Warga Dukung KPK
Jadikan Walikota Tersangka Gratifikasi dan TPPU
AMBON, Siwalimanews – Pujian dan apresiasi bertubi-tubi datang dari warga Kota Ambon, untuk hasil kerja keras yang diperlihatkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Langkah KPK yang telah menjerat Walikota Ambon Richard Louhenapessy dalam kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi pembangunan sejumlah gerai Alfamidi itu sontak menuai pujian warga.
Akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo mengatakan walaupun KPK belum secara resmi mengumumkan penetapan tersangka Walikota Ambon dan oknum-oknum lainya dalam kasus korupsi, namun langkah tersebut harus didukung penuh oleh masyarakat.
“Ini langkah baik yang ditunjukkan oleh KPK dalam rangka pemberantasan korupsi di Kota Ambon,” ungkap Wadjo saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (4/5).
Dikatakan, ketika dalam surat panggilan saksi-saksi telah dicantumkan status tersangka maka secara tidak langsung KPK telah mengantongi dua alat bukti dalam kasus dimaksud dan hanya menunggu waktu yang tepat untuk diumumkan kepada publik.
Baca Juga: 424 Napi di Maluku Terima Remisi, Satu BebasDalam menetapkan seseorang termasuk pejabat dalam kasus tindak pidana korupsi, KPK tentu akan sangat berhati-hati sebab konsekuensinya terhadap penetapan tersebut dapat diajukan gugatan praperadilan yang dapat ditempuh oleh tersangka.
“KPK ini kan lembaga hukum juga jadi dalam menetapkan tersangka sudah pasti KPK sangat hati-hati dan kalau dalam surat panggilan saksi-saksi sudah ada tersangka maka KPK sudah mantap mendapatkan dua alat bukti,” tegasnya.
Terhadap persoalan ini, Wadjo meminta KPK untuk mengungkapkan semua pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, artinya tidak hanya sampai pada walikota dan stafnya melainkan semua pihak yang terlibat agar ada efek jera.
Telusuri Aliran Dana
Sementara itu, praktisi hukum Nelson Sianressy selain memberikan apresiasi bagi lembaga anti rasuah tersebut, ia juga mendesak KPK untuk menelurusi semua aliran dana sebagai bagian dari dugaan gratifikasi yang menjerat para tersangka.
Dikatakan, jika walikota bersama Kepala Perwakilan Regional Alfamidi dan Andrew Erin Hehanussa, honorer di Pemkot Ambon telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi gerai Alfamidi, berarti KPK memiliki cukup bukti yang kuat.
Indikasi gratifikasi tersebut harus juga ditelurusi KPK aliran dananya kepada pihak mana-mana saja yang menerima maupun yang memberi.
Dengan ditetapkannya Walikota sebagai tersangka dan pihak lainnya, lanjut Sianressy, KPK juga diharapkan menelusuri seluruh aliran dana.
“Artinya KPK harus juga telusuri semua aliran dana itu terkait dengan gratifikasi itu. Dan dengan ditetapkan tersangka itu berarti KPK sangat diakui kinerja untuk mengusut kasus-kasus korupsi, dan harus usut semua orang yang menerima grartifikasi itu,” ujar mantan calon Komisioner KPK ini saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (4/5).
Sianressy meminta, lembaga anti rasuah ini bertindak adil dan tidak tebang pilih ataupun melindungi pihak-pihak manapun, dimana dugaan gratifikasi tersebut harus diusut hingga tuntas baik pihak yang memberi ataupun juga yang menerima.
“Kami berharap supaya KPK untuk menjerat tersangka-tersangka lain, siapapun yang menerima dan memberi harus ditelusuri,” pintanya.
Dia yakin, KPK akan bertindak serius dan tidak melindungi siapapun dalam kasus dugaan korupsi, pihak manapun yang menerima aliran dana gratifikasi gerai Alfamidi ini pasti ditelusuri.
“Baik keluarga ataupun siapun, siapapun yang menerima, yang memberikan harus diusut KPK sampai ke akar-akarnya. Siapapun yang menerima aliran dana itu atau menampung aliran dimanapun baik itu keluarga atau tidak, harus diminta pertanggungjawaban,” tegasnya.
Tak Kebal Hukum
Praktisi hukum Rony Samloy menjelaskan KPK sebagai lembaga penegak hukum dalam kaitan dengan tindak pidana korupsi sesungguhnya sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka sudah pasti berdasar data dan alat bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Artinya, ketika KPK dalam menentukan status dari Walikota Ambon Richard Louhenapessy cs tentunya telah melalui suatu proses yang cukup panjang dengan tetap memperhatikan dua alat bukti yang cukup berdasarkan hukum acara KPK.
“Yang pasti ketika KPK menentukan status dari seseorang termasuk Walikota Ambon sudah tentu KPK telah memiliki dua alat bukti yang sah berdasarkan hukum acara, sehingga dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Samloy.
Menurutnya, persoalan KPK belum mengumumkan secara tegas status tersangka yang disandang Walikota Ambon dan Cs merupakan persoalan teknis yang sesungguhnya hanya tergantung dari pimpinan KPK sehingga tidak menjadi penghalang bagi KPK dalam melakukan tindakan hukum.
Karena itu, Samloy memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap langkah KPK yang selama ini bekerja keras dalam mencari dan mengumpulkan alat bukti dalam rangka menuntaskan kasus korupsi yang selama ini terjadi di Maluku.
