Tiga Jam Diperiksa, Ferry Tanaya Dihujani 42 Pertanyaan
AMBON, Siwalimanews – Pengusaha Ferry Tanaya diperiksa penyidik Kejati Maluku sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan PLTG Namlea, Kabupaten Buru, Kamis (18/3).
Tanaya mendatangi Kantor Kejati Maluku sekitar pukul 11.00 WIT didampingi tim kuasa hukumnya, Herman Koedoeboen, Firel Sahetapy dan Hendry Lusikooy.
Tanaya dicecar jaksa selama tiga jam mulai dari pukul 11.10-14.15 WIT oleh penyidik I Gede Widhartama dan YE Oceng Almahdali di ruang Pidsus Kejati Maluku, dan dihujani 42 pertanyaan.
“Benar Tanaya diperiksa dari pukul 11.10-14.15 WIT oleh Penyidik I Gede Widhartama dan Oceng Almahdali, Ia ditanya 42 pertanyaan,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette kepada wartawan di Kantor Kejati Maluku, Kamis (18/3).
Tersangka Dua Kali
Baca Juga: Kajati Perintah Usut CafeKejati Maluku kembali menetapkan pengusaha Ferry Tanaya sebagai tersangka, dalam kasus awal yang disangkakan kepadanya.
Tanaya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Maluku dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTG) Tahun 2016 di Namlea, Kabupaten Buru.
Tanaya ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Januari 2021, setelah dilakukan gelar perkara, Kejati menerbitkan surat penetapan nomor B-212/Q.1/Fd.2/01/2021.
Untuk kedua kalinya, Tanaya ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga korps Adhyaksa itu. Sebelumnya pada bulan Juni 2020 dan pada tanggal 31 Agustus 2020 dia ditahan.
Menolak penetapan dan penahanan tersebut, Tanaya melalui tim kuasa hukumnya, Hendri Lusikooy dan Herman Koedoeboen mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon pada 10 September 2020.
Langkah praperadilan Tanaya berhasil, Hakim tunggal Rahmat Selang pada 24 September 2020 membatalkan surat perintah penyidikan (Sprindik) Kejati Maluku nomor Print-01/S.1/FD.1/04/2019 tertanggal 30 April 2019.
Sehari setelah putusan tersebut, Kejati Maluku kemudian menerbitkan lagi Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru pada 25 September 2020, sekaligus melayangkan Surat Pemberitahuan Penyidikan (SPDP) kepada Tanaya.
Untuk membuktikan tindak pidana korupsi yang dilakukan Tanaya, Kejati Maluku meminta ulang, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku melakukan audit. Audit yang pertama pada 17 Maret 2020 Rp 6 miliar, dan hasil audit kedua dikeluarkan BPKP pada bulan Desember 2020 juga kerugian negara Rp 6 miliar.
Kejati kemudian melakukan gelar perkara dan ekspos setelah memenuhi cukup bukti yang kuat, alhasilnya Tanaya kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Januari 2020.
Selain Tanaya, tim Kejati Maluku juga menetapkan kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Buru, Abdul Gafur Laitupa sebagai tersangka.
Kejati menerbitkan surat penetapan tersangka dengan nomor B-212/Q.1/Fd.2/01/2021 kepada Feri Tanaya dan nomor B-213/Q.1/Fd.2/01/2021 kepada Abdul Gafur Laitupa.
Untuk diketahui, Lahan seluas 48.645, 50 hektar di Desa Sawa itu adalah milik Ferry, dan dibeli oleh PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.
Diduga ada kongkalikong antara Ferry, PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi dan pihak BPN Kabupaten Buru dalam transaksi pembayaran.
Sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), harga lahan itu hanya Rp 36.000 per meter2, namun mereka main mata untuk melakukan mark up, sehingga merugikan negara lebih dari Rp 6 miliar. (S-45)
Tinggalkan Balasan