Kepala Biro Lingkungan Hidup MPH Sinode, Vecky Kainama mengakui jika dokumen upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pe­mantauan lingkungan (UPL), merupakan do­kumen copy paste, karena penyesuaian do­kumen dari dokumen yang lain.

“Makanya ada beberapa poin yang lupa diedit sehingga ketahui copy paste,” ungkap Kainama.

Menurutnya, terhadap persoalan ini pihaknya telah selesai melakukan telaah lapangan terhadap dokumen dan telah diserahkan kepada MPH Sinode untuk dilakukan langkah secara organisasi.

“Temuan dan telaah beta serahkan kepada MPH untuk melakukan tindakan selanjutnya yang dinyatakan dalam petisi yang diekspos ke publik,” tegasnya.

Majelis Pekerja Harian Sinode Gereja Protestan Maluku, sudah merilis penolakan terhadap proyek tersebut. Penolakan itu didasari dokumen UKL UPL yang diterima dari Dinas Lingkungan Hidup Maluku.

Baca Juga: Pemkot akan Adakan Tiktok Challange

Dengan UKL UPL yang diterima, GPM lalu melakukan kajian mendalam, terhadap proyek yang rencananya menghabiskan anggaran Rp7,7 miliar, kemudian dijabarkan secara terlulis dalam dokumen resmi yang bertajuk Evaluasi Lapangan dan Dokumen UKL UPL Pembangunan TPA Limbah B3 Fasilitas Kesehatan Provinsi Maluku di Suli, Kabupaten Maluku Tengah.

Dalam dokumen yang salinannya juga diterima Siwalima, dijelaskan kalau sikap GPM itu didasari kajian dan evaluasi terhadap dokumen UKL UPL proyek dimaksud, dimana ditemukan adanya pelanggaran pada ketentuan dan peraturan yang berlaku, diantaranya indikasi ada copy-paste pada dokumen UKL UPL tersebut.

Sikap GPM yang ditandatangani oleh Ketua Sinode Pendeta ET Maspaitella dan Sekum Pendeta SI Sapulette, dengan gamblang menulis adanya tindakan copy-paste yang dilakukan, dimana pada lembaran dokumen, tertulis daftar tabel rencana kerja pembukaan lahan Tanaman Pisang Abaka, tapi di isi dokumen tidak terdapat informasi tentang daftar tabel tersebut, apalagi substansi dokumen tidak berhubungan dengan pembukaan lahan Tanaman Pisang Abaka. Artinya dokumen tersebut tidak melalui proses penilaian atau pemeriksaan.

Karenanya, Sinode GPM berkesimpulan dokumen UKL UPL tersebut, tidak sesuai pemeriksaan standar PPLH. Dimana berdasarkan PP. 22 Tahun 2021, pemrakarsa harus mengajukan perubahan dokumen ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.

“Sinode GPM menilai proyek tersebut tidak harus diteruskan, karena memiliki dampak yang merugikan masyarakat dan lingkungan hidup secara tetap dan dalam waktu yang panjang. Di sisi yang sama, pembangunan tersebut akan berdampak langsung pada proses pencerdasan sumber daya manusia Maluku, melalui Kampus UKIM, Suli yang sedang dalam proses pembangunan”.

Untuk itu, Sinode GPM meminta Pemprov Maluku melakukan langkah yang tidak berdampak pada pelanggaran ketentuan hukum yang berlaku, dan semata-mata menimbulkan efek jangka panjang kepada derita masyarakat.

“Artinya, pembangunan TPA B3 fasilitas kesehatan di Suli, telah menyalahi seluruh ketentuan peraturan yang berlaku sehingga tidak harus diteruskan. Pemerintah perlu mencari lokasi lain dengan ketentuan menjalankan secara prosedural sejak awalnya mekanisme yang diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tegas GPM.

Harus Amdal

Terpisah, akademisi MIPA Unpatti, Netty Siahaya menjelaskan kebijakan Pemprov Maluku dalam pembangunan fasilitas limbah bahan berbahaya dan beracun di Desa Suli, tidak sesuai dengan aturan karena tidak didahului dengan dokumen Amdal.

“Pengelolaan limbah B3 harus melalui Amdal tidak bisa tidak sebab lokasi tersebut merupakan lokasi serapan air,” tegasnya.

Dikatakan, jika tidak melalui Amdal, bisa menyebabkan dampak panjang bagi lingkungan hidup, khususnya berpengaruh terhadap pencemaran. Dan ketika pencemaran terjadi tambahnya, maka pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan.

“Beta sudah lihat sedangkan posisi berdasarkan aturan tidak boleh berdekatan dengan pemukim dan fasilitas publik, kalau UKIM sedang beraktifitas sudah pasti bau dari limbah itu akan muncul, kebisingan terjadi truk yang mengantarkan limbah itu berpengaruh karena itu jalan satu-satunya masuk UKIM,” ujar Netty.

Karenanya dia berharap Pemprov Maluku jangan mengorbankan masyarakat sekitar dengan adanya pembangunan fasilitas pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan tidak mengantongi analisis dampak lingkungan, karena kegiatan apapun harus memerlukan analisis dampak lingkungan.

“Masyarakat bisa menggugat pemerintah daerah karena dari segi aturan memungkinkan untuk digugat,” jelasnya.

Karena itu, Netty meminta Pemprov Maluku untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut, agar tidak mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat setempat. (S-50/S-32)