Urusan pemerintahan konkuren  adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu Provinsi dan Kabupaten atau Kota. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 urusan konkuren yang diserahkan kepada daerah  menjadi dasar bagi pelaksanaan otonomi daerah, otonomi daerah sendiri bermakna penyerahan wewenang dari pemerintah pusat  kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan tertentu. Dasar urusan konkuren juga mengacu pada pasal 17 Undang Undang Dasar 1945. Pemerintah daerah provinsi daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan konkuren dibedahkan menjadi dua yaitu urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib berkaitan dengan pelayanan dasar. Pelayanan dasar adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga Negara, jadi urusan pemerintahan wajib diselenggarakan oleh semua daerah yang terdiri atas Pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat serta sosial. Sedangkan  urusan pemerintahan wajib yang  tidak berkaitan dengan pelayanan dasar antara lain tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemberdayaan masyarakat dan desa serta pengendalian penduduk dan keluarga berencana.

Urusan pemerintah konkuren merupakan landasan hukum pelaksanaan otonomi daerah dan merupakan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan konkuren yang menjadi wewenang daerah terdiri atas urusan pemerintah wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Dengan adanya urusan konkuren, pemerintahan memiliki kewajiban dalam menjalankan segala bentuk kewenangan yang telah dilimpahkan dari pemerintah pusat. Pembagian tugas dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah apabila dilaksanakan sesuai prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional, maka sinergi kinerja antara pemerintah pusat dan daerah dapat tercapai secara optimal dan tentunya perlu didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai untuk pelaksanan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Maka dalam menjalankan  eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Dimana adanya keterbukaan kepada rakyat tentunya  akan mendapatkan perhatian dan dukungan terhadap jalannya otonomi daerah di daerah tersebut. Bila dilihat bagaimana tujuan dari urusan  konkuren yang meningkatkan kesejahteraan dan kenyamanan dalam otonomi daerah. Jika dilihat bagaimana tujuan dari urusan konkuren yang yang meningkatkan kesejahteraan dan kenyamanan dalam otonomi daerah. Masyarakat  yang merupakan sumber daya utama bagi terwujudnya pemerintahan  yang bersih dan mendukung kepentingan rakyat banyak. Adanya sifat tanggung jawab dari pemerintah daerah  terhadap menjalankan segala bentuk tindakan dan kebijakan dalam tercapainya pemerintahan yang adil dan bersih yang merupakan suatu harapan seluruh rakyat Indonesia.

Otonomi Daerah menimbulkan dampak yang sangat besar  bagi pemerintahan daerah hal ini  dikarenakan dengan berlakunya  Undang-undang Pemerintahan daerah, maka pemerintahan daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengadakan pembangunan di daerahnya masing-masing. Banyak kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang tersebar dalam urusan pemerintahan konkuren yang sebelumnya menjadi kewenangan kabupaten/kota dialihkan menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Peralihan kewenangan tersebut seperti kewenangan di bidang perizinan pertambangan dan pendidikan sekolah menengah atas sederajat, beralihnya kewenangan tersebut tentu membawa konsekwensi tersendiri, sehingga menarik untuk dibaca menggunakan konsep dekonstruksi  derrida yaitu pertama dekonstruksi, seperti halnya perubahan terjadi terus menerus, dan ini terjadi dengan cara yang berbeda untuk mempertahankan kehidupan. Kedua, dekonstruksi terjadi dari dalam sistim-sistim yang hidup termasuk bahasa dan teks; ketiga dekonstruksi bukan suatu kata, alat atau teknik yang digunakan, dengan menggunakan point kedua dari dekonstruksi derrida, otonomi sebagai sebuah system yang digunakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan dituangkan melalui teks peraturan perundang-undangan perlu didekonstruksi apakah sudah sesuai dengan semangat dan filosofinya,  atau justru menjadi tidak relevan dan bergeser dari visi awalnya . Sebagai alat analisis untuk melakukan dekonstruksi teks pembagian urusan pemerintahan konkuren pemerintah daerah tersebut digunakan konsep ideal otonomi. Mendasarkan pada pandangan  dari aspek fleksibilitas, efektifitas dan efisiensi menjadi ukuran ideal otonomi sehingga pembangunan urusan pemerintahan konkuren antar tingkat pemerintahan daerah harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan mempertimbangkan aspek-aspek fleksibilitas, efektifitas, dan efisiensi. Dengan kata lain, jika suatu kewenangan pemerintahan akan lebih fleksibel, efektif, dan efisien dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota maka sebaiknya kewenangan tersebut diberikan pada pemerintah kabupaten/kota bukan pemerintah provinsi. Sebaliknya, jika suatu kewenangan pemerintahan akan lebih fleksibel, efektif, dan efisien dilakukan oleh pemerintah provinsi maka sebaiknya kewenangan tersebut diberikan pada pemerintah provinsi dan bukan pemerintah kabupaten/kota.

