Walikota: Silakan Polisi Usut
Temuan Mark Up di Satgas Covid
AMBON, Siwalimanews – Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengklaim tidak ada mark up yang dilakukan Satgas Covid-19.Ia mempersilakan kepolisian untuk melakukan pengusutan.
Walikota menegaskan dirinya telah mengingatkan seluruh pejabat di Pemkot Ambon agar jangan coba-coba memakan dana Covid-19.
“Kalau memang ada indikasi bahwa itu ada mark up silakan diproses hukum, karena saya sudah bilang seluruh pejabat, tidak terkecuali jangan coba-coba menikmati dana covid ini untuk kepentingan pribadi maupun keluarga. Jangan coba-coba, karena itu saudara akan tanggung itu bukan hanya untuk saudara, tapi anak cucu juga akan menerima beban itu,” tandas walikota kepada Siwalima, Kamis (8/10).
Kata walikota, dirinya telah meminta kepada seluruh pegawai dan pejabat pemkot yang tergabung dalam Satgas Penanganan Covid-19 Kota Ambon untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Perhatikan itu normatif, perhatikan itu aturan jangan sampai saudara mengambil kebijakan itu tidak berdasar, itu resikonya saudara,” ujarnya.
Baca Juga: Kebut Periksa Saksi, Jaksa Disebut Bernafsu Cari Salah TanayaIa membantah ada mark up data jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), jumlah tenaga kesehatan (nakes), dan pemotongan insentif nakes. Sebab, semua diaudit oleh BPKP. “Jadi bukan dimark up, seng. Itu data-data kita serahkan semua ke BPKP,” ujarnya.
Walikota mengakui, nakes yang terdaftar sebanyak 600 lebih. Tetapi insentif yang dibayar hanya kepada 400 lebih, karena sesuai waktu kerja.
“SK menyangkut nakes yang terdaftar itu seluruhnya 600 sekian. Sedangkan realisasi pembayaran kurang lebih 400. Nah, kenapa? karena setiap surat tugas keluar itu ada orang yang berbeda. Jadi misalnya surat tugas kali ini itu nona punya nama, nanti dua minggu berikut, nona seng ada nama lai, orang lain punya nama. Tapi total seluruh nakes yang ada, itu kurang lebih 600. Tetapi yang dibayar itu total 400 sekian sesuai dengan data keuangan yang ada,” jelasnya.
Namun kalau pihak kepolisian hendak melakukan pengusutan, walikota tidak keberatan. Ia mempersilakan dilakukan proses hukum.
“Silakan, nggak ada masalah kita tidak akan tutup-tutupi itu kan bukan uang untuk Pemkot, itu uang untuk rakyat,” tegasnya.
Temuan Polisi
Seperti diberitakan, saat asistensi Tim Satreskrim Polresta Ambon menemukan data-data pasien Covid-19, yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi. Ini diduga dilakukan atas arahan pejabat Dinas Kesehatan. Arahan disampaikan kepada hampir semua puskesmas di Kota Ambon.
Misalnya di Puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Leitimur Selatan, banyak nama yang dimasukan dalam daftar ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah penduduk desa atau kecamatan setempat. Padahal setelah ditelusuri, ada yang tinggalnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.
Jumlah kasus positif, ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi bertujuan untuk mendongkrak jumlah nakes yang bertugas. Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksanakan tugas, maka pengusulan untuk pembayaran insentif semakin besar.
Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Kesehatan Tambahan dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.
BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.
Sesuai laporan Dinas Kesehatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insentif hanya 414 orang.
Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima insentif sebanyak 200 orang kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. Jadi totalnya 414 orang.
Dari jumlah 653 nakes di 21 puskesmas, minus Puskesmas Hutumuri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif. Jumlah 239 ini diduga fiktif, yang dipakai untuk mengusulkan pencairan anggaran.
Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian menyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta. Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah.
Namun saat hendak menindaklanjuti temuan itu, tim unit Tipikor Satreskrim Polresta Ambon dimutasikan oleh Kapolres Kombes Leo Simatupang ke satker lain.
Sudah begitu, Kapolda Maluku Irjen Baharudin Djafar tidak respontif. Malah ia mengatakan, siap melakukan pengusutan jika data soal dugaan mark up tersebut ada. Pihaknya menunggu laporan sebagai dasar untuk melakukan pengusutan. Padahal polisi sendiri yang menemukan bukti itu.
“Sampai saat ini belum ada aduan terkait adanya dugaan mark up data, kita melakukan pengusutan kasus harus ada dulu data validnya, kalau memang benar adanya dugaan ini, siapa saja silakan lapor kalau ada datanya pasti akan kita usut,” tandas Kapolda singkat, saat silaturahmi dengan insan pers, Selasa (6/10).
Jadi Preseden Buruk
Direktur Maluku Crisis Center, Ikhsan Tualeka mengatakan, mutasi yang dilakukan terhadap anggota Satreskrim Polresta Ambon tentunya akan menimbulkan pertanyaan publik serta menjadi preseden buruk.
“Mutasi ini tentunya ini menimbulkan pertanyaan publik dan bisa menjadi preseden buruk saat orang berupaya untuk membuka satu kasus yang berkaitan dengan kepentingan publik kemudian justru tidak diapresiasi malah dimutasi,” ujar Tualeka.
Ia menilai, mutasi yang dilakukan merupakan lankah kontra produktif dengan upaya penegakan hukum dalam memastikan program pemerintah berjalan dengan baik. “Perlu ada penjelasan jangan sampai beragam presepsi di masyarakat,” tandasnya.
Sementara Iwan, seorang tukang ojek di daerah Kebun Cengkeh sangat menyayangkan mutasi terhadap anggota Polresta yang menemukan dugaan korupsi di Satgas Covid-19.
“Katong kecewa kalau polisi tidak usut kasus ini. Polisi yang baik harusnya dipertahankan bukan dipindahkan,” ujar Iwan.
Rusdi, seorang wirausaha mengatakan jika anggota Polresta dimutasi akibat kesalahan persoalan mendasar dapat diterima, tetapi jika dimutasi karena hendak membongkar kasus maka hal itu sangat disayangkan.
“Kalau mereka dipindahkan itu sudah tidak beres. Jadi wajar katong masyarakat curiga,” tutur Rusdi.
Hal yang sama juga diungkapkan Yopi, seerang tukang becak yang sering mangkal di kawasan Urimessing. Ia mengatakan, kalau mutasi dilakukan disaat hendak membongkar kasus maka hal ini tidak wajar. “Masa saat mau buka kasus langsung dipindahkan, ini seng wajar,” ujarnya.
Sebelumnya kalangan akademisi, praktisi hukum, pemerhati sosial dan masyarakat mengatakan, anggota Satreskrim Polresta Ambon yang menemukan bau korupsi di Satgas Penanganan Covid-19 Kota Ambon harusnya diberi penghargaan.
Mutasi yang dilakukan memberi kesan, kalau ada upaya untuk menutupi temuan dugaan penyelewengan itu.
Mereka juga meminta Kapolda Maluku, Irjen Baharudin Djafar bersikap responsif mempertanyakan Kapolres, bukan malah menyatakan menunggu laporan masyarakat, baru diusut. Sementara bukti temuan sudah dikantongi polisi. (Mg-6/Cr-2)
Tinggalkan Balasan