AMBON, Siwalimanews – DPRD Provinsi Maluku sampai saat ini terkesan le­mah dalam melakukan tugas, akibatnya eksekutif semena-mena terhadap lembaga yang mewakili kepentingan rakyat itu.

Akademisi Fisip Unpatti Victor Ruhunlela mengata­kan, ketika Organisasi Pera­ng­kat Daerah tidak lagi me­nghargai setiap undangan dan panggilan yang dilakukan DPRD Maluku, merupakan suatu tindakan sangat disayangkan terjadi di Maluku.

Dijelaskan, ketika dilakukan pe­manggilan dan tidak lagi dihiraukan, maka ada kesalahan pikir yang dila­kukan DPRD, artinya DPRD tidak boleh memarahi atau bersikap tegas terhadap pimpinan OPD, melainkan harus dilakukan terhadap gubernur sebagai atasan OPD.

“Kalau OPD sudah melakukan tindakan tidak menghargai legislatif ini yang disayangkan, dan ada se­suatu yang salah DPRD sehingga OPD masa bodoh dan  cuek. Sebab mereka lupa OPD dibawah gubernur maka harus tegas ke gubernur,” ungkap Ruhunlela.

Menurutnya, sudah saatnya DP­RD Provinsi Maluku keras dan be­rani terhadap gubernur, ketika ekse­kutif melakukan kesalahan yang tidak sesuai dengan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam APBD ataupun kebijakan lainnya.

Baca Juga: Kuota JCH Kota Ambon Meningkat

Termasuk, pimpinan DPRD secara kelembagaan melakukan wewe­nang­nya menjalankan hak interpe­lasi terhadap gubernur, sebagai ba­gian dari tugas pengawasan yang dilakukan oleh legislative. Karena jika tidak, maka akan menjadi kebiasaan bagi OPD untuk tidak menghargai DPRD.

“Boleh interpelasi, kenapa tidak, ini kan sudah diluar batas etika pemerintahan,” ucap Ruhunlela.

Walaupun harus diakui pengguna hak interpelasi DPRD Provinsi Maluku tidak akan berhasil, sebab PDIP merupakan partai pemenang pemilu tahun 2019 dan menempatkan diri sebagai Ketua DPRD, sedangkan gubernur adalah Ketua DPD PDIP.

“Kelemahan kita di DPRD Maluku saat ini adalah ketika partai peme­nang pemilu merupakan orangnya gubenur juga, tapi setidaknya harus ada ketegasan dan keberanian dari pimpinan dan anggota DPRD lain­nya,” tegas Ruhunlela.

Ruhunlela pun meminta gubernur untuk arif dan bijaksana terhadap anak buahnya, sebab jalannya roda pemerintahan yang harmonis akan terjadi ketika gubernur dan DPRD menjalankan tugas secara baik..

Harus Tegas

Terpisah Akademisi Fisip UKIM Amelia Tahitu juga menyayangkan sikap pimpinan OPD yang tidak lagi menghargai wibawa DPRD sebagai lembaga yang mengemban suara rakyat.

Menurutnya, DPRD dalam kedu­du­kannya secara kelembagaan ha­rus tegas dan berani untuk meng­am­bil langkah terhadap OPD mau­pun Gubernur yang terkesan tidak menghargai DPRD ketika di undang untuk melakukan rapat tanpa ada alasan yang jelas.

“Pimpinan DPRD sudah saatnya tegas dan berani terhadap eksekutif termasuk melakukan hak interpelasi jika semua langkah telah dilakukan tapi eksekutif tidak mengindahkan,” tegas Tahitu.

Apalagi, hak interpelasi merupa­kan hak legislatif yang dijamin oleh konstitusi negara sehingga penggu­naan hak ini dapat dilakukan walau­pun akan diperhadapkan dengan begitu banyak kepentingan politik.

Didesak Interpelasi

Seperti diberitakan sebelumnya, sikap pimpinan Organisasi Pe­rangkat Daerah (OPD) Pemprov Maluku yang sering mangkir dari panggilan DPRD, membuat wakil rakyat ini kecam.

Betapa tidak, undangan untuk rapat bersama lembaga legislatif gu­nakan membicarakan kepentingan rak­yat, namun tidak pernah indah­kan.

DPRD sudah beberapa kali meng­undang Sekretaris daerah (Sekda) Maluku, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Haulussy Ambon, Kepala Badan Ke­pegawaian Daerah (BKD) dan Dinas terkait lainnya, namun ma­ngkir, bahkan diancam panggil paksapun tidak diindahkan. Karena itu pimpinan DPRD didesak gunakan hak interpelasi.

Desakan ini diungkapkan Alimu­din Kolatlena kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Se­lasa (25/10) atas tindakan pem­bang­kangan yang dilakukan Pemprov  terhadap setiap agenda pemerin­tahan yang dilakukan DPRD.

Dijelaskan, berdasarkan tata tertib maka upaya pemanggilan paksa dapat dilakukan DPRD jika Pemprov  terkesan membangkang ketika dipa­nggil secara patut, termasuk DPRD dapat menggunakan hak interpelasi terhadap pemerintah daerah.

“Sebagai anggota DPRD kita minta pimpinan DPRD untuk menindaklanjuti dengan mekanisme yang berjalan di DPRD, kalau diundang berturut-turut selama tiga kali tidak diindahkan, maka pang­gilan paksa atau juga mekanismenya kita interpelasi gubernur,” ujar Kolatlena.

Kolatlena menegaskan, harus dilakukan pimpinan DPRD secara kelembagaan agar ada kewibawaan lembaga yang dijaga, sebab jika tidak, maka akan menjadi kebiasaan dimana eksekutif akan memper­mainkan setiap panggilan DPRD.

“Ini baru pernah terjadi dan tidak boleh dibiarkan maka harus menem­puh mekanisme kelembagaan, kalau tidak pernah hadir berturut-turut maka tidak ada itikat baik dari gu­bernur dan jajaran untuk mengelola pemerintahan,” kesal Kolatlena.

Menurutnya, bagaimana Provinsi Maluku hendak didorong untuk maju dan berkembang jika setiap kali panggilan yang dilakukan DPRD tidak dihiraukan oleh Gubernur dan jajaran birokrasi pemerintah daerah.

Apalagi, dalam berbagai kesempatan baik dalam paripurna maupun momentum lain, Gubernur selalu menekankan bahwa DPRD adalah mitra dan unsur pemerintah, yang harus dijaga harmonis dan sinergis untuk bahu membahu membangun daerah.

Namun, fakta yang terjadi bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Gubernur terbukti dengan tidak dihiraukan keputusan politik Lembaga DPRD oleh setiap OPD. (S-20)