Pelaksanaan desentralisasi pada masa reformasi pada hakikatnya membawa angin segar bagi pemerintah daerah untuk berkiprah lebih nyata ditengah-tengah masyarakat yang diayominya. Namun, pada prinsipnya masyarakat tidak dapat menutup mata dari kendala empiris yang muncul dalam pelaksanaan desentralisasi khususnya dalam hal pembangunan daerah. Tentu pembangunan disuatu daerah harus melibatkan semua pihak, baik dari tingkat pusat sampai tingkat daerah termasuk kecamatan, kelurahan, hingga pihak swasta. Selanjutnya ditemukan permasalahan dalam pembangunan daerah baik itu di kabupaten/kota yaitu :

  1. Ketersediaan dan kondisi jalan yang kurang memadai bagi terselenggaranya fungsi kabupaten maupun kota yang optimal (jalan dan jembatan di kota/Kabupaten dalam kondisi masih kurang terpelihara dengan baik, diiringi dengan problem kemacetan dan genangan air di beberapa titik ruas jalan, serta kondisi drainase yang kurang berfungsi dengan baik merupakan penyebab utama kerusakan jalan disamping tonase angkutan barang yang seringkali tidak terkendali.
  2. Ketersediaan dan kondisi infrastruktur perhubungan yang kurang memadai, tergambar dari minimnya ketersediaan penerangan jalan umum (PJU) belum optimalnya fungsi keberadaan halte dan rambu lalu lintas, pengawasan trayek angkutan umum dan pengelolaan perparkiran dan terminal tidak terurus secara baik dan terintegrasi.
  3. Kondisi dan ketersediaan infrastruktur perumahan dan permukiman yang tergambar dari masih adanya kawasan kumuh di perkotaan dan beberapa kabupaten.
  4. Masih adanya ketimpangan dan kemiskinan, dikarenakan belum optimalnya cakupan masyarakat miskin yang terlayani jaminan kesehatan, serta penanganan dan pember­dayaan sosial.
  5. Tingginya tingkat pengangguran, dika­renakan rendahnya ketersediaan lapangan kerja, rendahnya ketersediaan lapangan kerja, rendahnya minat kewirausahaan masyarakat, rendahnya kompetensi dan daya saing tenaga kerja sesuai kebutuhan pasar kerja, dan belum optimalnya hubungan optimalnya pembinaan hubungan industrial.
  6. Rendahnya daya saing dan pertumbuhan Koperasi dan UMKM disebabkan oleh rendahnya Koperasi sehat, terbatasnya akses permodalan dan pemasaran, serta rendahnya daya saing produk IKM.
  7. Belum optimalnya pelayanan publik disebabkan oleh belum optimalnya penyusunan dan penerapan SOP dan SPM serta masih adanya gangguan ketentraman dan ketertiban yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat.

Dari permasalahan tersebut diatas Pemerintah daerah harus segera merancang dan menata kembali program skala prioritas dalam perencanaan setiap tahun yang dikenal RKPD (rencana kerja pemba­ngunan daerah) berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku diantaranya Permendagri 90 Tahun 2019 tentang klasifikasi, kodefikasi, dan nomeklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah yang harus disesuaikan dengan perencanaan pembangunan nasional. Melihat fakta lapangan dan perlu diprioritaskan  yang berdampak langsung terhadap masyarakat  yang nyata dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya melihat ber­dasarkan kehendak pemimpin semata untuk kepen­tingan semata. Masyarakat hanya membutuhkan kerja nyata yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan masyaraklat yang terjadi dalam hal nyata, bukan retorika semata untuk kepentingan penguasa, semoga. Oleh: WELLEM RIRIHATUELA,SE. MM. Pengawas Pemerintahan Inspektorat Provinsi Maluku

Baca Juga: 4 Skenario Ibu Kota Negara