Pukulan Telak bagi MI-Orno di Akhir Jabatan, Orang Miskin Bertambah
AMBON, Siwalimanews – Badan Pusat Statistik Provinisi Maluku mencatat, angka kemiskinan di Maluku mengalami peningkatan yang cukup drastis pada September 2022.
Data BPS yang dirilis pada pertengahan Januari 2023 menyebutkan jumlah orang miskin mencapai 299,66 ribu orang atau bertambah 6,09 ribu orang, jika dibanding bulan Maret 2022 sebesar 290,57 ribu.
Adapun presentase penduduk miskin di Maluku per September 2022 tercatat 16,23 persen lebih tinggi dibandingkan Maret 2022 yang hanya 15,97 persen.
Jumlah tersebut naik 3,12 ribu orang dibandingkan bulan Maret 2022 tercatat sebesar 245,45 ribu orang. jika dilihat dari sisi persentase, tingkat kemikinan di perdesaan pada September 2022 (24,54 persen) juga mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2022 sebesar 23,50 persen.
Sebaliknya jumlah penduduk miskin di perkotaan pada September 2022 tercatat sebanyak 48,08 ribu orang. Jumlah ini bertambah 2,96 ribu orang dibandingkan periode Maret 2022 yang menunjukkan angka 45,12 ribu orang. Bila dilihat dari sisi persentase, tingkat kemiskinan di perkotaan pada September 2022 (5,90 persen), juga mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 5,82 persen.
Baca Juga: Polri-TNI Amankan Eksekusi Lahan di PassoMenanggapi hal ini, Ketua Fraksi Partai Perindo Amanat Berkarya DPRD Provinsi Maluku, Jantje Wenno mengungkapkan, kenaikan angka kemiskinan di tahun terakhir pemerintahan Gubernur Murad Ismail dan Barnabas Orno menjadi pukulan telak bagi pasangan yang mengusung jargon Baileo ini.
Padahal dalam sejumlah kesempatan, lanjut Wenno, MI sapaan akrab Gubernur Maluku ini selalu sesumbar angka kemiskinan yang terus menurun.
“Ini miris, mereka agak sedikit bangga bahwa angka kemiskinan Maluku berkurang tetapi, justru awal tahun baru rilis BPS justru menunjukkan angka kemiskinan Maluku bertambah,” ujar Wenno kepada Siwalima melalui pesan WhatsApp, Sabtu (21/1).
Menurutnya, kenaikan jumlah penduduk miskin sebesar 6.09 orang untuk Provinsi Maluku ukuran dengan jumlah penduduk 1.8 juta jiwa cukup banyak, dan menjadi pukulan telak bagi Murad Ismail dan Barnabas Orno karena penanganan kemiskinan sebagaimana visi dan misi tidak berhasil dilakukan.
Wenno menilai, penyebab dari naiknya angka kemiskinan Maluku lantaran selama ini pemerintah Provinsi Maluku tidak mengedepankan program-program pemberdayaan pada daerah-daerah yang menjadi kantong kemiskinan ekstrim, akibatnya terjadi kontradiktif antara hasil BPS dengan pernyataan Pemerintah Provinsi Maluku.
Pemerintah Provinsi Maluku, kata Wenno, cenderung tidak menyentuh daerah-daerah yang menjadi kantong penyumbang kemiskinan artinya, jika anggaran daerah lebih banyak dikucurkan kepada wilayah kantong kemiskinan pasti akan turun, namun sayangnya Pemprov hanya berpusat di daerah yang relatif kecil tingkat kemiskinan sehingga tidak ada manfaatnya.
Selain itu, pinjaman Pemerintah Provinsi Maluku kepada PT SMI sebesar 683 miliar ternyata tidak mampu untuk menekan angka kemiskinan di Maluku, padahal mestinya dengan pinjaman SMI angka kemiskinan harus menurun bukan bertambah.
