Sekeluarga Divonis Corona tanpa Bukti
Borok Gustu Diungkap Lagi
AMBON, Siwalimanews – Warga kembali membuka borok gugus tugas dalam penanganan Covid-19. Satu keluarga divonis positif, namun saat diminta bukti hasil swab tak pernah diberikan.
Lagi-lagi, gugus tugas hanya memberitahukan melalui telepon. Warga yang divonis positif sudah meminta bukti hasil swab dari laboratorium, tetapi selalu ditutupi, dan hingga sembuh, tak pernah diberikan.
Setelah sebelumnya sejumlah warga membeberkan ketidakberesan kerja Gugus Tugas Covid-19, kini warga lainnya turut buka mulut.
Salah seorang eks pasien Covid-19 yang berdomisili di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, kepada Siwalima, Sabtu (19/9), mengungkapkan, awalnya ia dan empat anggota keluarganya divonis positif terpapar Virus Corona. Pemberitahuan ini disampaikan melalui lurah. “Beta diberitahukan lewat lurah yang menyatakan saya dan keluarga positif,” jelasnya, yang meminta namanya tak dipublikasikan.
Lurah hanya sampaikan melalui telepon. Setelah itu, petugas gugus tugas dari Dinas Kesehatan Kota Ambon datang dan meminta agar ia dan empat anggota keluarganya untuk menjalani karantina.
Baca Juga: Maluku Tambah 41 Kasus Baru, 40 pasien dari AmbonIa lalu meminta bukti hasil swab dari laboratorium yang menyatakan ia dan empat anggota keluarganya positif Covid-19. Namun petugas Dinas Kesehatan tak memberikan. Karena tak ada bukti hasil uji swab, ia dan keluarganya menolak untuk menjalani karantina.
“Beta dan keluarga langsung tolak untuk karantina, kalau tidak ada bukti hasil swab,” tandasnya, dengan dialeg Ambon.
Lantaran menunggu bukti hasil uji swab dari BTKL PP Ambon tak kunjung diberikan oleh gugus tugas, ia mengambil inisiatif untuk menghubungi Dinas Kesehatan Kota Ambon.
“Beta yang hubungi mereka, beta bilang kasih surat keterangan yang menyatakan beta dan keluarga positif lalu segera karantina, supaya jangan tertular ke yang lain. Harus secepatnya. Baru kemudian diberikan surat keterangan, tetapi bukan surat lab yang menyatakan beta positif, kok cara kerja gustu seperti ini,” ujarnya.
Ia mengaku, sangat kecewa dengan kerja gugus tugas dalam penanganan Covid-19 yang tidak transparan. Bukti hasil pemeriksaan laboratorium harus diberikan jika menyatakan seseorang positif Virus Corona. “Ini cuma lewat lelepon saja sampaikan bahwa positif corona, tanpa ada bukti hasil pemeriksaan lab,” tandasnya.
Sejak ia dan keluarganya menjalani karantina di penginapan Garuda In dan Diklat Perikanan Maluku hingga sembuh, bukti hasil swab dari laboratorium tak diberikan.
“Sampai beta dan keluarga keluar dari lokasi karantina beta hanya disampaikan surat keterangan dari Dinkes, tetapi surat bukti swab tidak ada,” ungkapnya.
Gustu tak Transparan
Akademisi Hukum Unpatti, Andreas Bakarbessy menilai, gugus tugas bekerja tidak transparan. Banyak sekali warga yang divonis terpapar virus corona, tetapi tidak diberikan bukti hasil uji swab dari laboratorium.
Kondisi ini, menunjukan penyediaan informasi data medis pasien Covid-19 oleh gugus tugas belum dilakukan secara transparan dan menyeluruh sebagaimana diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kalau melihat kondisi ini maka penyediaan informasi data medis pasien Covid-19 oleh gugus tugas belum dilakukan secara transparan dan menyeluruh,” kata Bakarbessy, kepada Siwalima, Sabtu (19/9).
Menurutnya, gugus tugas mestinya menyerahkan bukti pemeriksaan uji swab, karena berkaitan dengan kepercayaan publik. “Jangan ditahan karena terakit dengan kepercayaan publik,” ujarnya.
Bakarbessy mengatakan, pasien mempunyai hak untuk mendapatkan kerahasiaan dan privasi atas penyakit yang dialaminya termasuk data-data medisnya.
Hal ini diatur dalam Pasal 32 huruf i UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Serta huruf j yang mengatur tentang hak untuk mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
Lanjutnya, terkait dengan dengan informasi rekam medis milik pasien penderita Covid-19 , maka hal ini merupakan jenis informasi yang bersifat privat dan merupakan hak pasien untuk mendapatkannya.
