AMBON, Siwalimanews – Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Maluku, HT ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejati dalam kasus dugaan korupsi Medical Check Up (MCU) RS Haulussy Ambon.

Kuat dugaan anggaran untuk jasa MCU itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020. Dan HT di­du­ga menerima anggaran tersebut.

Penelusuran Siwalima inisial HT yang juga mantan Ketua IDI Maluku itu merujuk kepada Hendrita Tuanakotta

Menurut Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, tim penyidik Kejati Ma­luku telah menetapkan HT se­bagai tersangka beberapa waktu lalu.

“Kejaksaan Tinggi Maluku pada beberapa waktu lalu telah menetapkan mantan Ketua IDI Provinsi Maluku sebagai ter­sangka atas dugaan kasus ko­rupsi anggaran  pembayaran jasa MCU Pemilihan Calon Ke­pala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi Maluku pada RSUD dr M Haulussy, tahun anggaran 2019-2020,” ujar Kareba kepada Siwalima melalui pesan Whats­app, Selasa (3/1).

Baca Juga: Enam Tahun Jaksa Tuntut Eks Bendahara Negeri Rarat

Ketika ditanyakan apakah hanya satu tersangka saja, Kareba mengaku, penyidik baru menetapkan satu tersangka, dan jika ada pe­nambahan tersangka baru maka dirinya akan informasikan kemudian.

“Baru satu tersangka saja, nanti diinfokan kalau ada perkemba­ngan,” Kata Kareba singkat.

Untuk diketahui, Pada tahun 2017, tercatat dilaksanakan tiga Pilkada, yang proses MCU dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, ter­catat empat kabupaten yang melak­sanakan Pilkada, dimana seluruh­nya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Bongkar Borok

Kejati Maluku telah meminta inspektorat untuk melaku­kan audit, terhadap jasa medical check up di RSUD Haulussy.

Kuat dugaan anggaran untuk jasa MCU itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020.

Selain itu, audit juga mencakup dugaan penyimpangan anggaran pe­ngadaan makan dan minum te­naga kesehatan Covid-19 tahun ang­garan 2020 di RS milik daerah tersebut.

Permintaan audit jaksa dimak­sudkan untuk mengungkap dugaan kebobrokan aparatur di RS tertua di Maluku itu.

Inspektorat akan menghitung kerugian negara dua kasus korupsi yang melilit rumah sakit milik daerah Maluku itu.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada Si­walima di Kantor Kejati Maluku, Selasa (23/8) membenarkan adanya permintaan audit itu untuk meng­hitung kerugian negara.

“Saat ini penyidik sementara berkoordinasi dengan auditor untuk perhitungan kerugian negara,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, kepada Siwalima di Kantor Kejati Maluku, Selasa (23/8).

Untuk diketahui, Pada tahun 2017, tercatat dilaksanakan tiga Pilkada, yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, tercatat empat kabupaten yang me­laksanakan Pilkada, dimana selu­ruhnya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Ma­luku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Dalam penuntasan kasus di RS berplat merah ini, tercatat sudah 50 lebih saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku.

Kata dia, pemeriksaan para saksi itu dilakukan untuk mengetahui aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar.

“Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 miliar. kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu pemeriksaan saksi-saksi gencar dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Mereka yang diperiksa dianta­ranya, dua mantan petinggi Dinas Kesehatan Maluku dan RS Hau­lussy adalah Meikyal Pontoh dan Jus­tini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2026.

Adapun Pawa, adalah mantan Direktur Utama RS pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Selain dua pejabat utama itu, pe­nyidik juga memeriksa belasan dokter, salah satunya dokter Ade Tuanakotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Belasan dokter yang diperiksa ini merupakan, penerima honorarium pembayaran jasa pemeriksaan kese­hatan, salah satunya pelaksanaan midical check up kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2016 hingga 2020.

Sasar BNN

Seluruh pihak yang berkaitan dengan proses medical check up pada Pilkada di Maluku, disasar jaksa, termasuk Badan Narkotika Nasional Provinsi Maluku.

