AMBON, Siwalimanews – Langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon menutup atau menghentikan kasus dugaan korupsi penyalah­gu­naan anggaran di DPRD Kota Ambon merupakan langkah yang dinilai menyalahi aturan hukum.

Kendati Kajari, Dian Fritz Nalle mengungkapkan tidak bisa dilanjutkan ke penyidikan karena telah pengem­balian kerugian negara, tetapi proses pengembalian keuangan negara atau perekonomian negara tidak meng­hapus perbuatan pidana yang dilakukan.

Demikian diungkapkan, Akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu saat diwawancarai Siwalima melalui sambungan selulernya, Senin (14/2).

Dia sangat menyayangkan keputusan Kejaksaan Negeri Ambon untuk menutup kasus yang merugikan daerah sebesar Rp5.5 miliar tersebut.

Dijelaskan, alasan yang digunakan oleh Kejaksaan Negeri Ambon untuk menutup kasus tersebut sangat tidak rasional dan menunjukkan inkonsistensi lembaga kejaksaan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.

Baca Juga: Klaim Air Bersih Tuntas, PUPR Jangan Lempar Tanggungjawab

Sebab, berdasarkan pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 secara tegas mengatakan, jika pengembalian kerugian negara tidak menghapus proses pidana.

“Jaksa inkonsistensi terhadap UU Tipikor sebab pengembalian uang negara tidak menghentikan penyidikan,” tegasnya.

Menurutnya, jika jaksa memahami secara baik aturan tersebut maka seharusnya proses hukum tetap berjalan walaupun  telah dilakukan pengembalian kerugian negara.

Lagipula, rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan Maluku tidak pernah merekomendasikan penghentian penyidikan artinya rekomendasi BPK hanya berkaitan dengan pemulihan keuangan negara maka konsekuensi logisnya proses hukum harus tetap jalan.

Jika, kejaksaan mengambil keputusan menutup kasus korupsi maka telah terjadi kemunduran dalam penegakan hukum dan secara langsung Kejaksaan Negeri telah melindungi anggota DPRD.

Sementara itu, praktisi hukum Pistos Noija menilai, Kejari Ambon tidak menguasai Undangan-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Kalau jaksa menyampaikan alasan seperti itu maka itu berarti dia tidak menguasai UU,” tegasnya.

Ditegaskan Noija, dalam UU Tindak Pidana Korupsi secara tegas dan menjadi batasan bagi penegak hukum baik Jaksa maupun kepolisian bahwa pengembalian uang kerugian sama sekali tidak menghapus pidana.

Artinya, walaupun pengembalian keuangan negara telah dilakukan sekalipun, tetapi proses hukum harus tetap berjalan hingga ke pengadilan yang nanti menilai benar dan salah.

Selain itu, keputusan Kejaksaan dinilai sebagai tindakan yang menghamburkan uang negara, sebab ketika Kejaksaan memulai penyelidikan maka uang negara telah keluar untuk memeriksa kasus

“Harus tetap dijalankan karena mereka sudah mulai melakukan penyelidikan dimana dana negara sudah keluar,” tandasnya.

Noija lantas mempertanyakan apakah pengembalian kerugian negara yang dilakukan anggota DPRD Kota Ambon juga termasuk dengan mengembalikan uang yang telah dikeluarkan jaksa untuk memeriksa satu kasus.

“Jadi penghentian itu tidak yuridis karena menantang UU. Selain itu Kejaksaan jangan melindungi anggota DPRD maka harus diproses tidak boleh tidak,” cetusnya. (S-20)