Tiga Guru Besar Unpatti Dikukuhkan
AMBON, Siwalimanews – Rektor Universitas Pattimura, MJ Sapteno mengkukuhkan tiga guru besar, Jumat (24/6).
Pengukuhan dilakukan dalam rapat senat terbuka luar biasa yang berlangsung di aula, Gedung Rektorat Universitas Pattimura Ambon.
Tiga guru besar yang dikukuhkan yaitu, Prof. Dr. Ir Johannes M S Tetelepta, M.Cs., M.Phil. Prof. Dr. Puttiruhu, S.E., M.Si. dan Prof. Dr. Juliaans E R Marantika, M.Pd.
Prof. Dr. Ir Johannes M S Tetelepta, M.Cs., M.Phil, guru besar bidang Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dalam orasi ilmiahnya tentang: “Menuju Pengelolaan Perikanan Terukur Dalam Kaitannya Dengan Lumbung Ikan Nasional Berkelanjutan”.
Dasar ilmiahnya adalah, bagaimana agar LIN ini bisa berkelanjutan.
Baca Juga: Selundupkan Narkoba, Oknum Polisi Ditresnarkoba DiringkusMenurut Tetelepta, ilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia, dimana Maluku, pada WPP 714 (perairan Teluk Tolo dan laut Banda), 715 (perairan Teluk Tomini, laut Maluku, laut Halmahera, laut Seram, dan teluk Berau), 718 (perairan laut Aru, laut Arafuru, dan laut Timor bagian Timur), berada pada zona kuning atau hati-hati dalam pemanfaatannya.
Tetelepta menyebutkan, LIN memiliki tiga tujuan yaitu satu, menjamin ketersediaan stok sumber daya ikan yang berkelanjutan.
Dua, mewujudkan peningkatan ekonomi nasional, daerah dan masyarakat, serta tiga mewujudkan pengelolaan kelautan dan perikanan yang efektif dan efisien.
Dikatakan, ketiga tujuan itu sejalan dengan tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan sistem lingkungan, yaitu kondisi bio-ekologi sumberdaya ikan yang sehat (ecological wellbeing sustainability), kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang keberlanjutan sumberdaya perikanan merupakan syarat mutlak.
“Memang ada 3 aspek yang ingin dicapai dari LIN, yaitu keberlanjutan dari sumber daya itu sendiri, kemudian keberlanjutan dari sosial ekonomi masyarakat, jadi masyarakat harus mendapat manfaat dari penggunaan sumber daya itu. Ketika good governance. Bagaimana peran Pemerintah dalam mengelola secara baik, sehingga stok ini baik. Karena kalau stok ini baik, maka sumber daya juga baik. Tapi yang mengatur itu adalah good governace. Dan keberlanjutan sumberdaya perikanan, merupakan syarat mutlak pada pemanfaatan sumberdaya perikanan,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Tetelepta, dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan sistem lingkungan (Ecosystem Approach to Fisheries Management-EAFM), maka tiga aspek yang harus dikelola secara baik, adalah kesehatan ekosistem (ecosystem wellbeing), kesejahteraan masyarakat (soscio-economy wellbeing) dan pemerintahan yang baik (good governance).
Dan saat ini, ungkapnya, ada satu rancangan dari KKP tentang penangkapan perikanan terukur. Yang mana itu merupakan turunan dari pengolahan yang saat ini dipakai yaitu, bagaimana dapat mengendalikan penangakapan agar tidak melebihi stok yang ada. Dan KKP mengeluarkan konsep perikanan tangkap terukur itu, agar ada pembatasan, soal berapa jumlah yang boleh ditangkap, dimana wilayahnya dan kapan dapat dilakukan, dimana konsep itu sebenarnya bertujuan untuk menjaga sumber daya.
Untuk itu, jika perikanan terukur itu dipadukan dengan adanya peningkatan sistem dalam mengelola sumber daya perikanan, ujar Tetelepta, maka tujuan yang ingin dicapai oleh LIN itu bisa terjadi, asal dilakukan dengan benar.
“Mengingat status kita ada pada zona hati-hati. Artinya. WPP 714, 715, 718 tadi selalu kita bilang itu Maluku. Padahal, kita share dengan daerah lain. Artinya kalau kita mengelola disini, patner juga harus dilibatkan. Jadi harus diatur secara bersama-sama. Jangan kita klaim itu kita punya. Jadi konsep share sumber daya, kemudian status hati-hati itu, dan kalau kita bisa melakukan penangkapan terukur itu dengan baik, dengan pendekatan sistem lingkungan. Maka kita yakin apa yang ingin dicapai dari LIN. Bisa jalan asal syarat itu dilakukan secara tepat,” tandasnya.
Reaksi Pasar Modal
Sementara itu, Prof. Dr. Puttiruhu, S.E., M.Si. Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Keuangan, dalam pidatonya tentang “Reaksi Pasar Modal Terhadap Eksistensi Perusahaan Industri Manufaktur Pada Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia”.
Menurut Puttiruhu, dimasa pandemi ini berpengaruh pada perekonomian bangsa, negara dan daerah ini. Dan posisi investor sebenarnya sebagai tulang punggung untuk bagaimana bisa memperbaiki perekonomian negara.
