

Pasca Covid-19 yang melanda In­do­nesia dan khususnya Maluku te­lah menimbulkan begitu banyak per­sepsi terkait kekhawatiran vaksinasi.

“Pemkot harus lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan tindakan vaksinasi kepada anak tanpa mela­kukan sosialisasi tatap muka, karena masyarakat mulai kritis dengan kebijakan pemerintah,” tegas.

Saling Klaim

Diberitakan sebelumnya, orang tua murid dan pihak Sekolah Dasar Xaverius Ambon saling klaim benar dalam kasus “imunisasi” yang ber­buntut penganiayaan dan saling lapor ke polisi.

Peristiwa ini bermula dari amukan orang tua murid kepada pihak seko­lah yang viral di media sosial sejak, Rabu (4/9).

Dimana imunisasi Rubella yang dilaksanakan untuk anak kelas 1 SD Xaverius Ambon, namun sayangnya orang tua dari siswa YK tidak dibe­ritahu terlebih daluhu.

Ibu dari YK, Hilda Talahatu dan suaminya tidak terima dan me­ngamuk dan kemudian peristiwa ini viral di jagad maya.

Pihak sekolah yang tidak terima lantaran dipermalukan oleh orang tua siswa kemudian angkat bicara.

Sekretaris Yayasan Pendidikan Ka­tolik Keuskupan Amboina, John Dumatubun mengaku imunisasi Rubella merupakan program pemerin­tah. “Perlu diluruskan dulu. Istilah vaksin tidak ada, imunisasi bukan vak­­sinasi,” tegasnya kepada warta­wan di Ruang Guru SD Xaverius A1 Ambon, Jumat (30/9).

Menurutnya bahkan di pagi hari sebelum pemberian imunisasi pun sekolah kembali mengingatkan orang tua murid.

“Sekolah telah melaporkan ke jalur hukum. Yayasan maupun Keusku­pan akan mendukung penuh dan mengawal kasus kekerasan fisik hingga pengancaman ini sampai tuntas,” tandasnya.

Disayangkan Pemerintah

Sementara Penjabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena angkat bicara terkait peristiwa itu.

“Apa yang pemerintah lakukan itu untuk kebaikan. Imunisasi ini kan bukan kita suntik racun. Yang di­suntik justru untuk membangun imu­nitas anak terhadap penyakit tertentu, termasuk Rubella,” ujar kata walikota kepada wartawan, di Baileo Rakyat Belakang Soya, Jumat (29/9).

Dengan itu sambungnya, maka mestinya apa yang menjadi kebija­kan pemerintah untuk melakukan imunisasi terhadap anak-anak, perlu didukung. Bukan justru membuat onar, yang mengakibatkan para murid lainnya merasa ketakutan.

“Lalu kenapa orang tuanya harus ngamuk, yang akibat nya pasti anak-anak lain ketakutan,” katanya.

Diancam Orang Tua

Sementara itu, Guru Lidya Toisutta menjelaskan orang tua murid (ayah) yang merupakan anggota Propam Polda Maluku naik ke kelas sambil marah-marah.

Oknum orang tua ini  menarik anaknya langsung turun ke lantai 1 tanpa berhenti ngamuk.

“Marah-marah ke saya lalu tunjuk-tunjuk saya, ancam saya bahwa apabila terjadi sesuatu ke anaknya akan melaporkan saya dan menuntut saya beserta sekolah ini,” ujarnya kepada wartawan.

Klarifikasi

Ditempat berbeda Hilda Talahatu, ibu dari anak yang mendapat sun­tikan imunisasi kepada wartawan, Sabtu (29/9) memberikan klarifikasi.

“Saya memang tidak sempat me­lihat pesan WA pada hari Selasa itu. saya baru merespon pesan hari Rabu, sekitar pukul 09.56 WIT, de­ngan menuliskan pesan grup itu, “Ibu, Yella Kolohuwey tidak ikut suntik”. Tapi ternyata anak saya su­dah selesai diimunisasi,” tuturnya.

Ia mengaku pasca imunisasi, anaknya sakit dan sempat dirawat di RS. Bhayangkara.

“Kata dokter anak tersebut harus diinfus, sehingga diinfus,” tandas­nya.

Sebelum mengakhiri, dirinya berharap, persoalan ini akan ber­akhir baik bagi semua pihak. (S-25/S-20)