AMBON, Siwalimanews – Bukti-bukti dugaan korupsi dalam pekerjaan proyek revitalisasi Tugu Trikora sangat kuat. Olehnya Kejati Maluku diingatkan untuk serius menuntaskan proyek tahun 2019 senilai Rp.876.848.000 itu.

Tak hanya kualitas konstruksi yang rendah, namun dokumen administrasi tender juga bermasalah.

“Tidak ada yang kebal hukum di negeri ini. Kasus Tugu Trikora harus usut sampai tuntas. Kalau membaca media, ada pintu masuk yang mestinya itu menjadi peluang jaksa melakukan penyelidikan. Tapi kan kita hanya mengingatkan supaya aparat penegak hukum dalam hal ini jaksa tak boleh meloloskan siapapun dalam kasus ini,” tandas Akademisi Hukum Universitas Darussalam, Rauf Pellu kepada Siwalima melalui telepon selulernya Rabu (22/7).

Menurutnya, Tugu Trikora yang merupakan icon Kota Ambon dan berada di tengah kota saja pekerjaannnya bermasalah, lalu bagaimana dengan proyek-proyek pemerintah lainnya di luar pengamatan dan penglihatan masyarakat. Olehnya jaksa harus serius melakukan pengusutan.

“Yang di depan mata saja ada masalah, lalu bagaimana dengan proyek-proyek lain di luar penglihatan kita. Jadi saya hanya menghimbau jaksa kasus ini harus serius diusut, karena masyarakat Kota Ambon sudah tahu ada masalah dengan pembangunan Tugu Trikora,” ujar Pellu.

Baca Juga: Jaksa Masih Tunggu Hasil Audit BPKP

Sementara Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette yang dikonfirmasi mengatakan, dugaan korupsi proyek revitalisasi Tugu Trikora masih dalam penyelidikan.  “Ini masih penyelidikan, masih pul data dan pul baket,” jelas Sapulette, kepada Siwalima, Rabu (22/7) melalui whatsapp.

Ditanya soal agenda permintaan keterangan, mantan Kasi Penyidikan Kejati Maluku ini enggan berkomentar. “Masih penyelidikan ikuti saja,” tandasnya.

Tanda Tangan Dipalsukan

Seperti diberitakan, pengusutan dugaan korupsi proyek revitalisasi Tugu Trikora tahun 2019 terus bergulir di Kejati Maluku.

Jaksa mulai mengendus adanya ketidakberesan dalam proyek senilai Rp.876.848.000 milik Dinas PUPR Pemkot Ambon itu.

Sumber Siwalima di kejaksaan menyebutkan, tak tanya tender, tetapi kualitas konstruksi juga sarat masalah.

Dalam laman LPSE tertulis, nama paket proyek itu  Revitalisasi Tugu Trikora yang juga mencakup pekerjaan air mancur dan tugu meriam di depan Pomdam XVI/Pattimura. Anggaran bersumber dari APBD 2019 senilai Rp 897.479.800.

Paket proyek ini dimenangkan oleh CV Iryunshiol City. Perusahaan ini beralamat di Dusun I RT 06 RW 003 Desa Were, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara.

Sumber itu menjelaskan, dalam pemeriksaan terungkap kalau sejak proses tender hingga pengumuman sebagai pemenang, Direktur CV Iryunshiol City tidak pernah hadir. “Sebagai peserta tender, ia harus wajib hadir. Apalagi saat tahapan klarifikasi hingga pengumuman pemenang. Masa tidak hadir, ini kan tidak beres,” tandasnya.

Kendati sebagai pemenang tender, namun CV Iryunshiol City juga tidak mengerjakan proyek revitalisasi Tugu Trikora. Nama perusahaan ini hanya dipakai untuk mengikuti tender.

“Proyek tersebut dikerjakan oleh salah satu pengusaha yang berdiam di Desa Galala. Dari sisi administrasi tender, ini sudah masalah,” ujar sumber itu.

Lanjut sumber itu, kontraktor pelaksana tersebut sudah pernah dimintai keterangan, dan mengaku, kalau proyek pekerjaan revitalisasi Tugu Trikora diberikan oleh salah satu anak pejabat Pemkot Ambon.

“Awal dikira dia dari CV Iryunshiol City, tapi ternyata bukan. CV Iryunshiol City hanya dipakai untuk mengikuti tender. Dia juga ngaku dapat dari anak pejabat pemkot,” ujarnya.

Selain itu, dia juga mengaku kalau tanda tangan Direktur CV Iryunshiol City dipalsukan. “Dia yang palsukan biar memperlancar administrasi tender,” ujar sumber itu lagi.

Padahal PPK, Pey Tentua mengaku kepada Kadis PUPR, Enrico Matitaputty, kalau dokumen administrasi tender proyek diteken oleh Direktur CV Iryunshiol City.

“Satu per satu sudah mulai terungkap. Jadi sebenarnya PPK sangat mengetahui siapa dibalik proyek ini,” tandasnya.

Sumber itu juga mengungkapkan, dari sisi kualitas pekerjaan juga bermasalah. Ahli konstruksi sudah memeriksa, dan diketahui pekerjaan tidak sesuai kontrak. “Ini kita terus dalami,” ujarnya.

Dugaan korupsi dalam proyek ini awalnya dilaporkan Direktur LIRA Maluku, Jan Sariwating ke Kejari Ambon, namun didiamkan. Ia lalu melaporkan ke Kejati Maluku.

Menurut Sariwating, dirinya melaporkan dua kasus tersebut kepada Kejari Ambon sejak akhir tahun 2019 secara terpisah. Namun hingga kini, kasus tersebut tidak diselidiki.

“Kami merasa kecewa dan tidak puas atas kinerja serta cara penanganan perkara oleh Kejari Ambon. Dua kasus yang dilaporkan, tidak ada tanda-tanda untuk diproses,” ujar  Sariwating melalui telepon seluler, Senin (1/6).

Ia mengatakan, merujuk pada UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan, jaksa memiliki tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan undang-undang.

“Jadi, dalam laporan ke Kajati, kami minta supaya kedua kasus ini segera diambil alih oleh pihak Kejati. Untuk selanjutnya diproses sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Sariwating.

Sariwating juga meminta Kajati Maluku menegur keras Kajari Ambon, Benny Santoso, karena sikap dan tindakan yang tidak mencerminkan seorang pemimpin yang dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat. (S-32)