AMBON, Siwalimanews – Proyek air baku Dusun Mahia, Desa Urimessing, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon gagal sehingga masyarakat tidak bisa menikmati air bersih hingga saat ini, menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum baik jaksa maupun  kepolisian usut.

Mirisnya proyek air baku yang gagal dikerjakan di Dusun Mahia ini anggaran telah cair 100 persen. Pihak Balai Wilayah Sungai justru mengklaim bahwa poyek air tersebut tidak gagal. Bahkan pihak kontraktor menyabut bahwa proyek air baku Dusun Mahia sudah dikerjakan sesuai volume.

Pertanyaannya jika dikerjakan sesuai volume dan tidak ada proyek yang gagal, tetapi mengapa tidak ada sumber air dalam proyek tersebut, sehingga masyarakat tidak bisa menikmati air bersih dari proyek itu.

Menggapi hal ini, praktisi hukum, Munir Kairoty meminta aparat pe­negak hukum baik jaksa maupun kepolisian untuk usut, agar tidak ada saling lempar tanggungjawab antara Balai Wilayah Sungai (BWS) sebagai pemilik proyek air bersih itu dengan pihak kontraktor atau pelaksana proyek.

“Anggaran 100 persen cair tetapi masyarakat tidak bisa menikmati air bersih karena tidak ada air bersih. Inikan sama saja dengan proyek itu mubasir atau kalau bisa dibilang gagal proyek, karena proyek yang dibangun itu harus dirasakan manfaatnya kepada masyarakat,” ujar Kairoty saat di­hubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (6/7)

Baca Juga: Tuntut Hak, 131 Nakes Pasang Spanduk Protes di Sejumlah Jalan

Karena proyek air baku Dusun Mahia dibangun dengan menggu­nakan uang negara. Sehingga pro­sesnya juga harus transparan maka dirinya meminta lembaga aparat penegak hukum baik jaksa atau polisi usut.

“Jaksa dan polisi usut saja su­paya bisa ketehui dengan pasti dan tidak ada saling klaim bahwa proyek seng gagal dan sebagainya, karena uang negara dipakai untuk bangun proyek air baku itu, sehingga aparat penegak hukum bisa mengusutnya,” ujar advokat senior ini.

Evaluasi 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, M Hatta Hehanussa mengatakan, sejak awal komisi fokus untuk permasalahan proyek air baku di Dusun Mahia untuk dituntaskan Balai Wilayah Sungai Maluku.

Untuk memastikan manfaat air baku dirasakan masyarakat Dusun Mahia, maka komisi telah mema­nggil pihak Balai Wilayah Sungai beberapa waktu lalu dan dijanjikan untuk dituntaskan.

Namun, melihat kondisi yang terjadi dilapangan, maka Komisi III akan melakukan evaluasi terhadap pengerjaan proyek tersebut sebab beberapa waktu lalu komisi telah memantau langsung di lokasi.

“Pengawasan ini kita sudah la­kukan dan komisi kan baru selesai pengawasan, maka nanti komisi akan evaluasi sebelum kita ambil langkah tegas,” ujar Hehanussa.

Menurutnya, jika berdasarkan hasil temuan dilapangan maka komisi III akan mengambil langkah tegas terhadap Balai Wilayah Sungai Maluku, termasuk mendo­rong balai untuk bertanggungjawab terhadap permasalahan ini, apalagi balai pernah berjanji untuk menuntaskan

BPKP Diminta Audit

Seperti diberitakan sebelumnya, sikap Balai Wilayah Sungai Maluku yang terkesan pasang badan de­ngan persoalan gagalnya proyek air bersih Dusun Mahia, Desa Urimessing, Kecamatan Nusa­niwe, Kota Ambon, dinilai sebagai sikap yang tidak patut dan harus bertanggung jawab.

Direktur Lumbung Infomasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sari­wating menyayangkan sikap Balai Wilayah Sungai Maluku yang terkesan tidak bertanggung jawab atas proyek air bersih di Dusun Mahia yang tidak rasakan masya­rakat alias mubasir.

Dia meminta, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Maluku untuk melakukan audit agar diketahui potensi kerugian negara sehingga harus diproses hukum.

Sariwating juga meminta pihak kontraktor untuk turun langsung ke lokasi untuk mendengarkan kelu­han masyarakat terkait dengan pekerjaan, agar tidak bersikukuh jika proyek tersebut berjalan de­ngan baik.

Dia menilai, persoalan air baku Mahia tidak dilakukan survei awal sebelum pekerjaan proyek dila­kukan oleh kontraktor pelaksana, bukannya langsung melakukan pengeboran air.

“Ini karena perencanaan yang gagal dari BWS, mestinya BWS ini melakukan survei awal dulu de­ngan mengirim tim untuk meneliti potensi ketersediaan air baku jika pengeboran dilakukan, termasuk ketersediaan debit air untuk jangka waktu berapa lama,” ujar Sari­wating.

