AMBON, Siwalimanews – Agenda lima tahunan Gereja Protestan Maluku, akan mulai digelar Minggu (7/2). Dalam Sidang Si­node ke-38, banyak isu pen­ting yang manarik di­bahas, selain pemimpin GPM baru.

Yang tak kalah pentingnya adalah ha­rap­an warga ge­reja agar si­dang juga bisa melakukan eva­luasi program kerja dan pela­yanan MPH Sinode 2015-2020, membahas kebijakan umum anggaran dan belanja orga­nisasi selama kurun waktu lima tahun kedepan, termasuk me­ne­tapkan keputusan-kepu­tus­an gerejawi lainnya.

Disisi lain, warga gereja ber­harap ada figur baru yang me­nyejukkan dari hasil Sidang Sinode yang dihelat hingga Ming­gu (14/2), di Gedung Gereja Maranatha Ambon.

Ketua Klasis Buru, Pendeta Wen Lesbassa mengatakan, me­mang sidang senode meru­pa­kan sidang gerejawi di GPM yang dalam pemahaman gereja ini menjadi wujud dari pergumulan bersama, bu­kan saja bagi para pendeta tetapi juga bagi seluruh umat dan pelayan, sehingga menyikapi realitas berge­re­ja beberapa waktu terakhir ini dan tantangan-tantangan gereja ke depan.

“Diharapkan Sidang Sinode ini bisa menghasilkan keputusan yang bukan saja menolong pelayan tetapi juga menolong warga gereja dan gereja itu sendiri, karena kondisi-kondisi yang kita hadapi,” kata Les­bassa, kepada Siwalima, saat dihu­bungi melalui telepon selulernya, Kamis (4/2).

Baca Juga: 238 CPNS Pemprov Terima SK 80 Persen

Menurut dia, saat ini postur ke­pemimpinan GPM ke depan yang dibutuhkan adalah pemimpin yang relevan.

“Pemimpin yang relevan itu arti­nya kita punya kondisi seperti ini, tan­tangan bergereja kedepan, dan ke­pe­mimpinan yang lahir dari per­gumulan ini mestinya bisa menjawab tantangan-tantangan dan kebu­tuh­an pelayanan tetapi juga arah GPM ke depan,” ujarnya.

Menurutnya, bukan soal figur siapa yang akan menjadi Ketua Si­node tetapi warga gereja pun ber­harap kepemimpinan yang diha­silkan dari Sidang Sinode ini adalah kepemimpinan yang betul-betul bisa menjawab seluruh tantangan yang dihadapi.

“Warga Gereja butuh pemimpin yang betul-betul bisa menjawab se­luruh tantangan dan pesoalan yang dihadapi,” katanya.

 Tingkatkan Peran

Emiritus Pendeta Jafet Damamain berharap, ke depan GPM mesti terus meningkatkan perannya sebagai gereja yang memberitakan kabar baik di tengah masyarakat Maluku yang terus bergumul mengatasi masalah kemiskinan, kebodohan, keterisola­sian, dan ketertinggalan

Dengan demikian, katanya, tekad GPM untuk memberitakan telah tibanya tahun rahmat Tuhan bisa menjadi terwujud nyata.

“Secara khusus, di tengah kondi­si masyarakat yang mengalami kesu­litan dalam berbagai bidang kehi­dupan kareana Covid-19, GPM harus berperan aktif bersama-sama peme­rintah dan pemangku kepenti­ngan lainnya untuk mempromosikan urgennya vaksinasi dan menjaga protokol kesehatan demi melindungi diri sendiri dan sesama manusia sebagai pemenuhan hukum Kristus: Kasihlah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,” ungkap Damamain, kepada Siwalima, melalui pesan sing­katnya, Kamis (4/2).

Gembala dan Orang Tua

Pendeta Steven Atihuta menga­ta­kan, yang nantinya menahkodai ke­pemimpinan lima tahun yang akan datang, bukan hanya sebagai pe­mim­pin tetapi juga adalah gembala dan menjadi orang tua bagi seluruh pendeta yang ada di jemaat dan menjadi orang tua bagi seluruh umat.

