SETELAH Gunung Botak dan Gogorea bersih dari penambang tanpa izin, ribuan penambang liar beralih tempat mengeruk emas.

Kawasan Gunung Nona di belakang Desa Metar dan Wapsalit, Kecamatan Lolongcuba, kini menjadi tempat menggarap. Para penambang didominasi dari Makassar, Bugis, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Tasikmalaya, dan Ternate.

Bahan kimia berbahaya merkuri digunakan oleh para penambang untuk mengolah dan memurnikan emas di Gunung Nona. Mereka tak ambil pusing, berbahaya bagi lingkungan ataukah tidak. Fatalnya lagi, sisa limbah pengolahan emas yang bercampur merkuri itu, dibuang langsung ke Sungai Waehedan yang sumber airnya masuk ke salah satu bendungan di Waeapo.

Bukan hanya limbah bercampur merkuri yang dibuang ke sungai, tapi lumpur-lumpur aktifitas tambang juga dibuang ke sana. Akibatnya, air Sungai Waehedan menjadi keruh dan kekeruhan air yang bercampur lumpur dan sisa limbah merkuri ini ikut masuk sampai ke saluran irigasi di persawahan di desa-desa terdekat.

Dikhawatirkan air yang mengairi sawah terkontaminasi merkuri, sehingga berpengaruh pada tanaman padi maupun palawija para petani yang menggunakan air dari saluran irigasi tersebut.

Baca Juga: Mengambangnya Korupsi Pengadaan Speedboat MBD

Kendati berada di wilayah tugasnya, namun Kapolres Pulau Buru, AKBP Ricky Purnama Kertapati mengaku, tak tahu aktifitas ribuan penambang liar itu. Pengakuan Kapolres Buru memicu amarah Kapolda, dan menegur keras dirinya.

Kapolda pantas marah. Sebab penertiban dan pembersihan penambang ilegal dari tambang Gunung Botak dan sekitarnya menjadi prioritas. Bahkan beberapa kali, kapolda memimpin langsung pembersihan itu.

Amarah kapolda  berbuntut pada pencopotan empat pejabat Polres Buru. Mereka yang dicopot masing-masing Kabag Ops Polres Buru AKP Muhammad Bambang Surya, Kasat Reskrim AKP Senja Pratama, Kasat Intelkam AKP Robby Hehanussa dan Kapolsek Waeapo Ipda Rizki Arif Prabowo.

Mutasi yang dilakukan berdasarkan STR/187/IX/KEP/2019 Kapolda Maluku Jumat 6 September 2019 tentang pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Polda Maluku.  Kapolda menegaskan, pencopotan adalah sanksi berat bagi anak buah yang tidak peka dan membiarkan penambang liar beraktifitas di tambang Gunung Nona.

Kita memberikan apresiasi terhadap sikap tegas kapolda yang memberikan sanksi tegas kepada anak buah yang tidak becus melaksanakan tugas, atau ‘bermain-main’ di tambang ilegal.

Lalu bagaimana dengan  kapolres?. Dia juga harus diberikan sanksi.  Jangan hanya anak buah yang terkena sanksi, sementara kapolres tetap aman. Tidak adil. Rasanya aneh, kalau lebih dari 1000 penambang ilegal bercokol di Gunung Nona, tanpa diketahui oleh kapolres yang dilengkapi perangkat sumber daya manusia yang cukup banyak.

Tak hanya tambang emas Gunung Nona, namun kasus bahan kimia Jin Chan milik PT Buana Pratama Sejahtera (BPS) juga tidak kunjung dituntaskan oleh Polres Buru. Padahal setahun lebih sudah diusut. Banyak janji yang umbar oleh kapolres, namun tak pernah direaliasi. Karena itu, sudah saatnya kapolda mengevaluasi kinerja Kapolres Buru. Sistem pengamanan untuk melindungi kawasan tambang di Pulau Buru juga harus dievaluasi oleh para pemangku kepentingan. (*)