Menurut Sariwating, Balai Wila­yah Sungai Maluku harus ber­tanggung­jawab terhadap kerugian yang di­rasakan masyarakat akibat angga­ran sebesar Rp1,3 miliar yang digelontorkan bagi proyek, tetapi tidak dirasakan masyarakat bukan sebaliknya mengklaim de­ngan berbagai alasan yang dibuat-buat.

“BWS harus bertanggungjawab, jangan lempar tanggung jawab sana-sini dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh akal sehat,” tegas Sariwating.

Sebagai institusi Kementerian di daerah mestinya BWS harus memastikan setiap proyek yang dikerjakan dengan anggaran mi­liaran rupiah tepat sasaran dan di­nikmati oleh masyarakat sehingga anggaran yang dikeluarkan tidak mubasir seperti proyek air baku Mahia.Dijelaskan, jika kinerja Balai Wilayah Sungai Maluku seperti ini maka Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau­pun lainya enggan untuk menggelontorkan anggaran bagi pembangunan infrastruktur di Maluku dan akibatnya masyarakat Maluku yang dirugikan.

“Ini kesalahan BWS, kalau begini saja maka Pemerintah Pusat ini berat hati untuk kasih anggaran ke kita karena selalu gagal,” cetusnya.

Bantah

Terpisah, Balai Wilayah Sungai Maluku membantah proyek pem­ba­ngunan air baku Dusun Mahia Desa Urimesing Kecamatan Siri­mau sebagai proyek yang gagal.

Kepala Seksi Perencanaan, Balai Wilayah Sungai Maluku yang juga tim penyelesaian masalah air bersih Mahia, Harry Mustamu me­ngaku, empat sumber air yang sejak awal dibor tidak menda­patkan air.

Dijelaskan, dirinya hanya men­jalankan tugas melakukan penge­boran air sesuai dengan standar artinya jika pengeboran tidak mendapatkan air baku maka akan menjadi air uji

“Memang tidak ada yang dapat, kita tidak tahu ada air dibawah atau tidak kita hanya bor kalau memang diminta 100 meter maka kita bor 100 meter kalau tidak ada maka akan jadi sumur uji,” tegas Harry.

Menurutnya, pihaknya tidak mengetahui apakah dilakukan survei sejak awal tetapi biasanya untuk air tanah tidak akan dila­kukan survei tetapi dilakukan su­mur uji dan jika telah mendapatkan air maka akan ditingkatkan dalam perencanaan.

“Kalau untuk air tanah tidak pernah survei, kita usul sumur uji baru kita dapat air baru ditingkatkan untuk kebutuhan, tapi Beta tidak tahu kenapa hasilnya begitu,” jelasnya.

Mustamu tidak menerima jika proyek air baku Mahia tersebut dikategorikan sebagai proyek yang gagal sebab pengeboran telah dilakukan walaupun tidak menda­patkan sumber air.

“Kalau gagal Beta tidak berani karena itu bukan kewenangan, tapi yang pasti Beta punya tugas ba­gaimana mengatasi masyarakat mendapatkan air dulu karena air yang bor tidak dapat dan tidak layak dipakai,” ucap Mustamu

Mustamu enggan mengomentari lebih lanjut mengenai permasala­han ini namun Balai Wilayah Su­ngai Maluku sedang mengajukan usulan pengerjaan air permukaan d ditahun 2023 mendatang.

“Jadi tolong anggota dewan juga mendukung apa yang kita lakukan agar tahun 2023 ini air permukaan jalan supaya bisa tambah sumber air bagi masyarakat,” tandasnya.

Sesuai Kontrak

Sedangkan Azis Tuny yang diduga mengerjakan proyek tersebut mengatakan, proyek air baku Dusun Mahia yang dikerjakan sudah sesuai kontrak, bahkan volume pekerjaan yang dilakukan melebihi kontrak.

Dimana kontrak yang ditetapkan sesuai perencanaan, hanya keda­la­man 60-80 meter pemboran. Tetapi kerjakan hingga 250 meter, karena sampai mendapatkan sumber air.

“Pekerjaan di Mahia itu ada be­berapa item. Diantaranya pemba­ngunan foil, pembangunan kran umum 25 titik, kemudian jaringan pipa juga sudah selesai. Pipa yang ada disitu bukan hanya punya kita. Ada pipa PU juga. Punya kita se­muanya sudah terpasang, dan itu kualitasnya nomor 1. Kalau punya kita samuanya sudah terkoneksi, hingga bak penampung juga sudah dibangun,”jelasnya.