“Itu artinya kita butuh pemimpin yang merangkul, kepemimpinan yang betul-betul memiliki kepedu­lian terhadap tanggung hawab pela­yanan yang berlangsung di jemaat-jemaat dan klasis maupun seba­gai­nya. Artinya memang pemilihan yang berlangsung dalam sidang sinode itu mestinya dipisahkan de­ngan pemilihan-pemilihan lain, memilih orang untuk menjadi pemim­pin gerejawi betul-betul memilih orang yang menjadi gembala dan bisa bicara membuka ruang publikasi dengan siapapun, orang yang tidak menggunakan power untuk mem­berikan hukuman kepada orang lain,” tandas Atihuta, kepada Siwa­lima, melalui telepon selulernya, Kamis (4/2).

Walaupun akan berlangsung pe­mi­­lihan, kata dia, yang  juga se­mentara didoakan supaya bukan saja yang ikut dalam Sidang Sinode sebagai peserta biasa yang memilih tetapi Tuhan berkarya terhadap seluruh peserta agar dapat memilih pe­mimpin yang baik lima tahun kedepan, sebab keberlangsungan ge­reja ini ditentukan dalam per­sidangan sinode.

“Kalau salah memilih pemimpin maka kita akan mengalami hal yang suram kedepan,” cetusnya.

Dianggap Gagal

Dihubungi terpisah, pendeta Pieter Leiwakabessy berharap, Ke­tua Sinode terpilih untuk periode lima tahun mendatang ini harus muka baru, wajah baru dan kelakukan juga harus baru karena kemepimpinan periode ini dianggap gagal dan mem­buat banyak luka.

“Banyak problem yang terjadi dan tidak tuntas khususnya pena­ng­anan masalah gereja. Kepemim­pinan ini tidak bisa mengatasi per­soalan umat, jiwa patoralia mereka tidak ada sehingga umat banyak yang berpindah ke gereja saudara karena pendekatan tidak pende­katan pastoral sebagai seorang hamba ke­pada anaknya tetapi pendekatannya adalah pendekatan birokrat, pemim­pin yang otoriter dan tidak peduli ke­pada warga gereja lain karena itu harus muka baru, wajah baru dan kelakukan baru,” tandas Leiwaka­bessy, kepada Siwalima, melalu telepon selulernya, Kamis (4/2).

Kata dia, siapapun yang nanti terpilih, yang pasti adalah anak gereja yang baik dan dia yakin sung­guh pasti ada banyak orang baik di GPM.

“Pemimpin yang usianya sudah melewati batas pensiun itu harus tahu diri dan gentleman dan harus mundur secara teratur, menunjukan wibawa dan kebesaran hatinya. Kalau orang yang sudah melewati batas usia 58 tahun dan tidak mau mundur itu ambisius dan kalau am­bisius berarti didalam ada kepen­tingan serta kekuasaan,” katanya.

Leiwakabessy pun membeberkan kegagalan kepemimpinan periode ini karena tidak bejus dan tidak mampu mengatasi masalah apalagi telah membuat banyak luka dan membuat bekas yang bagi umat dan gereja.

“Fakta gagal itu, masalah keua­ngan tidak transparan dan mem­beng­kak sampai milyaran rupiah berarti kepemimpinan ini tidak becus untuk mengatasi masalah hingga tuntas dan tidak transparan dalam penyelesaian dan sampai sekarang tidak teraungkap akar persoalannya dimana, tidak terungkap dan harus dipertanggungjawabkan dalam Si­dang Sinode,” bebernya.

Hal senada diungkapkan emiritus Pendeta Chris Sahetapy. Mantan Ketua Klasis Pp Lease dan mantan pimpinan Departemen Sinode GPM ini mengatakan, ada beberapa hal yang diminta dalam persidangan Sinode GPM.

Hal pertama yang diharapkan Sahetapy, adalah ketua klasis dan peserta Sidang Sinode yang semen­tara bergumul dengan berbagai per­soalan gereja dan keumatan ini harus bisa keluar dari zona nyaman.

“Kenapa  harus keluar dari zona nyaman karena selama ini ketim­pangan-ketimpangan tidak menda­pat tanggapan dan kritikan serta perbaikan yang dilakukan dengan baik oleh pemimpin tingkat klasis dan jemaat dan jika peserta Sidang Sinode yang hadir. Ini juga seolah-olah menutup mata dari berbagai ketimpangan yang dibuat oleh MPH Sinode, maka jelas itu telah melang­gar aturan gereja dan telah bertindak sebagai penguasa di gereja,” je­lasnya.

Kata Sahetapy, kalau orang bertindak di luar ketentuan gereja maka itu penguasa bukan pelayan.

