AMBON, Siwalimanews – PT.Bipolo Giding, perusahaan daerah milik Pemkab Bursel ternyata menyimpan banyak masalah. Salah satunya utang bahan bakar minyak (BBM) pada PT Samudera Pratama Jaya (SPJ) sampai sekarang belum terbayarkan.

Celakanya, akibat hutang yang menumpuk, KMP Bipolo Giding tidak beroperasi. Kapal ferry itu seharusnya dijadwalkan berangkat dari Pelabuhan Galala menuju Nam­role Jumat (25/11).

Kapal batal berangkat lantaran tidak ada BBM. Kapal  tersebut bergantung pada suplay BBM dari PT SPJ yang mengantongi lisensi dari Pertamina.  PT.SPJ sendiri tidak mau menyuplay BBM sebelum hutang mereka dibayarkan.

Pantauan Siwalima, warga Bursel yang hendak pulang ke Namrole menggunakan jasa KMP Bipolo ngamuk. Mereka memprotes kinerja kapal tersebut. Salah seorang warga yang enggan dikorankan  mengaku kecewa.

“Kami kecewa, kapal ini informa­sinya harus operasi hari ini (Jumat-red), tapi ternyata kapal tidak jalan, seng ada BBM. Kami ini mau Natal, kalau kapal ini tidak jalan, kami harus gunakan angkutan apa lagi. Dengan pesawat kami tidak ada uang,” ungkap sejumlah penumpang dengan raut wajah sedih.

Baca Juga: Empat Tersangka RS Haulussy Belum Diperiksa Jaksa

Kabarnya, dana operasional KMP Bipolo Gidin diduga diselewengkan. Alhasil kapal  ferry yang bernaung dibawah Pemerintah Kabupaten Bursel dan dikelola langsung oleh BUMD PT Bipolo  Giding itu bermasalah.

Dana operasional ratusan juta yang seharusnya disetor ke  PT.SPJ guna melunasi hutang BBM diduga diselewengkan oknum-oknum pe­rusahaan daerah tersebut. Akibat­nya, kapal  tidak beroperasi lantaran tak ada BBM.

Usut punya usut, kapal milik Pem­kab Bursel ini sejak awal melakukan perjanjian kerja sama jual beli BBM dengan PT.SPJ pada 2020. PT.SPJ sendiri merupakan perusahaan milik Alfred Betaubun.

Pengusaha berhati mulia itu sudah berupaya memberikan kom­pensasi hingga akhirnya Bipolo Gidin meminta untuk mencicil hutang BBM, namun sayangnya tidak digubris manajemen pihak Bipolo Gidin.

Anehnya, Bupati Bursel, Safitri Malik Soulisa enggan melunasi hutang senilai Rp 530 juta ke pihak PT SPJ, dengan alasan menjadi tang­gung jawab kepemimpinan mantan   Bupati Bursel, Tagop Soulisa yang adalah Suaminya sendiri.

Sebelumnya jumlah hutang Bipolo Gidin ke PT SPJ senilai Rp 699.780.­000. Pihak Bipolo Giding baru melunasi separuh hutang ke PT.SPJ melalui cicilan pada Maret 2021 senilai Rp 175 juta rupiah. Sehingga sisa yang harus dibayar sebesar Rp 530 juta.

Sebagai perusahaan daerah, diduga Bipolo Gidin jelas sudah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyelewengkan keuangan daerah. Hal itu didasarkan pada operasionalisasi kapal  dida­patkan dari penyertaan modal dae­rah yang bersumber dari keuangan daerah tiap tahun angaran berda­sarkan Perda Kabupaten Bursel.

Selain penyertaan modal daerah, untuk usaha PT Bipolo Gidin khusus operasional KMP Bipolo Gidin, dalam rangka usaha angkutan penyeberangan laut, PT,Bipolo Gidin memperoleh subsidi kapal perintis dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XXIII  Kementerian Perhubungan Republik Indonesia sesuai aktivi­tasnya yang mana pada 2020 itu sebesar Rp 972 juta.

Aneh bin ajaib dana sebesar itu Bipolo Gidin tidak mampu melunasi hutang BBM ke pihak PT. SPJ di Ambon. Direktur Utama PT,Bipolo Gidin, Haji Hamid yang dikon­firmasi melalui telepon selulernya perihal hutang piutang pada PT SPJ, Minggu (27/11), membenar­kannya.

Haji Hamid menjelaskan, dirinya baru diangkat menjadi Dirut Bipolo Gidin. Sampai saat ini pun belum dilakukan serahterima jabatan dari pejabat lama kepada dirinya. Oleh karena itu, menyangkut utang piutang yang melibatkan PT Bipolo Gidin dengan  PT SPJ belum dike­tahui secara detail.

“Saya tahu itu kalau ada utang di pihak SPJ. Nah, ini kan masalah terjadi saat kepemimpinan pejabat atau Dirut lama. Cuma saya mau meminta kepada pak Alfred Be­taubun, tolong kami masyarakat Bursel. Kapal tidak operasi karena tidak ada BBM.  Dan yang bisa suplay BBM ke kapal kami itu hanya perusahaan pak Alfred, karena ada lisensi dari Pertamina. Kapal juga tidak mendapatkan subsidi lantaran tidak beroperasi. Ini saya dilema, apalagi mau masuk Natal. Semoga pak Alfred Betaubun mau membantu kami. Hanya pak Alfred saja yang bisa menyelesaikan keberangkatan kapal kami ini. Beliau orang baik, hanya saja soal utang itu kan dimasa kepemimpinan pejabat lama,’ ungkap Haji Hamid.

