AMBON, Siwalimanews – Tim I Pengawasan Covid-19 DPRD Provinsi Maluku mempertanyakan terkait pengambilan paksa jenazah pasien covid yang dilakukan keluarga pasien dalam beberapa hari terakhir.

Pernyataan sejumlah wakil rakyat ini disampaikan langsung dalam rapat kerja antara timwas Covid-19 DPRD Provinsi Maluku bersama Dinas Kesehatan dan pihak RSUD dr M Haulussy, Jumat (9/7).

Anggota Timwas, Edison Sarimanella dalam rapat itu mengaku, sangat menyayangkan peristiwa pengambilan jenazah pasien yang dilakukan oleh pihak keluarga.

“Selaku wakil rakyat jujur, saya sayangkan kejadian ini terjadi,” ungkap Sarimanella.

Menurutnya, kejadian seperti ini tidak perlu terjadi jika ada komunikasi yang baik dari pihak RSUD Haulussy dengan pihak keluarga pasien, karena itu akan merugikan semua pihak.

Baca Juga: Pattiasina Desak Dinkes Beli Mobil PCR

Anggota timwas lainya Rostina juga menyampaikan hal sama, bahwa peristiwa ini sedianya tidak boleh terjadi dalam upaya penanganan Covid-19 yang gencar dilakukan oleh pemerintah.

“Sebenarnya ini tidak boleh terjadi disaat sementara Covid-19 ditangani,” ujar Rostina.

Rostina juga menilai, persoalan ini terjadi akibat komunikasi dan sosialisasi yang kurang dilakukan oleh pihak rumah sakit kepada pihak keluarga.

“Masa jenazah sudah mau dikuburkan ko satgas datang ambil juga, inikan dinilai tidak baik oleh masyarakat,” cetusnya.

Ketua Timwas Melkianus Sairdekut mengatakan, sejauh ini terdapat tiga kasus yang menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat, yakni kasus pasien marga Lekahena, Ohelo dan satu pasien di Maluku Tengah.

“Ini ada tiga kasus yang menjadi persoalan yakni kasus pasien marga Lekahena, pasien Ohelo dan satu pasien di Maluku Tengah, ini ada apa,” cetusnya.

Menurutnya, pihak rumah sakit mestinya mengantisipasi persolan-persoalan seperti ini agar tidak menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap adanya Covid-19.

Menanggapi pernyataan Timwas, Wakil Direktur RSUD Haulussy, Rodrigo Limmon menjelaskan, persoalan ini terjadi akibat dari miss komunikasi antara keluarga dan pihak rumah sakit.

“Ini hanya persolan miss komunikasi antara keluarga dan pihak rumah sakit,” ungkap Rodrigo.

Ia menuturkan, saat itu pasien inisial AO pihak rumah sakit telah melakukan tes molekuler cepat (TCM) dan hasilnya positif, dan itu telah disampaikan kepada pihak keluarga.

Pihak keluarga saat itu menerima dan menyetujui dilakukan dengan protokol Covid, namun terdapat miss komunikasi, ketika petugas rumah sakit meminta bantuan pihak keluarga untuk dapat membantu proses pemulasaraan jenazah.

Namun, ibu pasien langsung menelepon keluarga dan mengatakan bahwa, pasien boleh diangkat untuk dipulangkan, akibatnya pihak keluarga yang cukup banyak datang dan mengambil jenazah.

Sementara untuk pasien Covid-19 marga Lekahena yang meninggal di RST, Limmon menegaskan, pihak keluarga sendiri yang meminta pasien dipindahkan dari RSUD Haulussy ke RST.

“Untuk pasien Lekahena itu keluarga yang minta dipindahkan ke RST, dan kita telah sampaikan jika kita sudah PCR kemungkinan covid-19 sambil menunggu hasil, sebab hasil PCR harus dua hari,” ungkapnya.

Limmon menegaskan, mestinya dengan informasi yang disampaikan pihak RSUD Haulussy, rumah sakit rujukan harus memperhatikan hal ini. Namun sampai pasien ini dipulangkan pihak RSUD tidak mengetahuinya, karena telah diserahkan kepada RST dr J Latumeten. (S-50)