PEMBANGUNAN Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ialah suatu super mega proyek yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi. IKN Nusantara akan berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat kekuasaan politik. Karena itu, proses pembangunan IKN tidak sama dengan membangun realestat, kompleks perumahan, atau bahkan kota satelit seperti yang banyak dibangun pengembang swasta di sekitar luar Jakarta.

Karena fungsinya yang sangat strategis, pemba­ngunan IKN membutuhkan kecermatan yang sangat tinggi. Sekaligus juga kondisi politik ekonomi yang memungkinkan proyek ini bisa terus berlanjut hingga selesai. Sebagai suatu proses yang kompleks, ada tiga karakteristik proyek IKN yang patut dicermati.

Pertama, proyek ini bersifat high uncertainty atau tingkat ketidakpastian yang tinggi untuk bisa sukses seperti yang diinginkan. Kedua, proyek ini bersifat high vulnerability. Ini artinya, seluruh proses yang dilakukan sangat rentan pada disrupsi yang dapat membuat proyek ini terhenti dan gagal.

Ketiga, proyek ini bersifat high fallibility. Kom­pleksnya proses membangun sistem urban yang rumit membuka kemungkinan terjadinya kesalahan yang bersifat fatal apalagi jika tidak dimitigasi sejak awal. Ketiga karakteristik ini membuat IKN menjadi suatu proyek berskala besar dengan tingkat risiko yang tinggi (high-risk urban project). Aki­batnya, kita tidak bisa mempre­diksi secara pasti, akurat, dan dengan tingkat keyakinan yang tinggi bahwa IKN akan berhasil menjadi suatu ibukota seperti yang dimimpikan oleh Presiden Joko Widodo serta para peran­cang dan perencana IKN.

Lalu bagaimana kita bisa menghitung atau memperkirakan hasil akhir dari proyek IKN? Di sini kita bisa menggunakan pende­katan skenario di mana hasil akhir yang dapat terjadi tidak bersifat tunggal, melainkan bersifat jamak. Skenario yang akan menjadi kenyataan sangat tergantung pada proses bifurkasi dari titik nol yang terjadi saat ini.

Baca Juga: Cita, Cinta dan Tekad yang Menembus Batas

Setidaknya ada empat skenario yang bisa kita bayangkan tentang wujud akhir proyek IKN. Pertama, apa yang saya sebut sebagai a fulfilled dream, suatu mimpi kota yang menjadi kenyataan. Dalam skenario ini, Nusantara ber­hasil diselesaikan secara gemilang. Seluruh kualitas yang diinginkan da­lam perencanaan dan perancangan tercapai dengan baik. Nusantara menjadi sebuah ibu kota yang cantik, nyaman, berwibawa, dan berwa­wasan lingkungan. Ibu kota baru ini menjadi simbol peradaban dan kebanggaan bangsa Indonesia.

Skenario kedua ialah apa bisa kita sebut sebagai a city of mediocre. Skenario ini melihat Nusantara sebagai kota yang pembangunannya selesai, tetapi hasilnya jauh dari sempurna. Yang muncul adalah kum­pulan bangunan-bangunan pe­merintah yang kering akan inspirasi dan identitas. Lansekap Nusantara diisi oleh ruang-ruang urban yang hampa dari kehidupan sosial dan budaya. Nusantara bernasib sama seperti Brasilia, ibu kota Brasil yang awalnya dibangun dengan ambisi modernisme, tetapi berakhir dengan kekecewaan massal.

Skenario ketiga saya sebut se­bagai a ghost town. Ini imajinasi yang lebih buruk yang mana Nusantara tidak berhasil diselesaikan secara tuntas, tetapi sudah menyandang status ibu kota. Kurangnya fasilitas umum yang memadai dan buruknya kondisi infrastruktur membuat orang-orang enggan untuk pindah ke kota tersebut. Dampaknya, pemerintah gagal melakukan migrasi secara penuh dan Nusantara gagal menjadi kota yang menghasilkan spirit ko­munitas. Yang ada cuma gedung-gedung dan jalan-jalan besar yang kosong melompong tanpa manusia. Cuma segelintir aktivitas yang menandai keberadaan pusat pemerintahan. Nusantara akhirnya bernasib seperti Naypyidaw, ibu kota Myanmar yang terkenal sebagai kota hantu.

