AMBON, Siwalimanews – Gereja Protestan Maluku adalah         gereja yang berasal dari indische kerk atau gereja Protestan Indonesia.

Indische kerk adalah gereja yang dibangun oleh VOC sejak tahun 1602-1800. Saat itu semua biaya pelayanan yang dibutuhkan gereja menyangkut pembangunan, penerbitan bacaan serta pembiayaan gaji para pendeta dan “penghibur orang sakit” dibayar VOC, seperti dilansir dalam blog Giafidrisa.

Semua itu dilakukan VOC ka­rena ia adalah penguasa Kristen sehingga ge­reja hindia Belanda di sebut “gereja negara”.

Mengikuti gereja induknya di Be­landa, maka gereja yang di­bentuk oleh VOC di Maluku ber­corak calvi­nis­me. Saat itu gereja di Maluku be­lum mandiri lepas dari pemerintah VOC.

Selama hampir dua setengah abad, Gereja di Maluku mengalami proses perkembangan dengan pembagian sebagai berikut:

Baca Juga: HMI-PMII Tuding DPRD Buru Utamakan Kepentingan Proyek
  1. Tahun 1540-1605, usaha misi portogis serta pengkristenan yang pertama
  2. Tahun 1605-1815, gereja di Ma­luku dibawa pemerintahan VOC sam­pai 1800-an dan jangkah pen­dek yang berikutnya di bawah peme­liharan pekabaran Inggris (1814-1817)
  3. Tahun 1815-1864, hidupnya kem­bali gereja di Maluku oleh usaha pekabaran injil NZG dalam kerja­samanya dengan gereja protestan.
  4. Tahun 1864-1935, gereja di Ma­luku di bawah pimpinan gereja protestan serta perkembangan­nya.

Pada rapat GPI tahun 1933 di Jakarta, ditetapkan pemisahan GPI dari negara secara administrasi tetapi perpisahan secara keuangan masih ditangguhkan. Sebelum rapat tersebut pada tanggal 19 Mei 1933 di Maluku telah dibentuk badan sinode dan mengadahkan sidang pada tanggal 24-27 Maret 1933 yang membicarakan tetang:

– Nama Gereja Maluku-Gereja Maluku Injili (GMIA)

– Tata gereja GMIA

Proto Sinode yang ke dua ber­langsung pada tanggal 7 Desember 1933 yang membi­carakan:

– Usul problem tata gereja

– Usul problem nama GMIA menjadi GPM

– Membicarakan surat terbuka AMK (autonome Maluksche kerk) dan komite ummum menyangkut bentuk dan tata gereja

Hingga sidang proto terakhir 5 september 1935 yang mem­bicarakan tentang:

– Penyerahan kepemimpinan kependetaan GPI Resort Amboina kepada pemimpin Badan Pekerja Sinode GPM

– Diterima dan diber­lakukan tata gereja GPM yang sudah disahkan oleh GPI

– Acara upacara pelan­tikan GPM tanggal 6 September 1935

– Acara persidangan sinode pertama pada tang­gal 7 september 1935

Setelah berdiri pada ta­nggal 6 september 1935, ma­ka pengesahannya dila­ku­kan pada tahun 1936, ber­sama-sama dengan tata gereja.

Ketua Sinode GPM yang pertama adalah Pdt JE Stap dan Wakil ketua Pdt Tutu­arima.

Struktur Badan Pekerja Sinode pada saat itu ber­anggota 10 orang, 7 dian­taranya pendeta.

Dibentuklah 7 klasis yaitu: Ambon, Lease, Seram Barat, Seram Timur, Banda, dan Tarnate serta Ambon Kota.

Selain itu terdapat wilayah yang merupakan bagian dari GPM yaitu: Pulau Aru, Pulau Kei, Pulau Ta­nimbar, Barbar, Kisar, dan Irian Barat. Selanjutnya kelima wilayah ini menjadi klasis sedangkan Irian barat menjadi sinode tersendiri

Selama kurun waktu 1935-1942 baik pendeta, ketua resort kepe­mimpinan maupun ketua sinode GPM berasal dari gereja di Belan­da karena pendidikan mereka dan karena mereka di angkat oleh GPI.

Pada Tahun 1942, setelah Je­pang menduduki Indonesia, ketua Sinode ditawan karena berke­bang­saan Belanda, maka Badan Pe­kerja Sinode yang berkebangsaan Indonesia mengambil alih kepe­mimpinan gereja sampai terpi­lih­nya ketua Sinode Pertama orang Indonesia di zaman Jepang yaitu,  Pendeta S Marantika.

Saat ini GPM mempunyai 34 klasis, yang tersebar di Maluku Utara  dan Maluku.

(febby koenoe, berbagai sumber)