DOBO, Siwalimanews – Wempi Darmapan (WD) dan Junaidi H (JH) pengusaha asal Aru yang bergerak di bidang penebangan kayu di­tangkap penyidik Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Jabalnusra.

Kedua pengusaha Aru tersebut ditangkap pihak Gakkum KLHK Sabtu, (19/3) di Dobo. WD merupakan pim­pinan KSU Cendrawasih yang ber­alamat di Jalan Rabiajala, Kelurahan Siwalima Kota Dobo.

Sedangkan JH merupakan pimpi­nan CV Muara Tanjung yang beralamat di Jalan. Djalabil, Kelurahan Siwalima, Kecamatan Pulau-pulau Aru. Ber­dasarkan informasi yang berhasil dihimpun wartawan di Dobo, diketahui WD dan JH ditahan pihak Gakkum KLHK berdasarkan lapo­ran masyarakat yang diduga melakukan pengiriman kayu illegal dari Aru ke surabaya melalui pelabuhan Tanjung Perak dengan jasa menggunakan kapal KM Darlin Isabel dan KM Asia Ship.

Sumber Siwalima yang meminta identitasnya tidak dikorankan men­jelaskan,   berdasarkan informasi hasil pemeriksaan saksi dan ahli, penyidik memiliki bukti kuat yang menunjukkan kedua perusahaan tersebut memiliki kayu illegal dan menyalahgunakan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Olahan (SKSHHKO).

Menindaklanjutinya, Balai Gakkum KLHK Jabalnusra menyita barang bukti 9.315 batang kayu Merbau atau 212,0148 m3 serta menyita dokumen SKSHHKO dari kedua perusahaan tersebut.

Baca Juga: Bidik Korupsi Rumdis Politeknik, Polisi Periksa Ralahalu

Selain itu, saat penyidik ke lokasi izin tebangan di Kepulauan Aru, pemilik tidak mampu memperlihatkan tonggak hasil tebangan di lokasi izinnya. Saat petugas memeriksa kayu-kayu, ada ketidaksesuaian antara fisik kayu dengan dokumen SKSHHKO.

Berdasarkan hasil pemeriksaan pelaku di Ambon, 18 Maret 2021, penyidik mengeluarkan surat penangkapan dan membawa tersangka ke Surabaya dan menitipkannya di Rutan Polda Jawa Timur, untuk diperiksa sebagai tersangka.

Tersangka akan dikenakan pasal 88 ayat 1 Huruf c Jo pasal 15 Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2,5 miliar. (S-25)