Sedangkan Direktur Utama PT SPJ, Alfred Betaubun saat dikonfir­masi menyerahkan sepenuhnya kasus yang menimpa perusahaan­nya itu kepada kuasa hukumnya.  “Silahkan dengan kuasa hukum saya aja bu,” kata Alfred diujung telepon.

Informasi yang dihimpun, Bipolo Gidin utang BBM ke PT SPJ atas persetujuan Bupati Tagop Sudar­sono Soulisa kala itu dengan disertai Surat Persetujuan mencari pinjaman dari pihak ketiga yang ditanda­tangani Sekda Bursel.

Dalam perjalanan ketika timbul masalah, Bupati Tagop langsung menggantikan Dirut PT.Bipolo Gidin dari Edison Hukunala kepada Haji Hamid. Padahal, seharusnya jika bupati menemukan masalah penye­lewengan operasional dalam ma­najemen Bipolo Gidin, bupati seha­rusnya melakukan proses hukum. Sebab faktanya dana operasional kapal ada, tapi dipakai untuk kepentingan pribadi oknum-oknum di PT Bipolo Gidin.

Kepada Siwalima melalui rilisnya Minggu (27/11), Kuasa Hukum PT.SPJ, Joseph Latuheru menje­laskan, kliennya sangat dirugikan atas ulah Bipolo Gidin. Latuheru menegaskan, pihaknya akan menempuh jalur hukum terhadap organ PT,Bipolo Gidin karena diduga sudah melakukan perbuatan melawan hukum.

Menurutnya, langkah kliennya menempuh jalur hukum baik pidana khusus maupun pidana umum dengan pertimbangan rasional, Bipolo Gidin merupakan BUMD dalam kedudukan hukum sebagai perusahaan umum daerah dan bukan perusahaan perseroan daerah.

Sebagai perusahaan umum daerah,  Bipolo Gidin untuk opera­sionalisasinya mendapat pernya­taan modal daerah yang bersumber dari keuangan daerah Kabupaten Bursel pada tiap tahun anggaran sebesar Rp 500 juta berdasarkan Perda Kabupaten Bursel Nomor 1 Tahun 2018.

Hal lainnya, Bipolo Gidin dalam rangka usaha angkutan penyebe­rang­an laut, juga mendapatkan sub sidi kapal perintis dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XXIII Kementerian Perhubungan sesuai aktivitasnya, dimana untuk tahun anggaran 2020 bantuan subsidi sebesar Rp 972 juta.

Latuheru menjelaskan, Pengurus PT,Bipolo Gidin sebagai BUMD Kabupaten Bursel dilakukan oleh organ BUMD yang terdiri dari Bupati atau kepala daerah selaku kuasa pemilik modal (KPM).

Selanjutnya Dewan Pengawas dan Direksi yang diangkat oleh KPM, sehingga secara kolektif kolegial bertanggung jawab sesuai dengan fungsi masing-masing dalam hal operasional dan pengelolaan keuangan pada BUMD tersebut.

Penyertaan modal daerah Kabu­paten Bursel lanjut Latuheru untuk kegiatan usaha PT.Bipolo Gidin maupun subsidi dari BPTD Wilayah XXIII Kementerian Perhubungan, besarnya milyaran rupiah.

Namun pengelolaannya untuk melunasi  kewajibannya kepada PT.SPJ yang hanya sebesar Rp 500 juta lebih atas pasokan BBM guna operasional usaha angkutan laut sejak 9 Oktober 2020 sampai dengan  2 November 2020 bahkan sampai saat ini  tidak dilaksanakan untuk  pelunasannya. Hanya janji-janji saja dengan berbagai rangkaian kata yang tidak ada realisasi secara nyata.

Latuheru mengatakan, sangat beralasan hukum pihaknya menduga keras telah terjadi  perbuatan mela­wan hukum dalam hal pengelolan keuangan negara dan daerah pada operasional PT. Bipolo Gidin selaku BUMD milik Pemkab Bursel

Dimana selaku BUMD yang berbadan hukum sebagai Peru­sahaan Umum  Daerah, jelas ke­giatan usahanya berdasarkan PP Nomor 54 Tahun 2017 junto Permendagri Nomor 118 Tahun 2018.

Sedangkan pengelolaan keuang­annya bersumber pada keuangan daerah dan keuangan negara ber­dasarkan prinsip-prinsip keuangan negara, perbendaharaan negara dan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana  diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 1 tahun 2004 junto PP Nomor 12 tahun  2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.

“Jadi jelas bahwa ada regulasi yang dibuat dalam bentuk Perda dengan  substansi yang sangat prinsip telah menyimpang dari peraturan pemerintah sebagai ketentuan yang lebih tinggi. Dan hal ini diduga keras merupakan  modus operandi. Apabila tergerus uang negara dan uang daerah dalam pengelolaan usaha PT.Bipolo Gidin, yang mana dari penyertaan modal daerah maupun subsidi kapal perintis, akibatnya terdapat per­buatan melawan hukum. Maka modus operandi dimaksud, dijadikan dalil untuk berdalih sebagai kon­sekuensi usaha atau resiko usaha,” ungkap Latuheru.

Menurut Latuheru, perspektif ini seyogyanya aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Tinggi Maluku maupun Polda Maluku harus proaktif untuk  bertindak cepat dan segera, tanpa lebih dahulu menung­gu adanya laporan dari masyarakat.

“Ini rananya sudah penye­lewengan keuangan negara dan daerah. Jaksa dan Polisi tidak perlu menunggu laporan masyarakat, usut segera kasus ini,” tandasnya.(S-07)