“Kerja investor itu tidak terlepas dari unit-unit bisnis yang lain. Itu merupakan satu keterkaitan sehingga saya sengaja melihat itu secara konperhensip. Saya sebetulnya mengetahui bagaimana saat pandemi ini, abnormal return itu lebih besar dari pada return ekspektasi yang kita harapkan. Sebab yang namanya bisnis, itu ada dua hal yang dihadapi oleh investor, kalau bukan return atau resiko,” katanya.
Biasanya, lanjut Puttiruhu, untuk menentukan indikator itu berhasil atau tidak, salah satu indikator yang bisa digunakan adalah investor, bisa memperkecil abnormal return, dan memperkecil rate aktifity. Dimana penjualan-penjualan yang terjadi di pasar saham, bisa meningkat. Dan itu bisa jadi salah satu indikator.
“Sehingga sasaran saya dalam pidato ini, saya mau melihat apakah memang pandemi ini memberikan dampak yang negatif, hingga akhirnya para investor itu anjlok?. Padahal kan walau pandemi ini kita alami, tapi tidak semua unit bisnis itu anjlok. Ada unit-unit tertentu yang tetap bertahan, bahkan ada unit yang lain yang turun, tapi tidak serentak,” tuturnya.
Prinsipnya, bahwa reaksi pasar modal terhadap perusahaan industri sangat tergantung dari kondisi. Kalau memang tercipta abnormal return itu kurang bisa ditekan, maka otomatis investor sangat bersemangat. Karena bisa tingkatkan pendapatan.
Dengan itu, melalui karya ilmiahnya itu dirinya berharap, investor lebih selektif untuk melihat unit bisnis mana yang bisa memacu pendapatan yang lebih besar. Agar bisa berdampak pada peningkatan PDRB dan juga PAD bagi pemerintah.
Pembelajaran Bahasa
Selanjutnya, Prof. Dr. Juliaans E R Marantika, Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dalam karya ilmiahnya tentang “State Of The Art Pembelajaran Bahasa Jerman Sebagai Bahasa Asing”.
Dimana karya ini merupakan semacam reteksi terhadap proses pembelajaran bahasa asing, khususnya bahasa Jerman, yang kekiniannya seperti apa.
Dia mengaku, dalam pengalaman selama ini ketika membimbing maupun menguji mahasiswa PPL atau pengamatan terhadap proses belajar guru di kelas, itu terkesan pembelajaran sangat didominasi oleh guru dan lebih fokus pada penguasaan kaidah bahasa, kosa kata, dan tata bahasa. Bahkan lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Sementara tujuan mempelajari bahasa Jerman saat ini, itu sudah mengacuh pada bagaimana siswa berkomunikasi secara fungsional.
“Misalnya siswa mampu menulis surat, melakukan lisan dengan orang lain, baik terkait dengan pekerjaan atau tujuan tujuan komunikasi tertentu. Apalagi diera globalisasi sekarang, yang memposisikan penguasaan bahasa itu sebagai alat komunikasi utama dalam berinteraksi dalam konteks global. Maka pembelajaran yang lebih fokus pada penguasaan kosa kata dan tata bahasa, itu tidak cukup,” katanya.
Artinya, sudah banyak hasil penelitian yang membuktikan, bahwa orang menguasai tata bahasa dan menghafal sejumlah kosa kata, itu ketika orang itu tidak dilatih untuk menggunakan tata bahasa dan kosa kata itu dalam berkomunikasi. Maka dari itu, akan sulit saat seseorang itu berkomunikasi.
“Itu misalnya perlombaan dilevel nasional, kadang siswa kita kalah bersaing dengan siswa di luar Maluku yang punya kemampuan komunikasi sangat tinggi. Ini kenapa, karena memang guru di sekolah itu, meski kurikulum kita sudah mengatur seperti tadi. Tapi guru terkadang sudah merasa nyaman dengan kebiasaan mengajar tata bahasa,”ujarnya.
Hal itu sehingga guru selalu menganggap kalau tidak dijelaskan tata bahasanya, siswa tidak akan mengerti. maka guru akan berusaha untuk menjelaskan itu. Padahal dalam konteks tertentu, itu sulit ditransfer dalam komunikasi. Ini karena disamping memang karena sudah nyaman dan sudah terbiasa dengan metode yang lebih fokus pada penguasaan tata bahasa dan kosa kata untuk kebutuhan sekedar menerjemahkan.
“Kalau dulu, perkembangan bahasa mulai dengan mengirim orang ke perang misalnya, sehingga ketepatan bahasa itu lebih diutamakan. Sementara sekarang, belajar itu sudah sangat tergantung konteks. Ada kata yang sama arti, tapi dalam konteks tertentu dia akan berbeda. Oleh sebab itu, perlu ada reformasi dalam pola pikir atau pola laku dari guru dalam merancang pembelajaran bahasa asing, khususnya bahasa Jerman,” tandasnya.
Dengan tetap menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Jerman sebagai bahasa asing yang sekarang sudah berkembang.
Untuk itu, harus komunikatif, berorentasi pada kemampuan menggunakan bahasa, dalam konteks yang harus berpusat pada siswa dengan lebih meng-aktifkan siswa dalam proses pembelajaran dan menggunakan metode interaktif, seperti berdia-log dan mempertimbangkan kebutuhan siswa, baik itu latar belakang maupun karakter. “Sehingga pembelajaran itu lebih memberi pembiasaan kepada siswa untuk menggunakan bahasa dalam konteks komunikasi,” ujarnya. (Mg-1)
Tinggalkan Balasan