AMBON, Siwalimanews – Proyek air baku di Dusun Mahia Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon telah menjadi proyek mubasir, aparat penegak hukum jangan tinggal diam tetapi haruslah diusut karena telah menghabiskan uang negara, namun air bersihnya tidak bisa dinikmati masyarakat.

Demikian diungkapkan, Aka­demisi Hukum Unidar Rauf Pellu kepada Siwalima,  Minggu (10/7) merepons pengerjaan proyek air baku Mahia dengan anggaran Rp1,3 miliar yang dinilai gagal.

Pada hakekatnya pengerjaan suatu proyek yang bersumber dari alokasi anggaran negara maupun daerah bertujuan untuk menyele­saikan permasalah yang terjadi ditengah-tengah masyarakat guna memberikan kesejahteraan.

Namun, jika proyek itu tidak dapat dirasakan oleh masyarakat atau mubasir maka telah terjadi perbuatan melanggar hukum arti­nya harus ada pihak yang bertang­gungjawab atas gagalnya suatu proyek pemerintah.

Dalam kaitan dengan air baku di Dusun Mahia, kata Pellu secara nyata telah terjadi perbuatan melanggar hukum karena anggaran sebesar Rp1,3 miliar telah gelon­torkan tetapi hasil akhir tidak dapat dinikmati oleh masyarakat.

Baca Juga: Jaksa Ditantang Bongkar Korupsi RS Haulussy

Menurutnya, aparat penegak baik kejaksaan maupun kepolisian tidak boleh tinggal diam tetapi harus segera melakukan proses terhadap pengerjaan proyek air baku di Dusun Mahia yang tidak berhasil dinikmati oleh masyarakat.

“Kalau kondisi dilapangan seperti ini maka, aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi harus segera usut, jangan tinggal diam dan melihat masyarakat terus mengelu,” ungkap Pellu.

Dikatakan, kasus korupsi bukan merupakan delik aduan yang membutuhkan laporan tetapi dengan pemberitaan dimedia masa, penegak hukum dapat berkoordinasi untuk mengusut kasus dengan melakukan investigasi awal guna menentukan kelanjutan kasus.

Pellu menjelaskan, dari segi admi­nistrasi terlihat adanya kesalahan fatal yang dilakukan oleh Balai Wilayah Sungai Maluku sebagai pemilik program, dimana dengan kondisi medan pekerjaan yang begitu tinggi dari permukaan laut mestinya dilakukan survei.

Survei dilakukan guna memasti­kan potensi ketersediaan air pada lokasi tersebut tersedia maksimal untuk waktu yang panjang barulah dimasukkan dalam perencanaan dan pengerjaan proyek.

Bukan sebaliknya tidak dilakukan survei tetapi memaksakan proyek tetap dilakukan dan akhirnya tidak mendapatkan air baku sebagaimana tujuan dari proyek tersebut.

Olehnya, Balai Wilayah Sungai Maluku harus bertanggungjawab secara moral dengan menjelaskan kepada publik terkait dengan gagal­nya proyek air baku Mahia maupun secara hukum sebab telah menimbul­kan kerugian negara.

Lanjutnya, BWS tidak boleh per­pendirian bahwa pengerjaan proyek telah sesuai dengan perencanaan sebab faktanya dilapangan proyek ini tidak dirasakan oleh masyarakat setempat.

Karena itu, Pellu berharap adanya keberpihakan dan perhatian serius dari aparat penegak hukum untuk segera mengusut kasus air bersih Mahia agar oknum-oknum yang terlibat dapat dipertanggung­jawabkan.

Terpisah praktisi hukum Alfaris Laturake juga mendesak penegak hukum untuk segera mengambil alih pengusutan kasus proyek air baku Mahia yang tidak dapat dirasakan masyarakat.

Dijelaskan, pekerjaan proyek yang diharapakan dapat membantu ketersediaan air bagi masyarakat itu dapat dirasakan dengan baik oleh masyarakat tetapi jika hasilnya tidak dirasakan maka sesungguhnya telah terjadi dugaan penyalahgunaan anggaran negara.

Atas persoalan ini, kepolisian dan kejaksaan harus berinisiatif untuk segera mengusut kasus yang berni­lai 1.3 miliar rupiah ini agar diketahui aktor-aktor yang menikmati uang negara dan mengorbankan masya­rakat.

“Sebenarnya telah terjadi perbuat­an melanggar hukum karena ang­garan sudah cair 100 Persen tetapi hasilnya tidak dirasakan masyarakat Mahia, maka kepolisian dan kejak­saan harus segera mengusut,” tegas Laturake.

Dikatakan, penegak hukum tidak boleh tinggal diam dengan kondisi yang ada sebab telah muncul kepermukaan dan publik telah mengetahui jika Balai Wilayah Sungai Maluku telah membangun proyek yang merugikan negara.

Jika penegak hukum tetap berdiam diri untuk tidak mengusut maka masyarakat akan menilai telah terjadi permainan antara penegak hukum dana BWS sebagai pemilik proyek.

Laturake menegaskan kesejahte­raan masyarakat merupakan hukum yang tertinggi maka Kejaksaan dan Kepolisian harus menjamin hal itu termasuk dengan mengusut tuntas kasus dugaan penyalahgunaan proyek air baku Mahia. (S-20)