AMBON, Siwalimanews – Mencermati  polemik terkait surat rekomendasi  calon Rektor UKIM oleh Gubernur Maluku Murad Ismail kepada salah satu dosen Isip yakni Josephus Noya, sangat di sayangkan sama sekali.

Pasalnya, sikap Gubernur Maluku Murad Ismail ini, sudah turut mencapur tangan dalam kepentingan internal UKIM, sebab suksesi rektor kedepan adalah urusan kampus dan yayasan, bukan urusan pemerintah provinsi  atau gubernur selaku kepala daerah.

“Kendatipun hanya bersifat rekomendasi, hanya saja ini tidak punya kaitanya dengan pak gubernur, lagian apa tujuannya dan apa impact positifnya buat UKIM? Justru dengan rekomendasi semacam itu, membuat wajah pendidikan kampus seakan-akan disetir oleh tangan penguasa dan lebih ditakuti adalah pimpinan kampus kedepan hanya menjadi boneka  atau semacam lampion yang di ero ke sana dan ke sini,” uca Ketua Umum Senat Mahasiswa UKIM Finsensius Talubun dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Senin (9/8).

Menurutnya, jika ditelaah secara bijaksana dari surat rekomendasi yang diedarkan, sejatinya tidak punya dampak apa-apa terhadap pengembangan UKIM atau memperbaharui kultrur pendidikan UKIM agar lebih baik.

Lantas apa penyebab Gubernur Maluku Murad Ismail dengan beraninya memberikan rekomendasi bagi salah satu akademisi UKIM untuk mencalonkan diri sebagai rektor di suksesi kedepan.

Baca Juga: Partai Golkar Desak Gubernur Tempati Rumdis

“Bagi kami sikap gubernur terlihat narsis sekali dengan tindakan yang dilakukan, pada hal secara kelembagaan, kita tahu bersama, bahwa UKIM secara institusional bukanlah kampus negri yang ada di bawa naungan pemerintah tetapi UKIM adalah kampus yayasan yang berada dibawa naungan geraja atau dengan kata lain UKIM adalah “Anak Kandung GPM “ maka yang menjadi pertanyaan adalah apa hubunganya  UKIM dengan pak gubernur Maluku? lebih sayangnya rekomendasi calon Rektor UKIM yang diterbitkan oleh gubernur mewakili lembaga pemerintah, sederhananya pak gubernur adalah personifikasi pemerintah Maluku,” ujarnya.

Sebenarnya kata Talubun, pada konteks ini,  wajar-wajar saja bagi setiap figur yang mau mempromosikan diri untuk menjadi calon rektor, mengingat dalam konteks ini, UKIM dalam masa transisi dan tinggal beberapa bulan lagi sudah ada dalam pemilihan rektor yang baru, hanya saja, tak logis kalau rekomendasinya dari okunum-oknum yang masih memikul jabatan politik seperti pak Gubernur.

Ingat! bahwa rektor atau pimpinan kampus itu menahkodai lembaga pendidikan  bukan lembaga politik atau lainnya, sehingga praktek semacam ini harus dicegah, jika hal semacam ini terus dibiarkan, maka kedepan dapat merusak atau mencoreng status independensi lembaga.

“Apa lagi UKIM adalah anak kandung dari gereja,  maka sepatutnya  marwah gereja wajib lindungi jangan sampai masyarakat atau warga membangun spekulasi yang buruk  terhadap UKIM maupun gereja secara intitusi,” tegasnya.

Untuk itu, selaku warga kampus kata Talubun, pihaknya perlu merespon polemik  ini. Lebih ironisnya lagi, surat edaran tersebut tengah menjadi konsumsi publik dan banyak pertanyaan yang mencuat, sehingga menjadi kekhawatiran besar, jangan sampai UKIM bisa diklaim oleh masyarkat, bahwa UKIM sudah terkontaminasi dengan permainan politik prkatis, dengan demikian impact tehadap kultrur pendidikan di UKIM pun ikut terpengaruh.

Olehnya itu  ia berharap, pihak kampus maupun gereja harusnya secepatnya merespon polemik ini dan bukan dengan pernyataan mendukung  atau mensupport surat rekomendasi tersebut, namun seyogyanya mempressure dengan langkah solutif yang harus diambil.

“Langkah solutif yang harus diambil adalah pernyataan klarifikasi yang baik untuk menyelesaikan polemik yang sementara berlangsung, agar  isu ini  tidak terus-menerus diperbincangkan publik dan mengotori marwah UKIM,” pintanya. (S-51)