AMBON, Siwalimanews – Aparat kepolisian didesak untuk segera menuntaskan konflik antar warga yang terjadi di Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara.

Desakan itu disampaikan perwakilan masyarakat adat Hoar Ngutru Dab, Agustinus Fautngilyanan, selaku Ketua Badan Pengurus Keluarga Hoar Ngutru Jayapura, yang berada diperantauan Jayapura, Papua, lewat pernyataan sikap yang ditandatangani masing-masing perwakilan masyarajat adat, yang diterima Siwalima Selasa (3/1).

Selain pihak kepolisian, mere­-ka juga mendesak peme­rintah, baik Menkopolhukam, Komnas HAM, dan Lembaga Kemanusia­an/Independen lainnya.

Pernyataan sikap ini disampaikan mengingat konflik yang terjadi antar masyarakat adat Hoar Ngutru dan Wadan Elat-Wakatraan dan juga Wakol Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara sejak Sabtu (12/11) telah mengakibatkan kerugian besar karena hilangnya nyawa, hingga kerugian material akibat pengrusakan dan pembakaran rumah warga dan sejumlah fasilitas umum lainnya, namun hingga kini, tidak ada keseriusan para pemangku kepentingan, untuk mengungkap dan menangkap aktor dibalik peristiwa itu, dan juga menye­lesaikan akar persoalannya.

Adapun isi pernyataan sikap mereka sebagai berikut, pertama, mengusut tuntas peristiwa tersebut dan mengungkap serta menangkap aktor dibalik peristiwa itu, mengungkap dan menangkap pelaku penembakan warga sipil atas nama Urbanus Tossi Ulahaiyanan, mengungkap dan menangkap pelaku pembakaran rumah warga di Wakatraan dan Ohoi Ngurdu yang mengakibatkan hilangnya nyawa atas nama D Kabinubun yang ikut terbakar dalam peristiwa pembakaran dimaksud. Serta mengungkap dan menangkap pelaku pembakaran fasilitas umum; Kedua: Bahwa pihaknya mengutuk tindakan-tindakan dumaksud yang dilakukan oleh warga masyarakat Ohoi Wadan serta pengikutnya yang tidak manusiawi dan melanggar HAM serta bertentangan dengan nilai Pancasila dan UUD 1945, karena berpotensi menimbulkan konflik yang bernuansa SARA apabila tidak ditangani secara serius dan tuntas.

Baca Juga: Menag: ASN Harus Jadi Simpul Kerukunan & Persaudaraan

kemudian ketiga, meminta kehadiran negara melalui Pemerintah Daerah, TNI-Polri, untuk segera melakukan rekonsiliasi dan pemulihan situasi dikedua wilayah konflik, serta yang paling utama, dilskukan pembangunan kembali rumah serta fasilitas umum lainnya yang terdampak akibat konflik tersebut, dan juga membiayai seluruh korban dari kedua pihak, yang mengalami luka akibat konflik itu, dan membuka serta menjamin akses masyarakat Hoar Ngutru untuk pemenuhan kebutuhan dasar di Elat dan Pelabuhan; Keempat, mendesak Kapolda dan Kapolri untuk mencopot dan mengganti Kapolres Maluku Tenggara, Kasat Intel, Kapolsek Kei Besar, Kanit Intel Polsek Kei Besar, serta pejabat kepolisian terkait lainnya yang ada di Polres maupun Polsek setempat, karena tidak peka terhadap situasi Kamtibmas diwilayahnya, bahkan diduga sengaja membiarkan peristiwa itu terjadi akibat lambannya penanganan antisipasi hingga terjadinya peristiwa dimaksud.

selanjutnya kelima, selaku masyarakat adat Kei/Evav, pihaknya tetap menjunjung tinggi hukum adat “Larvul Ngabal” falsafah manut ain mehe in tilur vuud ain mehe in ngivun serta motto hidup “ain in ain” sehingga kami menolak dan mengutuk dengan tegas stigma dari pihak-pihak atau kelompok yang ingin Mendeskriditkan kami masyarakat adat Hoar ngutru yang identik dengan kekerasan. Keenam, menghargai upaya bersama yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pihak ada tokoh agama TNI-Polri sebagai proses perdamaian yang berlangsung di lapangan Ngurmas pada 17 Desember 2022 lalu. Namun alangkah baiknya kami meminta diberikan kesempatan untuk pihak-pihak dapat menjelaskan maksud dan tujuan pemasangan Sasi di lapangan Ngurmas Yamlin dan Ohoi Elralang agar menghindari salah pengertian dari kedua belah pihak yang bertikai serta ketujuh, mendesak aparat kepolisian kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara untuk menjamin rasa aman kepada masyarakat adat Hoar Ngutru yang melakukan perjalanan di Pelabuhan laut Tual Watdek Elat dan Bandara Karel Sadsuitubun Ibra; Kedelepan: menyatakan dengan tegas bahwa kami mencintai persatuan dan kesatuan serta kedamaian di bumi Larvul Ngabal.

“Untuk itu, kepada para Raja-raja Ursiuw dan Lorim serta Lor Lobay di Kepulauan Kei Besar serta secara umum kepada seluruh masyarakat adat Kei/Evav, baik yang ada di tanah Leluhuru maupun di perantauan dan dimanapun berada, ini semua telah kami pelajari dengan utuh, dan ini adalah sikap kami anak ada di perantauan,” tandasnya. (S-25)