AMBON, Siwalimanews – Terpidana kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Bank Maluku Malut, Heintje Abraham Toisuta diciduk tim Kejaksaan Agung.

Lelaki 49 tahun ini merupakan buronan Kejaksaan Tinggi Maluku. Ia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak tiga tahun lalu. Ia ditangkap tim intelijen Kejagung di kawasan Keramat Sentiong, Jakarta Pusat, Selasa (15/9).

“DPO Kejati Maluku ini diaman­kan di salah satu tempat kos di Jalan Keramat Sentiong, Jakarta Pusa,” kata Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung, Sunarta kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/9) malam.

Dengan dibekuknya Heintje, Su­narta menghimbau semua buro­nan, baik yang berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana untuk menyerahkan diri ke aparat pe­negak hukum untuk memper­tang­gungjawabkan perbuatannya.

“Tidak ada tempat yang aman bagi seorang buronan untuk ber­sembunyi. Kami akan buru dan ta­ngkap para buronan itu di manapan mereka bersembunyi,” tegasnya.

Baca Juga: Penghentian Pengusutan Korupsi Tugu Trikora tak Beralasan

Sementara Kapuspenkum Keja­gung Hari Setiyono menjelaskan, terpidana Heintje Abraham Toisuta  dieksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 2282 K/Pid.Sus/2017 tanggal 21 November 2017.

“Heintje Abraham Toisuta divonis 12 tahun penjara lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU pembelian lahan dan bangunan bagi pembukaan Kantor Cabang Bank Maluku dan Maluku Utara di Surabaya tahun 2014 yang merugikan keuangan negara senilai Rp 7,6 miliar,” ungkap Seti­yono.

Selain 12 tahun penjara, Heintje juga dihukum membayar denda Rp 800 juta subsider 7 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 7,2 miliar subsider 4 tahun penjara.

Peran Hentje di Kasus Bank Maluku

Heintje Abraham Toisuta ditetap­kan Kejaksaan Tinggi  Maluku se­bagai tersangka korupi dan TPPU pembelian gedung dan lahan untuk pembukaan kantor cabang Bank Maluku di Surabaya senilai Rp 54 miliar lebih.

“Heintje tak hanya dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi, tetapi juga dengan tindak pidana pencucian uang,” kata Kasi Penyidikan Kejati Maluku saat itu, Ledrik Takendengan, kepada Siwalima, di Ambon.

Keterlibatan Hentje terbongkar setelah tim penyidik memeriksa Soenarko, saksi kunci skandal ko­rupsi yang merugikan negara sekitar Rp 7,6 miliar ini, tiga hari sebelumnya.

Dalam pemeriksaan terungkap, Hentje ditunjuk Bank Maluku Malut untuk mengurus pembelian ge­dung dan lahan di Jalan Raya Darmo No 51, Kelurahan Keputran, Kecamatan Tegalsari, Surabaya, untuk pembukaan kantor cabang bank berplat merah itu.

Hentje lalu memanfaatkan Soe­narko untuk menampung transfer uang senilai Rp 54,8 miliar lebih dari Bank Maluku ke rekening BCA nomor 014.001. 9984 miliar Soen­arko.

Hentje mengaku ke Soenarko, uang itu adalah hasil kreditnya di Bank Maluku.

Namun uang itu hanya bertahan sekitar sejam di rekening Soe­narko, kemudian Hentje meminta Soenarko kembali mentransfer uang itu ke rekeningnya. Sebagai ucapan terima kasih, Hentje mem­berikan Rp 75 juta kepada Soenarko sebagai imbalan.

Heintje dihukum 12 tahun pen­jara, membayar denda Rp 800 juta subsider tujuh bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 7,2 miliar subsider 4 tahun penjara.

Tak terima dengan putusan itu, Dorlina Supriaty Ion, istri Hentje, lalu mengajukan upaya peninjauan kembali.

Namun PN Ambon menolak PK tersebut, dengan alasan yang berhak mengajukan PK adalah Hentje sebagai terdakwa dan tak boleh diwakilkan.

“Yang berhak mengajukan PK adalah terdakwa itu sendiri, apalagi kalau statusnya melarikan diri dan penasihat hukumnya juga tidak bisa melakukan hal tersebut ke pengadilan,” kata juru bicara PN Ambon, Hery Setyobudi.

Selain Heintje, jaksa juga men­jerat  mantan Dirut Bank Maluku Malut Idris Rolobessy dan Kepala Divisi Renstra dan Corsec, Petro Rudolf Tentua sebagai tersangka.

Petro dihukum 6 tahun penjara, dan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan. Sementara Idris Rolobessy dihukum 10 tahun penjara, membayar denda Rp 500 juta subsider tujuh bulan kurungan dan uang pengganti senilai Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Idris sudah dieksekusi ke Lapas Klas IIA Ambon, sejak Rabu (9/8) tahun 2017 lalu.  (Cr-1)