AMBON, Siwalimanews – Pemerintah daerah baik provinsi maupun Kabupaten Maluku Te­ngah bersama aparat keamanan diminta melakukan komunikasi dengan semua pihak, agar proses pemulangan pengungsi Kariu yang menjadi korban konflik di Keca­matan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah bisa berjalan baik.

“Tentu kita tidak menginginkan ada gejolak yang pada akhirnya membuat masyarakat kembali menjadi korban,” ungkap Wakil Ketua DPRD Maluku Abdul Asis Sangkala, kepada Siwalima, me­lalui telepon selulernya, pekan kemarin.

Sangkala berharap, Pemkab Malteng dan Pemerintah Provinsi Maluku maupun Sekda Maluku serta aparat keamanan TNI/Polri membuka komunikasi dengan semua pihak agar masalahnya bisa terselesaikan dengan baik.

Selain itu, Ketua DPW Kontrol Publik Kebijakan Independen (KPKI) Maluku, Yanter Latumahina, menilai aktulisasi sumber konflik Pelauw dan Kariu menjadi tang­gung­jawab pemerintah dalam rangka penyelesaian konflik.

“Apabila konflik Kariu dan Pe­lauw dibiarkan berlarut-larut oleh pemerintah tanpa arah penyele­saian konflik yang tepat, maka akan berdampak luas pada pelang­garan HAM berat yaitu Kejahatan terhadap kemanusian,”ujar Latu­ma­hina dalam rilisnya yang dite­rima Siwalima, kemarin.

Baca Juga: Tiga Hari Pencarian Nelayan SBB Nihil

Menurutnya, dalam rangka pe­nyelesaian konflik Pelauw dan Kariu, pemerintah dan pemda ber­kewajiban melakukan pemulihan pasca konflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur sesuai dengan kewenangannya.

“Berdasarkan Het Plan penye­lesaian konflik atau strategi pe­rencanaan penyelesaian konflik sebagai bentuk tindakan peme­rintah dan pemerintah daerah yang berakibat hukum,” katanya.

Dijelaskan, tahapan Het Plan pemulihan pasca konflik meliputi rekonseliasi,  rehabilitasi; dan ekontruksi. hal ini tentu dengan memperhatikan wewenang kelembagaan publik negara, sehingga seyogianya merupakan tindakan kesinambungan program dan bentuk komitmen pemerintah dan pemda dalam rangka penyelesaian konflik pelauw-kariu yang berkepanjangan dan berlarut, sehingga tindakan pemerintah bersifat konsisten.

“Pada tahap rekonsiliasi seharusnya pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Maluku Tengah dan Gubernur Provinsi Maluku dapat mengambil tindakan konkrit penyelesaian berdasarkan skala prioritas,  ratsio Freies Ermessen  dan sasaran pemerintah dalam penyelesaian berdasarkan asas umum pemerintah yang baik,” tandasnya.

Kata dia, hal ini karena sasaran akhir dan tujuan tindakan hukum pemerintah dan pemerintah daerah adalah perlindungan hukum, penegakan HAM dan kepastian hukum.

“Konkritisasinya adalah urgensitas langkah kebijakan dan kewajiban rekonstruksi oleh Pemerintah Daerah melalui bupati dan gubernur, dan secara komprehensif meliputi tanggungjawab pemerintah meliputi keterlibatan pemerintah pusat melalui kementerian negara terkait diantaranya yaitu, koordinasi pemda dengan Mendagri dan Menteri sosial dan Menteri keuangan. Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah dalam pendanaan penanganan dan penyelesaian daerah konflik sebagai bentuk tindakan rekonstruksi pemerintah secara substansi,” jelasnya.

Ia menilai, langkah dan tindakan pemerintah dari segi keamanan yang dilaksanakan oleh Polri dan TNI telah tepat.

“Pada sisi lain, rekonstruksi pemulihan daerah konflik adalah tangunggjawab pemerintah dan pemerintah daerah  bersama DPRD yang merupakan instrument perwakilan rakyat sebagai tindakan kesinambungan meru­-pa­kan PR yang harus dijawab oleh pemerintah daerah bersama DPRD sebagai bentuk konsis­tensi konkrit pemerintah dan DP­-RD dalam kinerja/prestasi publik yang harus dinilai dan dievaluasi oleh public,” cetusnya. (S-08)