AMBON, Siwalimanews – Pemerintah Provinsi Maluku harus menyediakan anggaran khususnya terkait, dengan kebijakan Pemba­tasan Sosial Berskala Besar yang dike­luarkan Presiden RI, sehingga tidak menimbulkan persoalan dite­ngah masyarakat.

“Oleh karenannya, pemda perlu menyiapkan berbagai langkah mena­ngani dampak yang akan muncul dari kebijakan ini. Salah satunya yak­ni, anggaran khusus bagi masya­ra­kat kecil di Maluku,” kata akademisi FISIP Unpatti, Wahab Tuanaya

Menurut Tuananya, Pemprov Ma­luku perlu menyediakan anggaran yang cukup guna menghadapi kebi­jakan ini, dengan tetap berkomu­nikasi dengan Pemerintah Pusat.

“Yah pemda harus terus berkoor­dinasi dengan Pemerintah Pusat guna menjamin dari segi pengang­garan. Hal ini karena, dari postur APBD kita kecil,” kata Tuananya.

Selain itu, Pemda juga harus men­jamin pasokan bahan pokok yang tersedia sehingga semua ini dapat berdamapk yang baik walaupun tidak dapat dipungkiri kalau dampak negatif akan tetap muncul, te­rangnya.

Baca Juga: Banda: Orang Luar Kerap Lolos dari Pantauan

Sementara itu, akademisi FISIP Unidar Zulkifar Lestaluhu kepada Siwalima mengungkapkan, jika Pemprov Maluku berlakukan kebija­kan ini maka, akan sangat berpe­ngaruh kepada rakyat kecil khusus­nya yang tidak punya pendapatan bulanan seperti tukang ojek, tukang becak dan lainnya,

Oleh karena itu, kata Lestaluhu pemerintah daerah perlu menyedia­kan anggaran khusus untuk men­jaga jika kebijakan ini dilakukan.

“Pemda Maluku harus menyiap­kan anggaran khusus guna meng­antisipasi gejolak sosial masyarakat, karena masyarakat akan tetap dirumah dan dilarang beraktivitas. Bukan hanya ASN dan pegawai swasta pun akan mendapatkan dam­pak juga karena ini orang hanya ber­diam diri di rumah menjaga keseha­tan dan itu berkaitan dengan asupan gizi yang harus dikonsumsi,” kata Lestaluhu.

Senada dengan itu, akademisi FISIP UKIM, Makx Makswekan mengungkapkan, dampak yang akan terjadi kepada masyarakat dalam kaitan dengan pemberlakuan kebijakan ini, sehingga Pemprov menyediakan anggaran khusus untuk mengantisipasi kemungki­nan yang paling buruk jika terjadi.

Dikatakan, pembatasan sosial erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Maluku yang hidup sudah saling bersosialisasi satu dengan yang lain, jika itu diberlakukan, otomatis harus ada anggaran khusus berupa insentif dari pemda.

Selain itu, Dosen Ekonomi Unpatti, Teddy Leasiwal kepada Siwalima mengungkapkan, kebijakan ini jika dipandang dari sisi kesehatan sangatlah baik, namun menurutnya, konsekuensi dari  kebijakan ini tentu akan berdampak secara ekonomi yakni, tingkat konsumsi  atau daya beli  masyarakat.

Lanjut Teddy, secara umum Pempus sudah mengantisipasi seperti adanya keringanan pelunasan kredit untuk nelayan, tukang ojek serta sektor informal UMKM, selain itu ada keringan biaya listrik untuk penggunaan 450-900 W, kemudian pengusaha juga diberi keringan biaya impor, keringanan pajak dan semuax ini bertujuan menjaga Daya Beli dan akselerasi ekonomi Indonesia

Maluku sendiri, kata Teddy belum terlihat kebijakan dari dinas teknis seperti pariwisata, partanian dan perikanan untuk mengantisiapsi dampak dari covid-19 maupun kebijakan pembatasan ini, tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury mengungkapkan, jika pemerintah sudah memikirkan semua aspek dengan hitungan untung  rugi serta dampak sebelum kebijakan ini diambil. “Pada prinsipnya DPRD mendukung sepenuhnya kebijakan ataupun keputusan pemerintah yang dikeluarkan dalam bentuk peraturan presiden,” kata Wattimury.

“Kami dewan hanya mengawasi bagaimana Perpres itu dilaksana­kan didaerah. Sebagai bentuk tugas melakukan pengawasan dari tindak lanjut dari Keputusan Presiden dalam bentuk keputusan gubernur,” tambahnya. (Mg-4)