AMBON, Siwalimanews – Raja Negeri Haruku Zefnath Ferdinandus mengaku, ada kejanggalan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi Alokasi Dana Desa dan Dana Desa Haruku tahun 2017 dan 2018.

Pasalnya, pada pertengahan bulan September 2021 jaksa dari Kejari Ambon yakni Ruslan Marasabessy telah melakukan pemeriksaan langsung di Negeri Haruku terhadap semua proyek yang dilaporkan masyarakat, namun tidak ditemukan adanya proyek fiktif.

“Ada kejanggalan dalam kasus ini, kalau dibilang kerugian negara Rp1 milyar dan ada proyek fiktif, kenapa saat pemeriksaan jaksa maupun Inspektorat Malteng tidak ditemukan proyek fiktif, ini patut dipertanyakan,” tandas Ferdinandus dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Jumat,(29/10).

Menurutnya, banyak yang sudah dirasakan masyarakat lewat kedua anggaran ini, misalnya untuk bantuan pemberdayaan masyarakat dibidang perikanan yaitu satu set perahu/mesin ketinting, sejumlah alat mancing, maupun peralatan pertukangan.

Bahkan adapun pemeriksaan terhadap jalan setapak, renovasi drainase, jembatan Hatuelang, jalan manui, jalan kampung baru, semuanya diperiksa dan sudah terealisasi.

Baca Juga: Tuntaskan Korupsi ADD Haruku, Jaksa Kembali Periksa Saksi

“Tuduhan yang disampaikan itu tidak benar, sebab jika dibilang ada penyimpangan dana mencapai Rp1 miliar, itu berarti banyak program yang belum bisa terealisasi selama setahun, nyatanya tidak seperti yang dilaporkan, semua berjalan baik, karena  pemeriksaan yang dilakukan jaksa dari tiap-tiap rumah dan semuanya ada,” tandasnya.

Bahkan ia mempertanyakan pihak kejaksaan kok dalam kasus ini diproses terus, apakah masih ada yang kurang?

Untuk itu dia minta agar apa yang dilaporkan masyarakat, harus dilakukan pemeriksaan juga, termasuk penanaman bakau. Jika tidak, maka terjadi seperti ini, di saat selesai pemeriksaan dan kembali ke Ambon, kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa Negeri Haruku ada bau korupsi.

“Apa yang dilaporkan ke kejaksaan itu adalah laporan palsu. Laporan dari mereka, bahwa jalan Manui tidak dikerjakan, jembatan Hatuelang dikerjakan pakai dana pinjaman dari Negeri Sameth, itu tidak sama sekali benar,” tandasnya.

Walaupun demikian ia mengaku, untuk jembatan Hatuelang merupakan kerjasama antar negeri, karena merupakan jalan satu jalur menuju ke hutan, sehingga Negeri Sameth menanggung sebagian anggaranya dan Haruku sebagian.

Selain itu, tudingan yang dilontarkan kepada dirinya terkait dengan BPJS untuk masyarakat kata dia, memang BPJS tidak dikeluarkan, sebab ada permasalahan di Maluku Tengah.

Selain itu,  untuk anggaran beras seberat 1 ton tidak dikeluarkan, dikarenakan jumlah masyarakat cukup banyak, sehingga dananya tetap tersimpan di rekening.

“Uangnya tetap ada di rekening sekitar Rp10 juta sekian. Itu program kabupaten misalnya beli 10 ribu, kita harus jual 8 ribu, makanya kita simpan, dan di 2020 terpakai untuk vaksin semuanya,” ungkapnya.

Kemudian untuk uang pemuda lanjut dia, juga tidak dikeluarkan dan uang itu masih tersimpan di rekening, karena belum memiliki kepala pemuda, dimana anggaran untuk pemuda itu pertahunnya dianggarkan sebesar Rp 900 ribu.

Para pelapor ini merupakan orang yang tidak menyukainya sejak diangkat menjadi Raja Haruku di tahun 2010 silam, termasuk Sekretaris Negeri Wiliam Kesya, yang terpaksa dipecat. Karena Wiliam ini dipecat, kemudian ia membuat laporan palsu ke kejaksaan. Padahal saat menjabat, ia tidak bisa menjalankan semua program.

“Tahun 2017, Wiliam olah uang sekitar Rp100 jutaan sekian, dan bantuan sekitar Rp97 juta, tidak ada pertanggung jawaban. 2018 dia ngotot mau kelola uang, dia bilang dia setengah, bendahara setengah. Saya dengan tegas  bilang tak bisa, karena ini DD mau mempertanggung jawabkan bagaimana. Karena tugas sekretaris bukan kelola uang, makanya saya langsung pecat dia. Kemudiam timbul laporan seperti itu,” bebernya.

Ferndinandus juga mengaku heran, karena pihak kejaksaan menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus ini, Padahal disaat mereka turun lakukan pemeriksaan tidak ditemukan pekerjaan fiktif seperti yang dilaporkan.

Sebab semua yang dikerjakan sesuai dengan proposal dan seluruh pekerjaan telah berjalan 100%. Untuk itu ia membantah terlibat  dalam kasus ini yang menurut kejaksaan ada kerugian negara Rp1 miliar.

“Kami saat ini sementara berjuang untuk mendapatkan keadilan dalam menyelesaikan masalah ini, sebab apa yang dilaporkan bahwa saya sebagai Raja Negeri Haruku melakukan korupsi itu sama sekali tidak benar,” tegasnya.

Ditambahkan, saat dirinya ditetapkan senagai tersangka, kurang lebih tiga hari tiba-tiba Kasi Pidsus Kejari Ambon saat itu Ruslan Marasabess, pergi ke Papua, sehingga dirinya menduga ada ada permainan dibalik penetapan dirinya dan bendahara negeri sebagai tersnagka dalam kasus ini.

“Saya minta Wiliam selaku mantan Sekretaris Negeri Haruku juga harus diperiksa. Sudah  memasukan laporan palsu bersama kurang lebih 10 orang, Wiliam juga tidak bisa untuk berikan pertanggung jawaban penggunaan anggaran yang dia kelola,” cetusnya. (S-51)