AMBON, Siwalimanews  – Walikota Ambon, Richard Lou­he­napessy menegaskan, rumah sakit dan laboratorium klinik harus tunduk dan patuh kepada Surat Edaran (SE) Kemenkes RI tentang tarif tertinggi rapid test sebesar Rp 150 ribu.

Pemerintah Kota Ambon akan memanggil dan menegur pihak rumah sakit jika kedapatan masih menggunakan tarif rapid test di luar ketentuan SE Kemkes RI.

“Apabila masih kedapatan rumah sakit yang belum turunkan harga rapid  test, Pemkot Ambon akan panggil pihak rumah sakit atau laboratorium klinik tersebut. Jadi seluruh fasilitas yang berlisensi harus menyesuaikan harga rapid test berdasarkan SE Kemenkes RI,” tegas Walikota.

Menurutnya, Pemkot akan mengawal setiap laboratorium klinik dan rumah sakit yang berlisensi untuk rapid test biaya menggunakan nilai standar sesuai aturan main Kemenkes yakni Rp 150 ribu.

Ia meminta kepada masyarakat jika kedapatan ada rumah sakit atau laboratorium klinik yang masih menerapkan harga rapid test diluar SE Kemenkes segera melapor ke Pemkot Ambon.

Baca Juga: PLN Batasi Jam Pelayanan di 3 Kantor Unit Layanan

“Masyarakat silahkan lapor ke kita, masukan laporan resmi ke kita, nanti kita panggil pihak rumah sakit atau klinik untuk konfirmasi. Rumah sakit dan klinik tidak boleh memberatkan rakyat. Soal harga itu pakai standar yang dikawal oleh pemerintah Rp 150 ribu. Kecuali kalau rapid dalam kaitannya dengan tracking itu gratis dan itu dilakukan di sejumlah tempat yang menjadi rekomendasi dari pemerintah,” ujarnya.

Ditanya soal Pemkot dalam hal ini dinkes harusnya sosialisasi dan koordinasi mengenai SE Kemenkes RI itu ke rumah-rumah sakit dan laboratorium klinik, dengan tegas Walikota mengatakan tidak perlu, sebab SE Kemenkes jelas dan mengikat.

“Tidak perlu disosialisasi atau koordinasi. Kan  surat edaran itu mengikat kepada seluruh institusi kesehatan. Itu kan dia mengikat ini kan surat edaran resmi dari menteri bagaimana kita mau bikin surat semacam sosialisasi atau koordinasi lagi. Nggak perlu kecuali kalau rumah sakit atau klinik itu tidak melaksanakan surat edaran tersebut, maka kewenangan Pemkot untuk menegur,” jelas Walikota.

Harus Disesuaikan

Direktur Maluku Crisis Center, Ihkasan Tualeka mengatakan surat edaran sebenarnya menjadi standar nasional yang sudah ditentukan oleh Kemenkes, sehingga menjadi rujukan bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia  termasuk di Maluku.

Hal ini kata Tualeka bertujuan untuk memastikan adanya standar harga yang sesuai dan yang terpenting agar tidak dijadikan sebagai ladang bisnis  oleh sekelompok orang yang memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan secara materil, sehingga masyarakat pun mendapatkan kepastian harga.

Tualeka mendesak supaya SE Kemenkes ini harus segera tindaklanjuti oleh  instansi terkait atau fasilitas pelayanan kesehatan di daerah-daerah agar masyarakat dapat menikmati kebijakan ini, dengan pengawasan yang ketat oleh dinas kesehatan dan  tim gugus tugas.

“Surat edaran itu harus ditindaklajuiti secara segera oleh instransi terkait yakni fasilitas pelayanan kesehatan di daerah-daerah,” ujar Tualeka.

Ia juga mendorongan agar ada penindakan jika terdapat laporan atau temuan dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang sengaja memanfaatkan situasi ini dengan masih memberikan layanan dengan harga  yang tidak sesuai dengan edaran kementerian kesehatan.

Tualeka juga menghimbau standar harga yang keluarkan melalui edaran Kementerian Kesehatan RI itu harus menjadi rujukan bersama, sehingga jangan lagi ada kebijakan berbeda yang tidak sesuai dengan  edaran dan cenderung merugikan masyarakat.

Anggota DPRD Maluku, Alimudin Kolatlena mengatakan selama ini masyarakat beranggapan bahwa rapid tes dijadikan ladang bisnis, dengan adanya edaran ini maka pola pikir masyarakat harus diubah. Salah satunya dengan ditindaklanjutinya surat edaran Kemenkes oleh pemda tetapi khususnya fasilitas pelayanan kesehataan.

“Kepada pemerinrah daerah provinsi maupun kabupaten dan kota untuk mengontrol pelaksanaan edaran ini, sehingga betul-betul dapat dilaksanakan dengan baik,” ungkap Kolatlena.

Politikus Gerindra ini meminta agar harga yang sudah ditetapkan dijalankan dengan baik, artinya tidak perlu dilakukan intervensi yang kemudian dapat mengubah harga sesuai dengan surat edaran.

Anggota DPRD Maluku, Jantje Wenno juga meminta kepada pemerintah daerah untuk dapat menindaklanjuti surat edaran dengan meminta kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Maluku untuk segera menjalankan ketentuan dimaksud.

Menurutnya, jika ada penarikan harga yang melebihi Rp 150 ribu maka hal itu dikategorikan sebagai tindakan pungli, sehingga pemerintah harus menindak, karena tindakan tersebut menyengsarakan rakyat.

Wenno juga mengharapkan, setelah Kemenkes RI menetapkan tarif batas harga rapid tes, maka tidak boleh ada yang menentukan tarif lain di luar surat edaran tersebut. (Mg-6/Cr-2).