AMBON, Siwalimanews – Sikap Elly Toisuta yang eng­gan menempati rumah dinas Ketua DPRD Kota Ambon terus menuai kritikan.

Rumah dinas itu adalah simbol dari representasi rakyat. Olehnya itu, tak etis jika tidak ditempati.

“Rumah dinas ketua DPRD itu simbol representasi rakyat, ka­rena itu tidak ada pilihan lain da­lam posisi sebagai seorang ketua DPRD kota maka harus segera ditempati,” tandas Akademisi Fisip UKIM, Marthen Maspaitella kepada Siwalima, Selasa (22/9).

Kata Maspaitella, tidak ada ala­san untuk tidak ditempati. Siapa­pun yang menjabat ketua DPRD harus menempati rumah itu seba­gai fasilitas pelayanan bagi ke­pentingan rakyat.

“Kalaupun memang sampai saat ini ketua DPRD belum me­nempati rumah dinas maka harus dipertanyakan alasan sampai belum menempati rumah dinas dimaksud,” ujarnya.

Baca Juga: Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Harus Dilakukan

Ia meminta ketua DPRD me­nempati rumah dinas. Sebab jika tidak, maka percuma ada simbol rakyat, tetapi tidak dipergunakan oleh orang yang mewakili rakyat.

“Dengan menempati rumah dinas maka ketua DPRD dapat me­lakukan fungsi pengawasan secara terbuka, sebab dari rumah dinaslah masya­rakat dapat lang­sung menyam­pai­kan aspirasi ke­pada wakilnya,” tandas Maspai­tella.

Ngaku tak Layak

Elly Toisuta mengaku rumah dinas Ketua DPRD Kota Ambon sudah tidak layak huni, sehingga tak bisa ditempati.

“Memang kita lihat dari luar fisik bangunan rusak, tampak depan hanya sebagian plafon yang rusak, namun didalamnya, plafon sudah rusak karena musim hujan berke­panjangan bahkan cat tembok dan item lain dari bangunan itu tidak layak huni , sebelum dilakukan dire­novasi,” kata Elly Toisuta saat dikonfirmasi Siwalima, Selasa (21/9) melalui telepon seluler.

Menurutnya, plafon depan rumah dinas tersebut ada yang keropos dan bolong akibat terkena air hujan.

“Waktu Kemarin sudah diang­gar­kan  untuk rehab rumah itu, ha­nya karena refucosing sehingga anggaran untuk renovasi rumah mengalami penundaan, mungkin di tahun anggaran depan atau mu­ngkin di perubahan masuk pada rehab untuk awal,”  jelas Elly.

Ia berharap agar rumah dinas segera direnovasi, sehingga bisa ditempati.

Soal anggaran operasional ke­rumahtanggaan di rumah dinas, Elly tak menjawab dengan jelas apakah ia pergunakan ataukah tidak.

“Silakan saja untuk dapat lang­sung melakukan pengecekan pada sekretariat apakah ada biaya ke­rumahtanggaan atau tidak. Me­mang benar ada anggaran dalam pos APBD. namun lebih jelasnya bisa langsung konfirmasi untuk sekwan supaya bisa mengetahui nilai anggarannya seperti apa,” ujarnya.

Tuai Kritikan

Seperti diberitakan, Elly Toisuta men­dapat kritikan pedas dari ber­bagai komponen masyarakat. Se­jak dilantik pada 29 Oktober 2019 lalu, Elly tak menempati rumah dinas Ketua DPRD Kota Ambon.

Rumah dinas yang berada di kawasan Karang Panjang itu sudah ditutupi rumput. Kondisinya tak terurus.

Memprihatinkan. Rumah yang dibangun dengan anggaran ne­gara miliaran rupiah, namun tak mau didiami.

“Ibu Elly itu adalah wakil rakyat yang harus menjadi contoh, kalau fasilitas tidak digunakan akan mubazir,” tandas Pengurus DPD Muhammadiyah Maluku, Idrus Marasabessy kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (21/9).

Marasabessy mengatakan, Elly Toisuta harus punya alasan me­ngapa tidak mau mendiami rumah dinas.

“Saya kira Ketua DPRD harus punya alasan untuk bisa dije­laskan ke publik, kenapa tidak mendiami rumah dinas, tetapi rumah pribadi,” ujarnya.

Kalaupun rumah dinas itu dinilai tak lagi layak dihuni, kata Mara­sabessy, sebagai Ketua DPRD Elly sangat mudah berkoordinasi de­ngan pemkot untuk diperbaiki.

