AMBON, Siwalimanews – Warga Negeri Titawai, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah menolak Ledia Hehamahua/Sabuburua sebagai Penjabat Kepala Pemerintahan Negeri Titawaai untuk ketiga kalinya.

Penolakan tersbeut dilakukan dalam aksi demonstrasi yang digelar pada Minggu (12/3) di Kantor Negeri Titawai, yang bertujuan untuk menuntut Pemkab Malteng agar membatalkan pelantikan Ledia Hehamahua/Sabuburua sebagai Penjabat KPN Titawaai.

Pasalnya para pendemo menilai Ledia yang menjabat selama tiga kali memimpin Negeri Titawaai dalam kapasitas sebagai Penjabat KPN Titawaai sejak tahun 2021, 2022 dan 2023 sangat tidak sesuai dengan tujuan dan etika pemerintahan.

Dimana tugas dan wewenang seorang Penjabat Kepala Pemerintahan selama tiga periode seharusnya dalam kurun waktu tersebut Negeri Titawaai telah mempunyai seorang raja definitif. Sayangnya, sampai saat ini Pemkab Malteng terkesan mendiamkan persoalan pemilihan Raja Titawaai definitif. Alhasil, masyarakat memprotesnya melalui aksi demo.

Informasi yang dihimpun Siwalimanews menyebutkan, menjadi kebiasaan warga di Titawaai, rapat negeri kerap dilangsungkan pada hari Minggu, itu pun usai pelaksanaan ibadah Mingu di gereja.

Baca Juga: Usut Korupsi Pengadaan Aplikasi Simdes, Jaksa Cerca Plt Sekda Bursel  

Rapat sejatinya digelar untuk membahas dan mengevaluasi kinerja penjabat, termasuk penggunaan dana-dana desa dan lainnya. Ledia Hehamahua/Sahuburua selaku Penjabat KPN diundang melalui surat yang dilayangkan saniri kepada yang bersangkutan guna mengikuti rapat dengan unsur perangkat negeri dan masyarakat.

Namun undangan Saniri Negeri itu tidak diindahkannya dengan alasan hari Minggu merupakan hari libur dan masyarakat Titawaai mayoritas Kristen, sehingga tidak menghadiri undangan rapat dengan Saniri maupun tua-tua adat.

Sikap diam Ledia mengundang masyarakat bereaksi dan melakukan aksi demo. Tak butuh waktu lama, aksi demo tersebut viral di media sosial. Sejumlah akun facebook memposting protes masyarakat Titawaai terhadap kepemimpinan Ledia.

Nampak Kapolsek Nusalaut, Danramil dan Camat Nusalaut ikut menyaksikan aksi demo itu. Ironinya, ada teriakan warga untuk mengusir Ledia keluar dari Negeri Titawaai jika yang bersangkutan tidak mundur secara elok dari jabatannya.

Salah satu pendemo beralasan Ledia saat ini berstatus Nyonya Hehamahua, meskipun yang bersangkutan asli anak Negeri Titawaai.

“Dia sudah kawin keluar kenapa musti pertahankan dia di negeri, memangnya tidak ada anak negeri yang lain yang lebih berkualitas,” teriak para pendemo.

Koordinator aksi, Frejon Nahuwaay kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Minggu (12/3) menjelaskan, warga Titawai melakukan protes kepada Ledia Hehamahua/Sahuburua lantaran yang bersangkutan dalam menjalankan roda pemerintahan terkesan  arogan dan tidak beretika.

“Sejak menjabat, yang bersangkutan kinerja buruk, tidak beretika. Jadi seorang pemimpin tapi suka gosip warga dan tidak segan-segan mengatai-ngatai warg tanpa perasaan. Itu bukan tipe pemimpin. Itu perempuan-perempuan yang suka gosip/kepoin orang. Dia tidak pantas dipertahankan Bupati Maluku Tengah. Tidak ada wibawa pemerintah kalau yang bersangkutan masih dipertahankan memimpin Negeri Titawaai dalam kapasitas sebagai penjabat,” ujar Nahuwaay.

Tidak hanya itu, menurut Nahuwaay, selama menjabat, Ledia tidak transparan dalam mengelola ADD/DD. Olehnya, masyarakat Titawaai meminta kepada Pemkab Malteng batalkan pengangkatan yang bersangkutan kembali menjabat Kepala Pemerintahan Negeri Titawaai tahun 2023.

Posisi jabatan KPN Titawaai yang diemban Ledia hingga ketiga kali menuai kecurigaan masyarakat terhadap Pemkab Malteng. Diduga ada lingkaran setan di lingkup Pemkab Malteng yang sengaja mempertahankan oknum-oknum tertentu dalam jabatan sebagai KPN lantaran fulus alias setoran mulus.

Pemerintah Kabupaten Malteng juga harus realistis, sebab pengangkatan Penjabat KPN di wilayah Kabupaten Malteng selaku negeri-negeri adat tujuannya untuk mempersiapkan raja definitif dan bukan saja untuk mengelola ADD/DD atau bantuan-bantuan sosial lainnya di desa atau negeri.

