AMBON, Siwalimanews – Kepala Badan Pengelola Keua­ngan dan Aset Daerah Zulkifli An­war mengaku penyewa lahan milik Pemprov Maluku di Pasar Mardika sudah mulai melunasi.

Setelah sejumlah pedagang mem­bayar sewa lahan dan bangunan kini giliran Bank Sentral Asia (BCA) Mardika yang membayar ke Pemprov Maluku.

“Kemarin BCA sudah setor uang sewa lahan dari tahun 2017-2018 dan 2019 sebesar Rp.125 juta ke kas dae­rah,” kata Anwar kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Rabu (14/10).

Lahan milik Pemprov Maluku sejak 2017 sudah selesai di kuasai oleh PT. Bumi Perkasa Timur dan di­kembalikan ke daerah pada 27 Feb­ruari 2017. “Sekarang pedagang mau­pun masya­rakat atau perusaha­an yang berada diatasnya harus mem­bayar sewa lahan dan bangu­nan ke kita dan bukan ke PT. Bumi Perkasa Timur lagi,” jelas Anwar.

Dikatakan, setelah dikembalikan, pemprov mulai gencar melakukan penarikan retribusi sewa lahan dan bangunan. Sebagian pedagang te­lah menyetor ke kas daerah dan kali ini bank BCA di Pasar Mardika yang membayar.

Baca Juga: Gustu Akui Ibadah di Gereja Sesuai Protokol Kesehatan

“Tiga tahun yang sudah dibayar dan diakhir bulan ini mereka akan menyelesaikan lagi pembayaran sewa untuk tahun 2020,” jelasnya.

Anwar mengakui kalau perhitu­ngan pem­bayaran sewa lahan dan gedung pre­sentasinya berbeda. Un­tuk lahan diberi­kan lima persen dan bangunan 10 persen.

“Luas lahan dan luas bangunan diba­gikan dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) baru kita ketahui, be­rapa yang harus dibayar oleh pe­nyewa, itu yang kita tarik sebagai sumber PAD kita yang baru,” ung­kap Anwar.

Milik Pemprov

Sebelumnya diberitakan, Pemerin­tah Provinsi Maluku memastikan tanah dan rumah toko (Ruko) di Terminal A2 Pasar Mardika merupakan aset milik Pemprov Maluku. Ke­pemilikan aset itu sejak 1986 dikelola oleh PT. Bumi Perkasa Timur dan telah berakhir pada 27 Februari 2017 dikembalikan ke Pemprov Maluku.

“Jadi sesuai dengan Keputusan Gubernur Maluku Nomor 82.a Tahun 2017, tanggal 27 Februari 2017, maka tanah dan bangunan rumah toko (Ruko) Mardika hasil perjanjian yang berada di atas Sertifikat Hak Pengelola Nomor 01 Tahun 1986 atas tanah seluas 60.690 meter kubik di Kelurahan Rijali, Kota Ambon, adalah milik Pemerintah Daerah Provinsi Maluku,” tegas Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Maluku Zulkifli Anwar kepada wartawan di kantor Guber­nur Maluku, Selasa (8/9).

Pemprov Maluku menurutnya, memiliki sekitar 200 lebih ruko yang ditempati oleh pedagang di pasar mardika namun sejak tahun 1986-2017 dikelola oleh PT. Bumi Perkasa Timur. “Klausul perjanjian dengan PT. Bumi Perkasa Timur sudah berakhir dan mereka tidak lagi memperpanjang kerja sama sehingga diambil ahli oleh Pemprov Maluku,” beber  Anwar.

Olehnya mulai tahun ini, para pedagang sudah menyetor pajak dan retribusi pe­ma­kaian ruko ke Pemprov Maluku. Lantaran dikelola Pemprov Maluku, pe­merintah juga telah membuat perjanjian dengan para pedagang terkait dengan biaya sewa.

“Kalau dulu, mereka sewa di PT. Bumi Perkasa Timur 20 atau 15 persen, kita turunkan untuk sewa tanah hanya 10 persen dan sewa bangunan lima persen. Dan mereka sudah bayar, sudah tidak ada masalah,” jelas Anwar.

Anwar mengatakan, sejauh ini sebagian pedagang telah menyetor retibusi ke kas daerah sebesar Rp.431 juta. Uang sewa sudah masuk di Bank Maluku dan sekarang bangunan ruko milik pemprov sudah ditertibkan,” tandasnya.

Dirinya menambahkan Ruko Batu Merah, 30 tahun lalu dikelola oleh PT Bumi Perkasa Timur. Dan 30 tahun selesai perjanjian pemanfaatan diambil alih oleh provinsi. “Secara hukum perjanjian sejak 26 Januari 2017, mereka tidak memper­panjang kerja sama didalam klausul, maka menjadi hak pihak pertama (Pemprov Maluku), itu secara otomatis di dalam hukum.

Anwar kembali menerangkan harga sewa yang diberikan kepada para pedagang bervariasi karena tergantung luas bangunan. Ada pedagang yang menempati ruko dengan luasan 20 meter persegi, dan 30 meter persegi.

Dan untuk jumlah ruko yang tidak dimanfaatkan lagi, menurutnya telah diinventarisir. “Kita juga kerja sama dengan perbankan, karena mereka juga ada keterkaitan untuk pinjaman ke bank, karena itu Hak guna bangunan (HGB). Kalau HGB tidak diperpanjang, maka bank juga tidak kucurkan kredit. Makanya lapor kepada pemilik, dan pemilik itu kita,” tandasnya. (S-39)