AMBON, Siwalimanews – Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah Kota Ambon Jopie Silano mengaku, sampai dengan saat ini penataan aset milik pemkot masih bermasalah.

Aset-saet yang masih bermasalah tersebut sesuai temuan BPK, sehingga memberikan BPK opini tentang tata kelola aset yang kurang baik. Aset tersebut misalnya, penyerahan atau pengalihan aset P3D dari Pemerintah Provinsi Maluku ke Pemkot Ambon.

“Ini terkait dengan penyerahan dan pengelolaan P3D yaitu sekolah-sekolah dari pemprov kepada kita. Dulu itu dalam pengelolaan pemerintah provinsi, kemudian sekitar 5 atau 10 tahun yang lalu itu diserahkan kepada pemerintah kota,” ungkap Silano saat menerima kunjungan Wakil Ketua Komite IV DPD RI Novita Anakotta di ruang Vlisingen, Senin (8/1).

Menurutnya, ketika dilakukan penyerahan P3D yang diikuti juga dengan penyerahan aset milik sekolah, dimana aset-aset itu baik SD dan SMP, diserahkan ada yang belum memiliki sertifikat.

“Jadi dulu waktu sekolah itu dibangun, mungkin hanya ada kesepakatan-kesepakatan antara pemerintah dengan pemilik tanah secara lisan. Sehingga kemudian hari orang tua dari pemilik tanah meninggal, maka hal tersebut dipermasalahkan oleh ahli waris,” ucap Silano.

Baca Juga: Minim Fasilitas Kesehatan & Pendidikan, Mahasiswa SBT Seruduk DPRD

Walaupun demikian, Silano tidak merinci secara detail sekolah-sekolah mana saja yang menjadi masalah, namun ia hanya memaparkan dalam pengurusan sertifikatnya, memang ada beberapa sekolah yang bisa ditangani, namun ada juga yang belum bisa ditangani. Hal itu karena ahli waris meminta untuk membayar ganti rugi atas lahan yang telah dibangun sekolah.

“Hal-hal ini menjadi salah satu faktor temuan BPK tentang pengelolaan aset. Karena memang belum bisa diselesaikan masalah legalitasnya,s ebab saat penyerahan dari pemerintah provinsi, soal kewenangan kita dapat, tetapi tidak diikuti dengan kepemilikan atau sertifikatnya,” beber Silano.

Kepala Bidang Aset Muss menambahkan, ketika pihaknya melakukan sensus aset milik pemkot ada sekitar 155 ribu barang yang ditemukan, tetapi ada sekitar 100 ribu lebih aset yang tidak bisa ditemukan barangya.

“Tahun 2021 dilakukan sensus barang milik daerah. Ditemukan ada 155ribu item barang, ada sekitar 100 ribu barang yang tidak bisa ditemukan,” sebutnya.

Ketika dibuka lagi catatan-catatan lama kata Muss, ternyata sebagian besar barang yang tidak bisa ditemukan itu dibeli sejak tahun 1965-1984, sehingga barangnya sudah tidak bisa ditemukan.

Sementara untuk melakukan penghapusan aset yang tidak ada, BPKAD terkendala dengan Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset, yang mana salah satu poinnya ialah untuk melakukan penghapusan aset mesti ada dokumentasi.

“Nah untuk hapus aset yang sudah tidak ada, kita terkendala dengan Permendagri sebab harus ada dokumentasi. Sedangkan kita tidak ada dokumentasi, kemudian barangnya juga tidak ada. Mungkin dulu belum terlalu ketat pengawasan soal asset, sehingga tidak ada dokumentasi,” ucapnya.(S-29)