Apalagi imbuhnya, selama ini para pejabat daerah baik Kabupaten maupun Kota merasa kebal hukum karena belum disentuh oleh KPK dan mengakibatkan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain terus terjadi.
Samloy berharap langkah KPK ini bukan saja menyasar Kabupaten Buru Selatan dan Kota Ambon saja melainkan seluruh kabupaten dan kota termasuk pemerintah Provinsi Maluku agar dapat membongkar praktik-praktik korupsi yang selama ini terjadi.
Jadi Tersangka KPK
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy sebagai tersangka.
KPK menduga Walikota dua periode ini menerima hadiah atau janji terkait persetujuan prinsip pembangunan sejumlah gerai Alfamidi tahun 2020.
Selain RL, sebutan akrabnya, KPK juga menetapkan Amri, Spd, SH, MH, Kepala Perwakilan Regional Alfamidi dan Andrew Erin Hehanussa, honorer di Pemkot Ambon.
Status RL sebagai tersangka diketahui dari surat panggilan kepada sejumlah saksi untuk diperiksa dua hari terakhir, di Polresta Pulau Ambon PP Lease.
Surat tersebut diteken mantan Kapolres Ambon Didik Agung Widjanarko, yang kini menjabat sebagai Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, tertanggal 22 April 2022.
Pada surat berlogo KPK itu, para saksi yang dipanggil, diharuskan datang menghadap penyidik KPK untuk didengar keterangannya dalam perkara tindak pidana korupsi, yang dilakukan oleh tersangka Amri, SPd, SH, MH.
Tersangka Amri diduga memberi hadiah atau janji terkait persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi kepada RL.
Selain itu, KPK menyebutkan, tindak pidana korupsi yang dikakukan oleh tersangka RL selaku Walikota Ambon bersama-sama dengan tersangka Andrew Erin Hehanussa, yaitu menerima menerima hadiah atau janji terkait persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Ambon.
Dalam surat tersebut, Walikota Ambon dua periode itu diduga bersama kawan-kawan menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 12B UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, dalam surat itu, disebutkan bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka RL selaku Walikota Ambon bersama tersangka Andrew Erin Hehanussa dan kawan-kawan yaitu, menerima gratifikasi yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Kasus TPPU juga diduga dilakukan oleh tersangka RL selaku Walikota Ambon periode 2011-2016 dan periode 2017-2022 dalam hubungannya dengan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang asing atau surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya, atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan atau, menyembunyikan atau menyamarkan asal usul sumber, lokasi peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya, atas harta kekeyaan yang diketahuinya, atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan atau pasal 4 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jadwal Periksa
Sebelumnya Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, dijadwalkan memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (28/4) lalu.
Walikota dua periode itu dipanggil KPK terkait kasus dugaan korupsi dan gratifikasi yang didapat selagi menjabat.
Sumber Siwalimanews di KPK, menyebutkan, lembaga anti rasuah itu menyasar walikota terkait gratifikasi dalam pembanguanan sejumlah gerai Alfamidi di Kota Ambon.
“Diperiksa soal gratifikasi dalam pembangunan gerai Alfamidi di Ambon,” ujar sumber itu.
Masih kata sumber tadi, RL, sebutan akrab Richard, mestinya diperiksa beberapa hari lalu, namun mantan Ketua DPRD Maluku itu mangkir dengan alasan sedang berobat di Singapore.
“Karena ijin sakit, akirnya dia dipanggil untuk menghadap penyidik pagi ini pukul 10.00 WIB di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta,” tambah sumber itu.
Sumber itu juga menyebutkan, penyidik KPK sudah lama mengincar RL terkait dugaan korupsi dan gratifikasi.
Disamping menggarap kasus Tagop di Bursel, mereka juga intens menguliti kasus yang ada di Kota Ambon.
Rabu (27/4) siang, lanjut sumber itu, penyidik sudah memeriksa delapan kepala dinas di lingkup pemkot. Pemeriksaan berlangsung di Markas Brimob Polda Maluku, Tantui, Ambon. “Diantaranya Kadis PU Melianus Latuihamallo dan Kadis Sosial Nurhayati Jasin ujar sumber itu.
Selain Kepala Dinas, penyidik KPK juga mencecar Novy Warela, salah satu orang dekat RL. Karena kedekatan keduanya, Warela konon disebut-sebut sering ditugasi RL untuk menangani hal-hal yang bersifat rahasia.
Janji Transparan
Sementara itu, Juru Bicara KPK Ali Fikri yang dikonfirmasi enggan berkomentar. Ia hanya berjanji akan memberi informasi lebih lanjut terkait perkembangan kasusnya secara utuh kepada masyarakat.
Fikri minta masyarakat untuk bersabar, karena tim penyidik KPK sementara melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi maupun tersangka dalam kasus tersebut.
“Pada saatnya nanti jika kegiatan cukup, kami pastikan akan kami informasikan kepada masyarakat secar utuh dan lengkap,” ujar Fikri saat dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsapp, Kamis (28/4).
Terkait dengan penetapannya sebagai tersangka, siwalima masih berusaha mendapatkan konfirmasi langsung dari RL, maupun pejabat lain di Pemkota Ambon melalui WhatsApp maupun telepon seluler, namun hingga berita ini naik cetak, mereka belum merespon. (S-20)
Tinggalkan Balasan