Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri dari 17.000 pulau lebih memiliki keunikan karena karakter perbedaannya baik dalam bahasa, suku bangsa serta agama nanun berani menyatakan bahwa justru Tanah air, bahasa dan bangsa ialah satu kesatuan yang disebut Indonesia.

Keunikan ini karena proses menjadi Indonesia bukanlah sebuah pemberian, bukan juga sebuah penaklukan / kalah perang namun proses meng-Indonesia ialah kerelaan untuk menjadi satu bangsa yang sudah dimulai sejak 1908 terus mewujud dalam komitmen bersama 28 Oktober 1928 dan akhirnya proses menjadi Indonesia dilakukan pada peristiwa Promlamasi 17 Agustus 1945.

Fakta ini memperlihatkan bahwa proses mengindonesia sejak semula menyadari akan fakta kepelbagain Indonesia dan karena itu berdasarkan berbagai ketentuan nilai nilai luhur Dalam falsafah dan dasar negara kita yakni Pancasila tidak membenarkan adanya Tirani Minoritas maupun sebaliknya Dominasi Mayoritas.

Sekalipun sesungguhnya fakta ini menjadi sebuah kenyataan yang seakan-akan senang dilakukan dan dilembagakan sebagai satu garansi atas kenyamanan kemanusiaan baik sebagai Individu maupun dalam konteks kepentingan kelompok.

Pada titik inilah Pancasila dipaksakan untuk diterima dan dipahami oleh kelompok masyarakat yang tertekan dan yang termarginalisir agar tetap menjadi Indonesia, sebaliknya bagi yang merebut dan merawat zona zona kenyamanan kemanusiaan baik pribadi maupun kelompok tetap mengabaikan esensi perilaku dan tindakan sosial yang jauh dari praktek nilai Pancasila.

Baca Juga: Akselerasi Adopsi Teknologi Pertanian

Pancasila seakan hanya menjadi sebuah dasar yang semestinya dipandang dan dipatuhi oleh kelompok rakyat kebanyakan (semua kelompok agama) yang diperlakukan tidak adil dengan tujuan agar tetap menjadi Indonesia.

Sebaliknya kelompok penekan termasuk mereka yang terus merawat dan mengakumulasi berbagai cara utk mempertahankan zona nyaman mereka terus merajalela dalam berbagai bidang kehidupan, baik ekonomi, politik bahkan hukum dan pertahanan keamanan. Akankah Indonesia tetaplah menjadi rumah bersama dan gereja yang mengindonesia yang tetap nyaman bagi kita semua?

Gereja Yang Berpihak Dan Berpijak.

Eksistensi gereja dalam kehidupan ke-Indonesiaan adalah sebuah fakta yang bermakna ganda yakni:

  1. Gereja harus tetap berpihak bagi setiap pribadi dan kelompok yang termarginalisir (orang kebanyakan = istilah Yang dipakai oleh Pramudia Ananta Toor dalam bukunya Gadis Pantai, sebuah buku yang sarat makna ketika Pram dibuang dan diasinkan ke Namlea pulau Buruh). Artinya setiap warga gereja maupun warga negara bahkan umat manusia dari kelompok manapun yang mengalami penjajahan, ketidak-adilan serta proses marginalisasi harus menjadi bagian dari fokus keberpihakan gereja. Sebab esensi panggilan gereja ialah menjadi terang secara konsisten di tengah kegelapan dunia yang sarat dengan kekerasan dan ketidak-adilan. Disitulah gereja harus berpihak sebagaimana perwujudan pelayanan Yesus yang berani menantang determinasi kekuasaan manusia yang tidak adil sekalipun untuk itulah Eksistensi Yesus harus menerima berbagai perlakuan yang tidak adil hingga kematian di kayu salib.

Bagaimana sikap gereja terhadap peristiwa di Timur Tengah? Fakta keberpihakan gereja tetaplah sebagai representasi kerajaan Sorga yang harus tetap memperhatikan serta melayani yang lemah yang sesungguhnya membutuhkan sentuhan pelayanan dan keberpihakan gereja. Karena itu gereja tentu bersikap kritis dan tegas terhadap situasi di timur tengah.

Gereja menganggap konflik timur tengah bukanlah konflik agama tetapi benturan peradaban yang di karakterisasi oleh berbagai faktor seperti: pertentangan historis, klaim kebenaran absolut bahkan perebutan zona-zona geografis yang dianggap memberi prospek masa depan.

Bagi gereja gereja Indonesia semua pihak siapapun yang tega membunuh, menyerang dengan membabi buta serta mengorbankan kepentingan masyarakat sipil, anak anak dan perempuan secara kolektif harus dikecam oleh gereja sebaliknya gereja menyatakan sikap untuk berpihak bagi setiap mereka yang diintimidasi, disiksa, diperlakukan tidak adik serta dibunuh dengan sadis.

  1. Gereja tetaplah representasi Sorga yang tetap dan secara konsisten berpijak pada kebenaran. Pada titik inilah Gereja tetap memiliki landasan pijakan kebenaran yang bersumber dari Alkitab sebagai Firman Allah. Muara dari pijakan kebenaran itu ialah kasih yang melindungi, mengayomi, membantu dan menolong sesama dalam fakta fakta teologis maupun fakta Sosiologis tanpa memperhatikan asal usul, etnis, agama dan sebagainya.

Yang dimaksudkan itu ialah kekuatan kebenaran yang tak bisa dikalahkan oleh keberan setiap jaman. Oleh: P. Koritelu Ketua Umum PGIW Maluku (*)