Dia mengakui, untuk kawasan tersebut, untuk air bawah tanah memang tidak layak untuk dikon­sumsi. Dideteksi menggunakan geolistrik untuk mengetahui ada­nya air. Kemudian dilakukan pem­bobaran, baru diketahui, bahwa air itu tidak layak dikonsumsi karena mengandung sedimentasi lumpur/kapur. Bahkan ketebalannya bisa mencapai 15 meter.

“Kalau dipaksa, sementara sis­tem kerja pompa itu kan sedot. Maka bukan saja air yang naik, tapi juga kapur itu, dan itu akan merusak pompa dan pipa. Kecuali ambil dari sumber air lain. Itu salah satu penyebab air tidak dapat dinikmati warga. Jadi kalau di­bilang pekerjaan belum selesai, itu keliru, samua kita kerjakan sesuai kontrak dan sudah selesai,” katanya.

Untuk itu, opsinya adalah, me­ngambil sumber air lain. Itu jika bicara solusi. Karena 4 titik yang dikerjakan, semuanya tidak layak dikonsumsi.

“Kalau masalahnya itu, maka jangan kita yang disalahkan, ka­rena kita kerja sesuai perencanaan sesuai usulan masyarakat,. Jadi kalau dibilang amburadur,  tidak,” ujarnya.

LPSE

Proyek Air Baku Mahia tercatat di wbesite lpse.pu.go.id dengan kode tender 60747064, dengan nama tender, pengeboran air tanah untuk air baku pada Dusun Mahia Desa Urimessing, Kecamatan Nusani­we, Kota Ambon 1 titik.

Tender ini tercatat di LPSE pada tanggal 13 Januari 2020, dan diikuti oleh 57 perusahaan, namun tender itu dulang lagi dengan alasan tidak ada peserta yang lulus eva­luasi penawaran.

Proyek yang anggarannya ber­sumber dari APBN 2020 dengan nilai pagu paket Rp1.743.650.000, 00 dan nilai HPS paket Rp1.733. 872.075,37 itu menggunakan me­tode pengadaan, tender pasca kualifikasi satu file dengan  harga terendah dan sistim gugur.

Dari tender ulang yang dilakukan, sebanyak  57 perusahaan meng­ambil formulir, namun dari puluhan peserta hanya lima perusahaan yang mengembalikan formulir yakni,

  1. CV Shinita dengan harga pe­nawaran Rp1.369.793.337,73 dan harga terkoreksi Rp1.369.793.337, 73 serta harga reverse auction Rp1.369.793.337,73
  2. CV Arumbai dengan harga pe­nawaran Rp1.387.298.706,26, dan harga terkoreksi Rp1.387.298.706, 26 serta harga reverse auction Rp1.387.298.706,26
  3. CV Danion Inti Sejahtera de­ngan harga penawaran Rp1.421. 682.933,20 dan harga terkoreksi Rp. 1.421.682.933,20 dan harga re­ver­se auction Rp1.421.682.933,20
  4. CV Arjuna Pratama dengan har­ga penawaran Rp1.465.029. 567,91, sementara harga terko­reksi Rp. 1.465.029.567,91 dan har­ga reverse auction Rp1.465. 029.567,91

5.CV Insan Persada Timur de­ngan harga penawaran Rp1.472. 351. 132,05 dan harga terkoreksi Rp 1.472.351.132,05 serta harga re­verse auction Rp1.472.351.132, 05.

Tiga Perusahaan 

Dari 5 perusahaan yang mengembalikan berkas ini, berdasarkan hasil evaluasi, hanya tiga perusahaan yang dinyatakan lolos yakni

1 CV. SHINITA NPWP 02.637. 146.8-941.000 dengan nilai pena­waran Rp1.369.793.337,73 dan penawaran terkoreksi Rp1.369. 790.100,00, serta reverse auction Rp1.369.793.337,73

Selanjutnya, CV. DANION INTI SEJAHTERA NPWP 90.294.384.4-941.000 dengan nilai penawaran Rp1.421.682.933,20 dan  reverse auction Rp1.421.682.933,20

3.CV. INSAN PERSADA TIMUR NPWP 02.098.154.4-941.000 de­ngan nilai penawaran Rp1.472. 351.132,05 serta penawaran ter­koreksi Rp1.472.351.132,05 serta reverse auction Rp1.472.351.132, 05 (Personel manajerial yang di­tawarkan kurang dari yang disyaratkan)

Dengan demikian maka CV Shinita yang beralamat di Jalan Dr Kayadoe RT02/06 Keluarahan Kudamati dengan NPWP 02.637. 146.8-941.000,  dinyatakan seba­gai pemenang tender Pengboran air atanah untuk air bauku Mahia Desa Urimessing, Kecamatan Nu­saniwe, Kota Ambon 1titik denga harga penawaran Rp1.369.793. 337,73 dan reverse auction Rp. 1.369.790.100,00. (S-05)