GURU ialah profesi yang dihormati di seluruh dunia dan dianggap tidak dapat tergantikan oleh robot karena tugasnya yang bersifat unik. Namun, standar guru, termasuk kompetensi dan kesejahteraannya, bervariasi secara signifikan di berbagai negara.

Bila kita memperbandingkan guru di Indonesia dengan rekan sejawat mereka di Finlandia, perbedaannya begitu mencolok seperti langit dan bumi. Di Indonesia, menjadi guru bukanlah hal yang sulit, bahkan sejak seseorang memasuki jurusan pendidikan di perguruan tinggi.

Syarat masuk ke fakultas keguruan jauh lebih rendah dibandingkan dengan fakultas kedokteran dan teknik. Setelah menyelesaikan kuliah, seseorang dapat langsung mendaftarkan diri sebagai guru tanpa spesifikasi tertentu.

Meskipun mudah untuk menjadi guru, namun tidak ada jaminan bahwa profesi tersebut akan membawa kesejahteraan. Guru honorer menerima bayaran yang sangat minim, bahkan di bawah upah minimum pekerja kasar. Guru yang berstatus ASN tanpa sertifikasi juga menerima gaji yang relatif kecil.

Situasinya sangat berbeda di Finlandia. Kampus pendidikan di negara tersebut memiliki standar setara dengan bidang kedokteran dan teknik. Karena itu, hanya calon mahasiswa yang memiliki tingkat kecerdasan setara dengan calon dokter dan insinyur yang dapat diterima di kampus keguruan.

Baca Juga: Upaya Menggenjot Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional

Setelah lulus, mereka masih diharuskan untuk mengikuti pendidikan atau magang selama sekitar dua tahun sebelum memperoleh sertifikat pendidik. Setelah mendapatkan sertifikat tersebut, mereka baru dapat mendaftar sebagai guru untuk tingkat TK hingga SD.

Untuk menjadi guru SMP dan SMA, calon guru harus menyelesaikan program master, baik dalam bidang pendidikan maupun bidang ilmu khususnya. Meskipun syarat untuk menjadi guru sangat ketat, kesejahteraan yang dijanjikan negara sebanding dengan profesi dokter dan hukum. Karena itu, dapat dipastikan bahwa tidak ada guru di Finlandia yang tak sejahtera.

Dalam perbandingan di atas, tergambar perbedaan signifikan dalam standar, kualifikasi, dan kesejahteraan. Meski menjadi guru di Indonesia relatif mudah, tantangan kesejahteraan seringkali menjadi kenyataan pahit.

Berbeda dengan Finlandia yang menghadirkan standar ketat dan imbalan kesejahteraan setara dengan profesi medis dan hukum. Bagaimana perbandingan ini dapat menjadi pemicu untuk meningkatkan kualitas profesi guru di Indonesia?

Menikmati kenyataan

Menilai perbandingan antara situasi guru di Indonesia dan Finlandia tanpa refleksi mendalam dapat menimbulkan rasa kekecewaan. Namun, melihat sisi positifnya, perbandingan ini dapat menjadi dorongan untuk meningkatkan kualitas diri sebagai guru.

Guru dapat memperkaya diri seperti guru di Finlandia dengan tekad menjadi lebih profesional, melalui berbagai diklat dan pelatihan yang diselenggarakan kementerian pendidikan dan lembaga pendidikan lainnya.

Beasiswa untuk guru yang ingin melanjutkan pendidikan juga tersedia, tergantung pada sejauh mana kita bersedia memanfaatkannya. Pemerintah juga menyelenggarakan pendidikan profesi guru (PPG) dalam jabatan untuk guru yang telah berkecimpung lama dalam profesi mereka. Selain itu PPG prajabatan untuk calon guru dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia guru.

Dengan mencapai standar kualitas yang tinggi, bukan tidak mungkin pemerintah akan melakukan perbaikan pada sistem penggajian guru di masa mendatang.

