Josina Rahanmetan tak kuasa menahan air mata yang turun hingga membasahi pipinya. Suara­nya tercekat.

Hari itu ia melihat sebuah bangu­nan telah berdiri di atas tanahnya, masih sederhana, berdinding batako dan belum diplester. Tapi itulah rumahnya.

“Saya hanya bisa bersyukur ka­rena rumah kami sudah bisa diba­ngun lagi,” ujar  perempuan itu dengan suara tercekat.

Lima bulan silam, pada Sabtu, Juni 2023, kata-kata itulah yang diucap­kan ibu dua anak itu kepada Siwa­lima,  saat menemuinya di rumahnya di Desa Abat yang terletak di Keca­matan Wuar Labobar, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KTT), Pro­vinsi Maluku.

Josina, ibu dua anak itu, meru­pakan salah satu warga Desa Abat yang kehilangan rumah juga sege­nap isinya. Pada Selasa 10 Januari silam  gempa bumi  berkekuatan 7,9 skala richter terjadi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Baca Juga: Tekor 100 Juta, Petani Dapat Jaring Bekas

Ribuan warga terkena dampaknya.  Sebagian besar mereka kehilangan rumah termasuk Josina, perempuan yang suaminya meninggal dua ta­hun silam.

Sehari-hari Josina, 58 tahun,  hidup dari bertani. Karena itulah saat rumahnya  ambruk dihajar gempa ia tak tahu harus berbuat apa. Selama sekitar empat  bulan, dengan dua anaknya, ia  tinggal di pengungsian, sampai suatu ketika sebuah kabar yang tak ia duga datang : SKK Migas memberi bantuan kepada korban gempa yang wujudnya 100  sak semen dan 75 lembar seng.

“Kami membangun rumah karena bantuan dari SKK Migas yang disalurkan melalui Pak camat,” ujar Josina. Ia mendapat bantuan seba­nyak itu karena rumahnya masuk kategori “rusak berat.”

Para korban gempa saling mem­bantu untuk membangun rumah mereka. Demikian pula rumah Jos, demikian biasa ia dipanggil. Warga kiri-kanan, dengan bantuan semen dan seng SKK Migas itu, mendiri­kan rumah Josina. Rumah beruku­ran 6×7 meter persegi itu pun me­wujud dengan memiliki dua kamar. Rumahnya harus dibangun dari awal karena harus dibongkar total. “Seba­gian besar dinding rumah roboh,” katanya.

Kendati belum sempurna, Josina senang karena itu rumahnya sendiri. “Hidup di rumah sendiri tak sama dengan hidup di tempat pengung­sian,” katanya. Di tempat pengung­sian, ia tidur di tenda. Jika hujan, kadang air merembes, mengganggu tidur ia dan anak-anaknya.

****

GEMPA pada Selasa 10 Januari 2023 yang terjadi pada pukul 02.45  itu membuat ambruk sebanyak 297 bangunan di Tanimbar. Menurut Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) lokasi episen­trum gempa  pada 7.25 Lintang Selatan, 130.18 Bujur Timur (148 km Barat Laut Maluku Tenggara Barat) serta pada kedalaman 131 km. Gempa itu mengguncang, secara geografi Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan  Kabupaten Maluku Barat Daya. “Dipicu tunjaman lempeng di Laut Banda,” kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, ketika itu.

Gempa yang terjadi di dini hari membuat warga panik, berlarian ke luar rumah menyelamatkan diri. Lolongan meminta tolong terdengar di mana-mana. Sejumlah orang terluka dan tewas akibat bencana itu.

Di Kota Saumlaki, Ibu Kota Kabu­paten Kepulauan Tanimbar, misal­nya, dua orang luka parah tertimpa bangunan. Seorang warga Desa Lauran, Tanimbar Selatan, Yoakim Laiyan, tewas saat sedang di laut mencari ikan.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar melalui Tim Penanggu­langan Bencana menyatakan terda­pat 297 bangunan rusak, termasuk fasilitas milik pemerintah daerah. Atas bencana itu, Pemerintah Pro­vinsi Maluku melalui Gubernur Maluku, Murad Ismail mengeluarkan status tanggap darurat melalui surat keputusan Nomor 86 tahun 2023 dan Bupati Kepulauan Tanimbar melalui surat keputusan Nomor 361/10 tahun 2023.

Bantuan pun segera berdatangan. Pemerintah Pusat misalnya memberi­kan bantuan seribu selimut, seribu matras, dan 50 tenda. Sejumlah badan usaha pemerintah dan swasta di daerah itu pun memberi bantuan seperti misalnya PT Telkom Indonesia, PT Jasa Raharja, PT Pelindo, PT Pertamina, PT BRI, PT Bank Modern, PT PNM dan PT Bulog.

Hal sama juga dilakukan SKK Migas bersama Kontraktor Kerja Sama (KKKS) pada Wilayah Papua dan Maluku. Mereka memberikan bantuan  semen dan seng untuk Pembangunan rumah warga yang hancur. Menurut Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku, Subagyo, SKK Migas dan rekanan hadir sebagai bagian dari anak bangsa yang peduli.

“Karena peduli adalah bagian dari persatuan yang menguatkan,” katanya.

Rekanan yang dimaksud antara lain: Balam Energy, Citic Se­ram, Genting Oli Kasuri, Inpex Ma­sela, Karez petroleum, MonD’Ort, Petrogas (Basin), Petrogas (Island), dan Pertamina EP zona 14 Field Papua.

Delapan bulan sudah bencana itu berlalu. Rumah-rumah warga mulai berdiri. Kehidupan sedikit demi sedikit berangsur pulih.

Rumah-rumah batako, kendati belum diplester,  sudah dipakai para warga yang kehilangan rumah.

Bantuan SKK Migas tak pelak telah sedikit banyak meluruhkan beban mereka. Rasa syukur itulah yang selalu diucapkan Josina.

“Jauh lebih nyaman di rumah ini walau belum diplester daripada di tempat pengungsian,” katanya.

Rasa terharu turut dirasakan SKK Migas karena masyarakat telah menikmati bantuan yang telah diberikan.

“Kami terharu dan bersyukur masyarakat bisa  membangun rumah mereka kembali dari bantuan yang kami berikan,” kata Kepala Depar­temen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Wilayah Papua Maluku, Galih Agusetiawan, kepada Siwa­lima, melalui telepon selulernya, Senin (27/11). (Fabiola Jolanda Koenoe-Harian Pagi Siwalima)