“Sebagai informasi yang bersifat privat maka data pribadi pasien merupakan informasi yang dikecualikan untuk diungkap kepada masyarakat luas,” jelas Bakarbessy.
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 17 huruf h UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Pasal 57 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
Selain itu, ketentuan Pasal 1 ayat 1 PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis telah dinyatakan bahwa rekam medis merupakan catatan dan dokumen yang berisikan identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain diberikan kepada pasien termasuk hasil pemeriksaan swab sebagai rekam medis yang harus diberikan kepada warga.
Ditambahkannya, dalam Pasal 79 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran secara tegas mengatur, setiap tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Sistem Akuntabilitas Dipertanyakan
Akademisi FISIP Unpatti Paulus Koritelu mempertanyakan sistem akuntabilitas publik gugus tugas, karena selama ini bukti hasil uji swab tidak pernah diberikan kepada pasien Covid-19.
“Jadi menurut saya gustu harus memberikan minimal dua surat yang menerangkan seseorang terpapar dan ketika sembuh dan masyarakat berhak untuk memintanya,” kata Koritelu ketika di konfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (20/9).
Lanjutnya, ini merupakan bagian penting dalam pertanggungjawaban atau sistem akuntabilitas publik ketika menyatakan seseorang itu terpapar corona.
Dikatakan, kurang transparannya kerja gugus tugas adalah sebuah kemacetan dalam mekanisme pertanggungjawaban akuntabilitas publik.
Menurunya, fenomena ini ibarat pipa air, ada yang tersumbat di sana. Saat tersumbat, masyarakat punya multintepretasi terhadap fenomena virus corona. Ada yang bilang sungguh ada, dan ada yang bilang ini yang tidak kelihatan, yang cuma datang untuk mencuri dan membinasakan nyawa namusia.
“Ada juga yang mengatakan ini adalah bagian dari mega proyek yang sungguh menguntungkan pihak tertentu dan menjadikan masyarakat sebagai obyek yang patut dikorbankan misalnya,” ujar Koritelu.
Kalaupun muncul fenomena penafsiran seperti ini, kata Koritelu, tidak ada yang perlu dipersalahkan.
“Saya kira tidak ada yang patut disalahkan, mengapa karena akuntabilitas publik pada tingkat itu tidak berjalan dengan baik, jadi bukan soal berapa dana yang digelontorkan bukan tapi soal mekanisme akuntabilitas publik,” tegasnya.
Selain itu juga soal update data pasien yang yang masih menjalani perawatan dan yang sudah sembuh. Setiap hari ada yang mau dikarantina atau selesai karantina harus dapat dijelaskan ke publik supaya masyarakat punya tolak ukur, bukan untuk mengevaluasi kinerja gustu, tapi evaluasi tentang tingkat kesadaran mereka menjadi agen penting mencegah corona dengan rajin cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak.
“Jadi kalau masyarakat diminta partisipasi tanpa presentasi yang terbuka dan transparan tentang berapa orang, dari bulan apa sampai berapa, berapa yang ditangani, berapa yang dikarantina dan sebagainya itu cukup membingungkan kita sehingga gustu juga diminta ini juga harus dijelaskan ke publik,” tandas Koritelu.
Akui tak Beri Bukti
Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy mengakui, bukti swab test pasien terkonfirmasi positif tidak diberikan.
Alasan Wendy sederhana, kalau melalui surat nantinya penanganan pasien Covid-19 akan lambat.
“Kalau lewat surat, kita memerlukan orang untuk pergi mengantar ke yang bersangkutan. Makanya kita sampaikan lewat WA, atau telepon biar cepat,” kata Wendy, kepada wartawan, Kamis (17/9) di Balai Kota.
Wendy mengatakan, pemberitahuan hasil swab test melalui WA atau telepon selain mempersingkat waktu juga untuk membatasi interaksi pasien corona dengan orang lain.
“Langkah ini merupakan cara cepat yang harus dilakukan. Jika hasil Swab mereka positif, maka langsung di telepon guna memberitahu, agar mereka bisa istirahat saja di rumah, dan jangan kemana-mana,” ujarnya.
Jika harus menunggu surat, kata dia, memerlukan waktu lebih dari dua hari, setelah hasil swab keluar, sehingga akan memakan waktu yang cukup lama untuk memberitahukan kepada pasien terkonfirmasi.
Namun saat ditanya faktanya, banyak pasien Covid-19 sampai sembuh, tidak pernah mendapatkan surat bukti swab test, Wendy enggan berkomentar, sambil buru-buru pergi. (Cr-2/S-39)
Tinggalkan Balasan