Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Rorogo Zega, berjanji akan segera menyita seluruh aset kekayaan milik Direktur Utama CV Harves, Heintje Abraham Toisuta, terpidana kasus Tipikor dan TPPU proyek pembelian lahan dan bangunan untuk pembangunan Kantor Bank Maluku-Maluku Utara (Malut) Cabang Surabaya tahun 2014.

Berdasarkan hasil penelusuran pihak Kejati Maluku, aset Heintje yang sudah terdeteksi yakni  rumah dan tanah di Jalan Dokter Kayadoe Kudamati, RT 002/RW 05, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Rumah dan tanah yang diperkirakan senilai Rp 2,5 miliar itu, diduga berasal dari uang Rp 7,6 miliar, hasil dugaan korupsi pembelian gedung dan lahan di Surabaya.  Aset Heintje yang lain berupa tanah dan rumah yang terletak di kawasan Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Rumah berlantai dua itu, diperkirakan bernilai Rp 1 miliar. Rumah tersebut dibangun sejak awal tahun 2015. Baik rumah maupun tanah sudah pernah disita Kejati Maluku saat kasus ini ditingkat penyidikan.

Alasan aset dan harta Heintje disita lantaran yang bersangkutan belum mengembalikan uang pengganti sebagai kerugian keuangan negara sebesar Rp 7,2 miliar, dari total anggaran proyek senilai Rp 54 miliar.

Baca Juga: Pentingnya Protokol Kesehatan

Sejak keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor :2282 K/Pid.Sus/2017 tertanggal 21 November 2017, terpidana Heintje masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Ia divonis 12 tahun penjara oleh Mahkmah Agung.

Meski sekarang Heintje sudah dieksekusi masuk ke Lapas Klas II Ambon, namun tanggung jawab Heintje tidak sampai di situ. Ia harus membayar kerugian negara dari hasil perbuatannya itu.

Kajati, Rorogo Zega menegaskan, aset yang sudah pernah disita pihaknya, kalau tidak cukup untuk membayar uang pengganti, Kejati akan berusaha mencari harta lainnya yang bisa disita untuk pengembalian kerugian keuangan negara.

Dalam putusan MA, terpidana Heintje dijatuhi hukuman pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp 1 miliar subsider delapan bulan ku­rungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 7,2 miliar sub­sider empat tahun kurungan.

Kasus ini selain terpidana Heintje juga terdapat dua terpidana lainnnya, yaitu mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Bank Maluku-Malut Idris Rolobessy, serta mantan Kepala Devisi Renstra dan Korsec PT. Bank Maluku Petro Rudolf Tentua.

Untuk terpidana Idris, telah dilakukan eksekusi badan ke Lapas Klas II A Ambon sejak 9 Agustus 2017 lalu, dengan menjalani hukuman pidana penjara selama selama 10 tahun, denda Rp 500 juta subsider tujuh bulan kurungan, serta dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

Sedangkan untuk terpidana Petro, hingga saat ini belum juga dilakukan eksekusi badan ke Lapas Klas II A Ambon. Hal ini lantaran yang bersangkutan belum menerima salinan amar putusan kasasi dari MA RI melalui Pengadilan Negeri (PN) Ambon.

Publik menunggu gebrakan lanjutan tim penyidik Korps Adhyaksa. Keseriusan untuk mencari aset Heintje harus dilakukan. Ditakutkan, selama pelarian, bisa saja Heintje menggunakan waktu tersebut untuk menyembunyikan harta kekayaannya.

Olehnya Kejati Maluku harus serius jika ingin uang negara yang disalahgunakan Heintje itu kembali utuh. (**)