AMBON, Siwalimanews – Ahli Hukum Pidana Universitas Hasanuddin, Makassar Said Karim menyebut Tata Ibrahim adalah korban, bukan terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan TPPU BNI Ambon.

“Tata adalah korban,” kata Said Karim dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (24/11).

Karim mengatakan, Tata Ibrahim mengirim sejumlah uang ke Faradiba Yusuf sebagai dana modal dan hubu­ngan bisnis. Uang yang digunakan untuk modal belum dikembalikan se­penuhnya, dan ada keuntungan yang dijanjikan belum juga diserahkan ke Tata. Olehnya, mantan staf Divisi Humas Kantor BNI Wilayah Makassar ini adalah korban kejahatan Fara­diba.

“Jika belum sepenuhnya dikem­balikan maka dalam keadaan seperti itu, Tata adalah korban,” ujarnya.

Dalam perkara ini, menurut Karim, Tata Ibrahim harusnya berstatus se­bagai saksi. Alasannya, karena ada hubungan bisnis keperdataan anta­ra Tata dan Faradiba. “Posisinya, Tata yang dirugikan harus berstatus sebagai saksi,” ujarnya.

Baca Juga: Kasus Tukar Guling Lahan Perpustakaan Masih Dalam Penyelidikan

Dikatakan, Tata tidak dapat dikate­gorikan sebagai orang yang turut serta melakukan tindak pidana. Pa­salnya, terdakwa tidak tahu kalau jual beli cengkih itu fiktif. Selain itu, seorang bisa dikatakan pelaku tindak pidana jika dia memiliki niat awal untuk melakukan tindak pidana.

Menurutnya, Tata yang dijadikan terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur pidana untuk dikategorikan sebagai orang turut serta melaku­kan.  Hal tersebut diatur dalam pasal 55 ayat 1 KUHP. Dalam pasal ter­sebut, ada tiga kategori korupsi yakni ada orang yang melakukan tindak pidana, orang yang menyu­ruh melakukan, dan orang yang turut melakukan atau bersama-sama melakukan.

“Keuntungan yang diperoleh Tata karena hubungan bisnisnya dengan Faradiba yang dikirimkan melalui rekening, bukanlah tindak pidana. Hanya saja, itu adalah bisnis keperdataan, karena ada janji Faradiba menyebut akan memberi­kan keuntungan. Karena keuntu­ngan­nya itu adalah haknya. Jadi ini bukan tindak pidana,” tandas Karim.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejati Maluku, M. Rudy Cs membeberkan peran Tata Ibrahim dalam membantu Faradiba Yusuf membobol uang nasabah di BNI Ambon.

Pada Oktober 2018, Tata Ibrahim mentransfer uang sejumlah Rp. 98,8 miliar ke Faradiba. Faradiba lalu kembali mentransfer uang kepada Tata sebesar Rp. 80 miliar.

Jaksa membeberkan ada transaksi mencurigakan sejumlah ratusan hingga milyaran rupiah ke rekening adik, ponakan hingga perusahaan keluarga Tata Ibrahim.

Transaksi itu terlihat dalam transaksi mencurigakan yang terjadi di BNI KCP Aru sebesar Rp. 29,65 milyar pada 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019. Dalam tran­saksi itu tercatat pengiriman uang ke rekening atas nama M. Alief Fiqry dan Abdul Karim Ghazali, sebanyak lima kali.

  1. Alief Fiqry adalah ponakan Tata Ibrahim. Pada rekening milik­nya, uang sejumlah Rp. 5 miliar ditransfer pada 23 September hingga 2 Oktober 2019. Uang itu ditransfer lima kali, berturut-turut sebesar Rp. 1 miliar.

Sedangkan, Abdul Karim Ghazali adalah adik kandung Tata Ibrahim. Dia menerima transferan uang sebe­sar Rp. 4,6 miliar ke rekeningnya. Uang itu juga dikirim lima kali berturut-turut. Selain itu, pada rekening perusahaan Tata Ibrahim bernama CV. Reihan, terdapat transaksi hingga Rp. 72,9 miliar. Perusahaan itu bergerak dalam bidang katering. (S-49)