Kareba mengungkapkan, tim pe­nyidik memeriksa petugas BNN Provinsi Maluku. Petugas BNN ma­suk dalam tim pemeriksa medical check up Pemilihan Calon kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Maluku tahun 2016 hingga 2020.

“Petugas BNN diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran jasa pemeriksaan ke­sehatan bakal calon kepala daerah kabupaten, kota dan provinsi Malu­ku kurun tahun 2016 hingga 2020,” ujar Wahyudi saat dikonfirmasi Si­walima di Ambon, Kamis (7/7) lalu.

Ketika ditanyakan berapa banyak petugas BNN yang diperiksa, Wahyudi mengatakan masih dicek.

Wahyudi menegaskan, tim penyi­dik masih terus bekerja dan meme­riksa saksi lagi terkait penggunaan anggaran pembayaran Jasa Medical Check Up Pemilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RSUD dr M Haulussy.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejati Maluku, Rabu (6/7) mulai pukul 09.00 WIT hingga 16.00 WIT dan dihujani puluhan perta­nyaan seputar tugas dan tanggung­jawab saksi.

Ditanya soal apakah calon kepala daerah yang mengikuti MCU akan juga dimintai keterangan, Wahyudi belum dapat memastikan, dikarena­kan saat itu penyidik masih men­fokuskan tenaga medis dan BNN  yang bersentuhan langsung dengan pemeriksaan tersebut.

“Belum bisa di pastikan, sekarang mereka fokus terhadap saksi saksi yang ada dulu, kalau memang sudah sampai ke sana akan kita umumkan lagi,” tandasnya.

Untuk diketahui, Kejati bidik sejumlah kasus di RS Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasa­rana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah mem­verifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah veri­fikasi barulah Kementerian Kese­hatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar.

Sejak tahun 2020 tercatat seba­nyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar.

Tuntaskan

Terpisah, Praktisi hukum Nelson Sianresy memberikan apresiasi terhadap kinerja Kejaksaan Tinggi Maluku dalam menanggani kasus korupsi.

Dikatakan, kasus medical check up kepala daerah yang juga terjadi dilingkungan RS Haulussy dapat menjadi fokus penegakan hukum oleh Kejaksaan Tinggi Maluku

Artinya, jika penyidik telah me­ngantongi alat bukti maka pene­tapan tersangka harus dilakukan agar masyarakat tetap percaya ter­hadap kejati dalam penuntasan seluruh kasus korupsi.

Negara Rugi 600 Juta

Seperti diberitakan sebelumnya, empat pejabat RS Haulussy yang sudah berstatus tersangka, bakal segera diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku.

Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Edyward Kaban akhirnya angkat bicara terkait pengusutan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS Haulussy.

Kajati mengakui, telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi uang makan yaitu, JAA, NL, HK dan MJ.

Kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (8/11), Kaban mengungkapkan, pihaknya telah mengantongi kerugian negara dari BPKP Perwakilan Maluku sebesar Rp600 juta.

“Untuk kasus ini kita sudah tetapkan empat tersangka mereka masing masing berinisial JAA, NL, HK dan MJ dari pihak RSUD, penetapan tersangka dilakukan setelah kita mendapatkan hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP yang menunjukan adanya kerugian negara sebesar lebih dari Rp. 600 juta,”jelas Kajati.

Kajati juga mengungkapkan, pihaknya akan mengangendakan pemeriksaan empat tersangka.

Sementara untuk kasus medical check up kepada daerah di rumah sakit berpelat merah milik Pemprov Maluku lanjut Kajati, masih penyidikan dan belum mengarah ke penetapan tersangka.

“Untuk kasus satunya lagi yang ada di tahap penyidikan, belum ada tersangka. Proses penyidikan sementara berjalan dan kita menunggu hasil perhitungan kerugian negarannya,” tutur Kajati. (S-26)