Ketua Harian Gerakan Mahasis­wa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Ambon, Albertus Y. R Pormes mengatakan, Elly Toisuta harus me­nempati rumah dinas agar pe­layanan terhadap kepentingan masyarakat berjalan lancar.

“Negara sudah menyediakan rumah dinas, kok memilih tinggal di rumah pribadi, sangat disayang­kan, rumah dinas dibiarkan dalam kondisi yang tak terurus,” ujarnya.

Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ambon Mizwar Toma­gola meminta Elly Toisuta men­diami rumah dinas tersebut agar bisa terawat.

Tomagola mengaku bingung, negara sudah menyediakan fasi­litas, tetapi tidak dimau ditempati.

“Beliau itu adalah pablik figur dalam hal ini wakil rakyat, yang mes­tinya beliau itu harus tinggal di rumah dinas Ketua DPRD, bukan di rumah pribadi,” tegasnya.

Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Almindes Syauta menilai, Ketua DPRD Kota Ambon menunjukan prilaku yang tidak baik, jika tidak mau menem­pati rumah dinas.

“Rumah dinas itu seharusnya dipakai, karena itu merupakan jami­nan bagi pejabat yang me­ngabdikan diri untuk daerah ini,” ujarnya.

Syauta meminta Elly Toisuta menempati rumah dinas tersebut agar dapat dirawat dengan baik.

“Negara sudah susah-susah membangun fasilitas, tetapi tidak dihargai,” tandasnya.

Aliansi Gerakan Anti Korupsi (AGAS) Maluku menyesalkan sikap Elly Toisuta yang tidak menempati rumah dinas DPRD Kota Ambon.

“Itu aset daerah yang harus dimanfaatkan. Kalau daerah sudah mengeluarkan anggaran untuk pembangunan rumdis, namun tidak dimanfaatkan maka mubazir dan aset daerah itu pasti ter­be­ngkalai dan rusak,” tandas Ketua AGAS Maluku, Jonathan Pesurnay.

Pesurnay sangat disayangkan, tidak ditempati, namun anggaran yang berkaitan dengan kerumah­tanggaan di rumah dinas tetap dinikmati. “Ini yang harus trans­paran,” ujarnya.

Elly Toisuta yang dihubungi be­berapa kali, namun enggan meng­angkat telepon. Pesan whatsapp juga tidak direspons.

Sementara Sekretaris DPRD Kota Ambon, Elkyoopas Silooy me­ngatakan, rumah dinas Ketua DPRD Kota Ambon tidak ditempati, karena akan direnovasi.

“Rumah Ketua DPRD Kota Ambon hingga kini belum ditempati dikare­nakan akan dilakukan dire­novasi,” kata Silooy saat dikonfirmasi.

Menurutnya, anggaran untuk di­lakukan renovasi sudah dimasu­kan dalam APBD 2020, namun karena Covid-19 tak bisa berjalan. Ditanya berapa besar anggaran, Silooy mengaku tak ingat.

Rumah dinas itu, belum setahun ditinggalkan oleh James Maatita setelah jabatan Ketua DPRD Kota Ambon dipegang oleh Elly Toisuta. Tak jelas

Kendati mengaku rumah dinas Ketua DPRD Kota Ambon akan direnovasi, karena tak layak dihuni, namun Silooy tak menjelaskan apanya yang tak layak.

Sementara salah satu pegawai di Sekretariat DPRD Kota Ambon mengungkapkan, tahun sebelum­nya anggaran untuk renovasi rumah dinas Ketua DPRD Kota Ambon sekitar Rp 100 juta.

“Ini bisa lebih, juga bisa kurang, sesuai kondisi kerusakan. Tapi kalau sekarang, mungkin lebih,” ujar­nya, yang meminta namanya tak dikorankan.

Sedangkan biaya operasional kerumahtanggaan di rumah dinas dalam setahun lebih dari Rp 100 juta. “Biasanya lebih dari 100 juta. Dan itu harus dipakai habis,” katanya.

Menurutnya, sangat tidak baik kalau pimpinan DPRD tidak men­diami rumah dinas, tapi meng­gunakan anggaran operasional belanja rumah tangga.

“Pos anggaran untu itu selalu ada di batang tubuh APBD, lebih jelas nanti tanya ke pak sekwan,” tandasnya. (Mg-5)