Dia lalu mencontohkan pendeta yang harus pensiun tapi diper­panj­ang sampai tiga tahun.

“Itu kan me­langgar aturan kemu­dian mekanisme yang dilakukan dalam pelanggaran-pelanggaran ter­masuk masalah-masalah umat yang keluar dari gereja karena tidak dila­yani dengan baik,” tambah mantan Anggota DPRD Maluku ini.

Ia lalu menunjuk masalah peme­karan Jemaat Passo yang tidak men­dapatkan penanganan yang baik sehingga ratusan umat GPM ber­pindah ke gereja saudara. Pula ada masalah perbendaharaan gereja yang tidak ditangani dengan baik.

“Saya menilai MPH ini sudah tidak layak apalagi ketua sinode sudah pensiun tiga tahun lalu dan sesuai aturan harus pensiun tetapi ada selintingan bahwa beliau akan maju lagi maka itu salah, itu melang­gar dan membuat preseden buruk dalam bergereja, oleh sebab itu ber­i­kanlah kesempatan bagi kader-kader baru untuk bergumul,” harap­nya.

Karenanya, dia meminta agar suasana Sidang Sinode kali ini harus mengutamakan pesan tobat karena pesan tobat itu kepada pelayan dan umatnya untuk bertobat agar memi­lih itu dengan kemurnian hati, de­ngan pemikiran jernih dan tidak ada kepentingan karena memilih ini bukan saja ketua sinode tetapi me­milih MPH.

“Mereka ini adalah team work ko­legial sehingga peserta sidang harus memilih pemimpin yang spiritual, pemimpin yang bekerja dengan iklas dan tulus, menjauhkan diri dari masalah-masalah yang sebetulnya melemahkan gereja ini,” ujarnya.

Lagi-lagi Sahetapy menekankan, seorang pemimpin gereja itu harus keluar dari zona nyaman dan tidak boleh mengambil kesempatan men­jadi pemimpin hanya untuk bisa men­jadikan tempat berlaba atau meng­ambil keuntungan karena memimpin harus dengan keiklasan dan keren­dahan hati serta memimpin dengan roh Tuhan.

Komunikatif

Emiritus Pendeta Hery Lekahena mengatakan, gereja merupakan orga­nisasi yang ada pada kuasa kendali Tuhan, artinya Tuhan punya renca­na untuk gereja, pastinya akan ada pemimpin yang dapat menjadi pelayan yang menghamba.

“Kita hanya bisa menyerahkan segala sesuatu kepada roh Kudus, sehingga dapat membuka hati kita untuk bagaimana bisa melihat siapa yang akan dipilih untuk menjadi pimpinan bukan untuk manusia te­tapi untuk kemuliaan nama Tuhan,” ujarnya, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Kamis (4/2).

Walaupun, sampai saat ini me­mang belum adanya figur untuk menjadi calon ketua MPH Sinode GPM Periode 2021-2026 namun di­harapkan pemimpin yang terpilih nantinya mampu membangun komu­nikasi dengan semua pihak.

“Orang yang menjadi pemimpin harus menjadi hamba seperti Yesus adalah hamba untuk umat manusia, bahkan dapat menjadi gembala un­tuk umatnya. Menjadi pemimpin pastinya harus mampu membangun komunikasi dengan semua pihak baik dalam ruang lingkup GPM mau­pun juga dengan agama lain,” pintanya.

Sementara itu, emiritus Pendeta Nick Sahetapy mengatakan, sebagai pendeta senior GPM, dia berharap pimpinan sinode ke depan memiliki kualitas dan integritas yang tinggi.

“Diharapkan pula dalam ke­pe­mimpinannya tidak mengandalkan intelektualnya tapi justru meng­an­dalkan hikmat Tuhan,” katanya.

Kata dia, jika ada informasi pe­ta­hana mau maju padahal sudah pen­siun dan sesuai aturan itu tidak bisa.

“Memang saat ini dia pegang ke­kuasaan sehingga dia mengha­lalkan berbagai macam cara, apalagi dia su­dah melakukan pendekatan-pende­katan ke klasis-klasis dan ini tidak baik sehingga kita berharap supaya yang pensiun itu jangan lagi karena diharapkan ada pemimpin baru, yang memiliki kualitas dan integritas tinggi bagi gereja ini,” harapnya. (S-16)