“Ini sebuah keprihatinan, 683 miliar yang sasarannya untuk pemulihan ekonomi dan mengatasi kemiskinan ternyata tidak bisa dan terbukti, angka terbaru kan bertambah ini miris. Kalau 683 miliar untuk pengentasan kemiskinan didaerah penyumbang kemiskinan yang besar, mestinya berkurang banyak,” kesal Wenno.
Wenno pun mendesak Gubernur Maluku Murad Ismail dan Barnabas Orno untuk memiliki keprihatinan dan perhatian sungguh, sebab jika tidak cepat diatasi maka kedepan angka kemiskinan di Maluku justru akan bertambah lagi di periode terakhir.
Isapan Jempol
Gubernur Maluku Murad Ismail dan Barnabas Orno dalam berbagai kesempatan mengungkapkan jika angka kemiskinan Provinsi Maluku terus mengalami penurunan, namun faktanya nyanyian mantan Dankor Brimob tersebut hanya isapan jempol belaka.
Pasalnya, sampai dengan tahun terakhir Pemerintahan yang diusung PDIP, Gerindra, PAN, Nasdem, Hanura, PKPI dan PPP tersebut tidak berhasil untuk menekan angka kemiskinan, hingga dipenghujung tahun pemerintah periode 2019-2024.
Akademisi Fisip UKIM, Amelia Tahitu menjelaskan, data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku sejak tahun 2019 hingga 2022 lalu masih menunjukkan tren peningkatan yang cukup signifikan dan tidak berbanding lurus dengan pernyataan yang sering dikeluarkan Gubernur Maluku.
“Data BPS dari 2019-2022 kemarin masih tinggi, orang awam pun akan mengatakan kalau pemerintahan kali ini gagal untuk menurunkan angka kemiskinan, karena data membuktikan, jadi Gubernur tidak bisa mengkomplain kalau itu menurun, dasar dari mana itu,” ujar Tahitu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (23/1).
Dijelaskan, data yang dikeluarkan BPS Provinsi Maluku menujukan terjadi peningkatan 6,09 orang penduduk miskin di Maluku dan daya inilah yang menjadi dasar dalam mengklaim bahwa pemerintahan gagal untuk menurunkan angka kemiskinan sebab soal naik dan turun ada indikator ukurnya.
“Kalau Gubernur sering bilang kemiskinan turun tapi faktanya naik, maka data yang digunakan Gubernur itu keliru sebab data BPS menjadi valid menujukkan kenaikan signifikan,” bebernya.
Menurutnya, Gubernur dan Wakil Gubernur tidak boleh memberikan harapan kepada masyarakat seakan-akan kemiskinan di Maluku mengalami penurunan, tetapi harus diikuti dengan fakta agar masyarakat ketahui dan merasa tidak dibohongi.
Tahitu menilai, kenaikan angka kemiskinan di Maluku selama periode ini terjadi karena seluruh proses pembangunan Maluku tidak memperhatikan daerah-daerah yang selama ini menjadi kantong kemiskinan, akibatnya kurang berhasil menekan angka kemiskinan.
Selama ini tambah dia, anggaran daerah seperti pinjaman SMI hanya di larahkan kepada Kota Ambon dan Maluku Tengah sedangkan kedua daerah ini yang menyumbang angka kemiskinan bagi Maluku melainkan MBD, SBT, Buru, Buru Selatan dan Tual.
“Ada lima kabupaten yang menyumbangkan angka kemiskinan bagi Maluku, ini kan daerah pemekaran sudah lepas dari induk, tapi masih tinggi, kalau dalam pembicaraan banyak kesempatan ada pejabat publik yang mengatakan jika itu urusan kabupaten untuk mengeluarkan dari kemiskinan, tetapi bukan berarti Provinsi Maluku cuci tangan dari persoalan ini, artinya ada anggaran khusus yang bisa dialokasikan ke daerah untuk memperkuat hal itu,” tegasnya.
Karenanya, Tahitu meminta Pemerintah Provinsi Maluku dan kabupaten/kota agar dapat berkolaborasi dengan baik lagi kedepan agar angka kemiskinan dapat ditekan dan masyarakat dapat sejahtera. (S-20)
Tinggalkan Balasan