Menurut Munif Chatib (2014), penting untuk melihat guru sebagai manusia yang memiliki kebutuhan hidup dan membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Penghasilan ini dihasilkan melalui menjalankan kewajiban sebagai guru, yang mencakup keikhlasan dan semangat belajar.

Peran menjadi guru tidak hanya terkait dengan aspek kesejahteraan finansial semata. Banyak guru yang merasakan kepuasan dalam membantu persiapan anak-anak bangsa menghadapi tantangan kehidupan nyata dan dinamika perubahan globalisasi.

Kisah-kisah inspiratif tentang guru yang bersedia berkorban untuk mengajar di daerah terpencil dengan bayaran yang mungkin minim, menjadi bukti bahwa kepuasan semacam itu memotivasi guru untuk terus mengukir prestasi dan meninggalkan jejak positif.

Guru pembelajar menjadi syarat mutlak untuk terus meningkatkan standar pendidikan di Indonesia. Dibutuhkan kerelaan untuk terus memperkaya diri dengan kemampuan hard skill dan soft skill.

Munif Chatib dalam bukunya Gurunya Manusia menambahkan guru yang terus belajar akan memengaruhi tiga hal penting bagi profesi guru, yaitu paradigma atau cara pandang guru, kompetensi atau cara guru dalam menentukan proses pembelajaran, dan komitmen atau daya untuk mempertahankan paradigma dengan cara yang benar.

Fokus pada kekuatan diri

Salah satu kunci untuk menjadikan tindakan kita lebih bermakna adalah dengan mencintai apa yang kita lakukan, dan hal ini tidak terkecuali dalam peran menjadi seorang guru. Guru-guru yang menciptakan kisah abadi dalam dunia pendidikan adalah mereka yang sepenuhnya mendedikasikan diri mereka pada profesi ini.

Sebelum mampu menginspirasi perubahan pada diri anak didiknya, seorang guru perlu mempersiapkan dirinya secara menyeluruh. Elfindri, dkk. (2010) menyampaikan bahwa guru dapat meningkatkan kinerjanya dengan menguasai dan mengimplementasikan soft skill yang bermanfaat, antara lain; pertama, kemampuan menempatkan diri dengan baik dalam komunitas sekolah, organisasi, dan lingkungan sosial lainnya.

Kedua, menjadi anggota keluarga yang positif. Ketiga, mampu memberikan makna pada hidup dan selalu berbuat baik. Penting untuk dicatat bahwa guru harus sudah menginternalisasi metode tersebut dalam dirinya sebelum memberlakukan prinsip-prinsip ini kepada siswanya.

Ada empat gerakan yang dapat diterapkan untuk memperkaya soft skill, sebagaimana dibahas Elfindri, dkk., (2010), yaitu melibatkan otak, hati, raga, dan batin. Melalui olah otak, seorang guru akan selalu berkeinginan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuannya, yang pada akhirnya akan berdampak pada kesuksesan pembelajaran bersama siswa.

Sementara itu, olah hati bertujuan untuk meningkatkan kepekaan dan empati pendidik, sehingga guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswa, rekan sejawat, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

Olah raga bertujuan untuk menjaga kesehatan guru agar dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal. Sementara itu, olah batin bertujuan agar guru menjadi pribadi yang damai, bijaksana, dan iklas dalam menjalankan peran sebagai pendidik.

Akhirnya, jika guru mengenali dirinya dengan baik, mengetahui kekuatan dan kelemahannya, ia dapat menemukan jalan terbaik menjadi guru yang hebat dan bahagia. Selain itu, dengan mudah ia dapat membimbing anak didiknya untuk menjadi individu yang bahagia dan siap berkontribusi dalam kehidupan nyata sebagai bagian dari masyarakat dunia. Oleh: Muazzah Muhammad Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie Senior Master Teacher (SMT) bidang Riset dan Publikasi  (*)