Skenario yang paling buruk berjudul unfinished business. Ini ialah skenario yang paling ditakuti oleh para elite politik pendukung IKN Nusantara. Dalam skenario ini, Nusantara benar-benar gagal menjadi sebuah kota. Pengerjaan super megaproject ini cuma berlangsung dalam waktu yang pendek hingga akhirnya berhenti dan tidak pernah selesai sama sekali. Yang tampak ialah kerangka-kerangka bangunan yang menakutkan dan jalan-jalan raya yang berdebu dan berlubang-lubang tak beraspal. Nusantara menjadi monumen mangkrak yang memalukan yang dihapus dari memori publik.

Pada saat ini setiap skenario yang disebutkan di atas memiliki tingkat probabilitas yang relatif sama. Dengan berjalannya waktu dan proses pembangunan IKN, akan muncul suatu skenario yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi kenyataan. Setidaknya ada tiga faktor yang membentuk kondisi bagi satu skenario untuk menjadi nyata.

Memilih skenario

Faktor kapasitas pemerintah dalam melakukan perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan proyek IKN Nusantara memiliki peran yang sangat penting. Di sini, kita berbicara tentang kapasitas teknokrasi dan kapasitas organisasi dalam melakukan eksekusi proyek IKN. Kapasitas ini sangat krusial karena kualitas akhir dari wujud IKN Nusantara akan tergantung pada bagaimana misalnya pemerintah merencanakan dan merancang setiap detail kom­ponen perkotaan, dari saluran air, jalan raya, jaringan listrik, hingga sistem transportasi dan gedung, dan mengeksekusinya ke dalam pekerjaan teknis yang begitu kompleks.

Jika kapasitas ini benar-benar dimiliki dan dimanfaatkan, besar kemungkinan skenario yang lebih baik akan terjadi. Sebaliknya, jika kapasitas ini cenderung rendah dia akan mendorong proses pembangunan IKN ke skenario yang buruk.

Yang lebih krusial dari faktor kapasitas teknokrasi adalah faktor finansial. Apakah proyek IKN akan berwujud kota yang sempurna atau justru menjadi kota yang buruk dan bahkan tidak selesai akan sangat ditentukan oleh seberapa besar kapasitas pemerintah dalam menyediakan dukungan finansial, baik dalam bentuk APBN maupun investasi sektor swasta. Presiden Jokowi telah berjanji bah­wa sebagian besar biaya pembangu­nan IKN akan bersumber dari investasi asing.

Masalahnya, belum ada tanda-tanda bahwa investor luar negeri akan masuk ke dalam IKN. Perlu dicatat, Indonesia bukan satu-satunya negara yang sedang membangun super megaproject untuk dijual ke investor internasional. Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain seperti Mesir, Malaysia, India, dan bahkan Arab Saudi dan UAE yang juga sedang giat-giatnya mencari investor untuk proyek urban di negara masing-masing.

Faktor terakhir yang paling fundamental adalah politik. Ini menjadi pertanyaan yang paling penting; sejauh mana pemerintah pascapilpres 2024 akan melanjutkan proyek IKN hingga selesai? Pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab. Tidak sedikit elite politik yang sebenarnya tidak terlalu setuju dengan pembangunan IKN. Hal ini mungkin disebabkan kuatnya narasi bahwa proyek IKN didorong lebih oleh kepentingan pribadi Presiden Jokowi untuk meninggalkan sebuah warisan politik. Tidak heran jika siapa pun yang akan memenangkan Pilpres 2024 akan berpikir ulang untuk terus melanjutkan pembangunan IKN yang kemungkinan besar akan membebani pemerintahan berikutnya.

Tiga faktor di atas bersifat dinamis dan relatif sulit diprediksi. Suatu proyek urban berskala besar seperti IKN tentunya tidak lepas dari dinamika yang terjadi pada relasi kuasa dan kondisi sosial ekonomi ke depan. Karena itu kita hanya bisa menunggu kira-kira skenario mana yang akan menjadi kenyataan. Apa pun skenario itu, kita berharap bahwa masyarakat Indonesia, khususnya generasi masa depan tidak dirugikan. (*)