AMBON, Siwalimanews – 11 SMP di Kota Ambon yang melaksanakan proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sekolah-sekolah ditutup sementara waktu oleh Dinas Pendi­dikan Kota Ambon, karena hasil tes swab antigen reaktif Covid-19.

11 SMP tersebut yaitu, SMP Negeri 6; SMP Negeri 4, SMP Negeri 2, SMP Negeri 13, SMP Negeri 7, SMP Ne­geri 3, SMP Kristen YPPKM, SMP Negeri 8, SMP Kalam Kudus, SMP Negeri 18 dan  SMP Negeri 9.

Sementara SMP Santo Andreas Andreas di Ahuru tetap diizinkan melaksana­kan PTM di sekolah, Karena dari hasil tes swab antigen guru dan tenaga didik/siswa non reaktif.

Menurut Kepala Dinas Pendidi­kan Kota Ambon, Ferdinandus Taso 11 SMP ini akan melaksa­nakan proses pembelajaran jarak jauh atau online selama 14 hari.

“Sesuai dengan diatur dalam SKB Empat menteri, hari ini dila­kukan survaliance berupa tes antigen kepada pada 12 sekolah yang melakanakan PTM terbatas. Dari 12 sekolah ini ada sekolah yang reaktif dan ada yang tidak,” ujar Taso dalam keterangan persnya kepada wartawan, Senin (31/2) di Unit Layanan Administrasi, Balai Kota Ambon.

Baca Juga: Warga Kota Ambon Bisa Vaksin Booster

Taso menyebutkan, dari 12 SMP yang diambil random sampling rapid tes antigen, hanya satu sekolah yang hasilnya non reaktif yakni SMP Santo Andreas di Ahuru, sementara 11 sekolah lainnya ditemukan hasil reaktif.

“Sebagai langkah antisipasi, wa­laupun hasil tes swab PCR be­lum keluar oleh dinas keseha­tan, namun yang reaktif ini kita ambil keputusan untuk ditutup PTM, te­tapi metodenya kita rubah menjadi pembelajaran jarak jauh selama 14 hari kedepan,” bebernya.

Terhadap siswa yang hasilnya reaktif, Taso meminta pihak seko­lah untuk melaksanakan SOP pencega­han perundungan dan tidak me­nyebarluaskan identitas mereka.

“Ini dilakukan untuk melindungi mental para siswa serta untuk ke­pentingan yang lebih besar yaitu, PTM itu sendiri agar dapat ber­langsung dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Ambon, Wendy Pelupessy menjelas­kan,  mereka yang reaktif tidak ha­nya guru dan siswa namun juga ada tenaga pengamanan di sekolah. “Hasil antigen reaktif akan dilanjutkan dengan Tes swab PCR, dimana berdasarkan pengalaman 90 persen hasil tes antigen reaktif sudah pasti PCR akan positif,” pungkas Pelupessy.

Untuk diketahui, target pelaksa­naan rapid antigen pada 12 sekolah yang melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM), sebanyak 2.257 orang. Yang melakukan rapid antigen sebanyak 1.923 orang (85 per­sen) dari target yang ditentukan.

Sedangkan dari hasil rapid, yang positif sebanyak 125 orang (6,5 persen) terdiri dari siswa 88 orang dan guru atau pegawai 37 orang.

Cegah Omicron

Untuk mencegah gelombang ke­tiga virus Covid-19 varian Omicron, Pem­kot Ambon melaksankan rapid an­tigen kepada seluruh guru dan siswa-siswi SMP yang telah melak­sanakan pembelajaran tatap mula (PTM).

Kepala Dinas Kesehatan (Ka­din­kes) Kota Ambon, Wendy Pelu­pessy, ketika ditemui disela–sela pelaksa­naan tes antigen di SMP Negeri 6 Ambon, Senin (31/1) menjelaskan, tes rapid antigen dilakukan secara acak atau dengan sistem random sampling kepada siswa dan guru di 12 Sekolah. “Kami lakukan rapid antigen secara acak kepada siswa dan guru di 12 sekolah yang pertama lakuklan PTM Terbatas. Karena jumlahnya mencapai seribu lebih, maka kita ambil sampling 25 persen,” katanya.

Sekolah–sekolah yang melaksa­nakan rapid antigen secara serentak yakni, SMP Negeri 6; 385 peserta, SMP Negeri 4; 299, SMP Negeri 2; 322, SMP Negeri 13; 198, SMP Negeri 7; 205, SMP Negeri 3; 132, SMP Kristen YPPKM; 97, SMP Negeri 8; 88, SMP Kalam Kudus; 66, SMP Negeri 18; 52, dan SMP Santo And­reas; 30 peserta.

“Sementara untuk hasilnya, SMP Negeri 9 dan SMP Negeri 6; ma­sing-masing 12 orang positif, SMP Negeri 4, positif 5, dan SMP Negeri 2; positif 13. Untuk sekolah –sekolah yang lain tesnya masih sementara berjalan,” kata kadis.

Ia menjelaskan, mereka yang hasil tes antigennya reaktif akan dilanjutkan dengan tes swap PCR untuk menentukan apakah yang bersangkutan positif atau tidak.

Sementara itu beberapa orang tua dari murid yang melakukan rapid antigen, banyak yang tidak menyetujui terkait dengan pelak­sanaan rapid tersebut.

Mira salah satu wali murid me­ngatakan, dirinya enggan mem­biarkan anaknya melaksankan rapid.  “Beta tidak mau, kenapa harus anak-anak rapid. Kan pemerintah yang mau membuka sekolah untuk sekolah tatap muka,” katanya.

Lanjutnya, semestinya jangan terbut-buru untuk Laksankan tatap muka sebab kondisi belum me­mungkinkan. Hasilnya akan seperti sekarang.

Tak hanya Mira, Johanes salah satu wali murid ini juga mem­bantah pelaksanaan rapid antigen. “Beta anak tidak perlu ikuti rapid antigen dia sudah vaksin untuk apa di rapid,” tegasnya.

Katanya, kenapa harus dilim­pah­kan ke anak-anak mereka ha­nya bertemu dengan teman-teman sebaya, bahkan waktu belajar juga sudah diatur akan tetapi harus anak-anak ini yang menjadi sasa­ran empuk pemerintah.

“Dorang ini kan hanya bertemu dengan teman sebaya dan kondisi kelas juga sudah diatur sede­mikian rupa jadi alasan apa lagi pemerintah harus memaksa anak-anak rapid. Saya kemarin menolak untuk anak saya rapid,” pung­kasnya dengan logat Ambkn kental. (S-23)