Ketidakberesan kerja gugus tugas dalam penanganan Covid-19 terus diungkap. Tak hanya gugus tugas Maluku, tetapi juga gugus tugas Kota Ambon. Satu per satu eks pasien Covid-19 buka mulut membeberkan ketidaktransparanan gugus tugas. Salah satunya soal bukti hasil uji swab.

Banyak warga di Kota Ambon divonis positif terpapar Covid-19, tetapi hanya disampaikan melalui telepon ataupun pesan whatsapp. Ada juga melalui lurah. Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan anak buahnya Kepala Dinas Kesehatan, Wendy Pelupessy satu suara mengatakan, langkah itu diambil untuk mempercepat penanganan Covid-19.

Tak ada yang salah dengan langkah yang dilakukan pemerintah daerah dan gugus tugas. Cara yang dilakukan tepat untuk memotong mata rantai penyebaran Covid-19. Tetapi mengapa setelah itu, tidak diberikan hasil pemeriksaan swab dari laboratorium yang membuktikan mereka positif Covid-19? Malah sampai mereka dinyatakan sembuh bukti tak pernah diberikan.

Fakta ini menunjukan bahwa penyediaan informasi data medis pasien Covid-19 belum dilakukan secara transparan dan menyeluruh oleh gugus tugas. Padahal ketentuan peraturan perundang-undangan mewajibkan hal itu.

Hal ini jelas diatur dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mengatur hak pasien untuk mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

Baca Juga: Menunggu Jaksa Sita Aset Heintje

Ada juga UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik serta UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan, setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis juga menyatakan, rekam medis merupakan catatan dan dokumen yang berisikan identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain diberikan kepada pasien termasuk hasil pemeriksaan swab sebagai rekam medis yang harus diberikan kepada pasien.

Aturan hukumnya jelas. Tidak samar-samar atau abu-abu. Lalu mengapa diabaikan?  Hasil uji swab wajib diberikan. Selain sebagai kewajiban, tetapi juga menyangkut dengan kepercayaan publik. Jangan karena biaya pengobatan pasien Covid-19 gratis, lalu mengabaikan hak masyarakat.

Sikap gugus tugas yang tertutup menjadi penyebab masyarakat tak percaya terhadap gugus tugas. Bahkan yang lebih miris, ada yang tak percaya terhadap Covid-19. Jangan disalahkan jika ada masyarakat yang menunjukan sikap dan pandangan yang demikian.

Bagaimana masyarakat mau patuh terhadap aturan dan anjuran pemerintah untuk mematuhi protokol kesehatan,  sementara gugus tugas kerja tidak transparan. Upaya memotong mata rantai penyebaran Covid-19, harus disertai dengan keterbukaan gugus tugas. Tingkat kepatuhan masyarakat akan meningkat mengikuti sikap transparansi gugus tugas.

Masyarakat hanya menuntut bukti hasil pemeriksaan swab diberikan. Ini bukan tuntutan yang berat. Tinggal diberikan. Apa susahnya?

Kalau saat ini publik sementara diterpa isu bahwa ada konspirasi dalam penanganan Covid-19,  gugus tugas harus menjawab isu itu dengan lebih transparan. Jika tidak ada transparansi dari gugus tugas maka keraguan yang selama ini telah terbangun di masyarakat akan menguat dan akhirnya akan mempengaruhi proses penanganan Covid-19 di Maluku.

Masyarakat selalu diingatkan untuk mematuhi protokol kesehatan, tetapi di sisi lain gugus tugas harus meningkatkan kepercayaan publik dengan lebih transparan, kalau memang ingin masyarakat benar-benar sadar dan patuh untuk menjalankan protokol kesehatan.

Gugus tugas, pemerintah dan masyarakat punya tanggung jawab bersama untuk memerangi Covid-19. Masyarakat selalu diserahi tanggung jawab untuk patuh terhadap protokol kesehatan. Tetapi gugus tugas dan pemerintah juga bertanggung jawab untuk men­ciptakan kesimbangan dengan bersikap transparan. (*)