Penjabat KPN harus selalu memegang teguh aturan yang berlaku dan menjalankan pemerintahan dengan penuh tanggung jawab serta berorientasi pada kepentingan keseluruhan masyarakat sampai dengan terpilihnya kepala desa definitif.

“Selain itu Penjabat KPN agar melaksanakan konsolidasi penyelenggaraan pemerintahan negeri dengan semangat kemitraan dan sinergitas yang baik dengan para perangkat desa atau negeri dan badan pemusyawaratan desa serta unsur lainnya yang ada di negeri,’ tandasnya.

Menyikapi teriakan pendemo tersebut, Frejon Nahuawaay selaku Koordinator Demo menilai wajar-wajar saja. Sebab masyarakat Titawaai sudah gerah dengan kepemimpinan yang bersangkutan dan terkesan tidak beretika itu.

“Saya kira riak-riak yang disampaikan warga Titawaai terhadap Ledia Hehamahua/Sahuburua itu sah-sah saja. Itu bagian dari akumulasi masyarakat yang selama ini tidak tahan dengan sikap dan cara kepemimpinan yang bersangkutan. Kalau dia dipertahankan sampai 2023 katakanlah seperti itu, apakah tidak ada anak Negeri Titawaai yang punya kompetensi dan kualitas dalam  memimpin. Coba Pemkab Malteng menelisik, banyak kok anak-anak negeri yang saat ini berkarier di Pemkab Malteng, kenapa harus pertahankan Ledia yang notabane sudah pensiun,” tanya Nahuwaay.

ia menuturkan, sebelum aksi demo, rapat di Baileo melibatkan masyarakat, saniri negeri dan tua -tua Adat, kepala soa dan penjabat, tetapi penjabat tidak hadir dan akhirnya keadaan memanas.

“Karena ibu Ledia tidak hadir, maka kita kembali kepada poin deklarasi penolakan penjabat hasil rapat beberapa waktu yang lalu. Dari situ ke kantor negeri dengan tujuan melakukan pemalangan terhadap kantor negeri sekaligus pembekuan sementara seluruh administrasi pemerintahan agar mendapatkan perhatian dari pemkab. Pemalangan tidak dilakukan tetapi digantikan dengan pencabutan papan nama kantor negeri sebagai simbol bahwa gedung itu bukan lagi kantor negeri dan seluruh aktivitas kantor dibatalkan,” bebernya.

Frejon mengaku, alasan tidak dilakukan pemalangan yakni, Penjabat KPN Ledia Hehamahua/Sahuburua tidak menghadiri undangan saniri negeri untuk rapat di Baileo.

Saat pendemo mendatangi Kantor Pemerintah Negeri Titawaai, Penjabat KPN sengaja  menampakan wajah dan situasi berubah memanas. Namun hal itu dapat dieliminir sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan alias anarkis.

Berikut sejumlah poin yang menjadi tuntutan pendemo antara lain, KPN Ledia Hehamahua/Sahuburua segera mempertanggungjawabkan aset negeri sejak mulai bertugas tahun 2021 sampai sekarang. Mengharapakan pihak penegak hukum Polda Maluku dan Kejati Maluku segera melakukan upaya hukum lanjutan terhadap seluruh penyalahgunaan dana desa sejak tahun 2016-2021.

Menyikapi persoalan dana desa yang bergulir sejak 2016 sampai sekarang, menurut Frejon masyarkat Negeri Titawaai muak dan marah, sebab Pemkab Malteng mampu mengeksekusi jabatan seseorang sebagai Penjabat KPN hingga tiga periode, tapi untuk pemilihan raja definitif tak kunjung dilakukan.

“Kenapa masyarakat keberatan ke Ledia, karena sebagai seorang pimpinan, tidak bisa memilah mana masalah pribadi dan masalah kantor. Dia suka membawa diri masuk kepada rana pribadi orang, ini kan tidak punya etika. Etika dibawah standar,” sesal Frejon.

Hal lainnya, selain dugaan menyalagunakan ADD/DD, bantuan-bantuan sosial seperti BLT, yang bersangkutan lebih mementingkan keluarganya.

“Justru karena mengutamakan masalah keluarga akhirnya persoalan dana desa merembet, karena lebih mengutamakan keluarga dekat dalam pemberian bantuan sosial,” ungkap Frejon.

Ia beraharap, Pemkab Malteng lebih professional dalam menyikapi kasus Titawaai. Kasus pemilihan Raja Titawaai cukup pelik, karena itu sebaiknya Pemkab Malteng mengangkat Penjabat KPN adalah figur yang professional dan memahami tugas dan wewenang dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Kasus Titawaai ini pelik bukannya meremehkan, tapi sebaiknya jangan perempuanlah, paling tidak figur itu harus professional, punya SDM yang mumpuni dan mampu untuk merangkul masyarakat Titawaai,” harapnya.(S-07)