Sudah dua kali sejak Jumat (12/6) dan Senin (15/6) para pedagang di Pasar Mardika memprotes Peraturan Walikota Ambon Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat dan mModa Transportasi Dalam Penanganan Covid-19.

Kebijakan ini dipandang tidak adil membunuh usaha kecil pedagang di Pasar Mardika. Karena itu mereka meinta, Walikota Richard Louhenapessy  merevisi aturan pembatasan jam operasional pedagang di pasar Mardika.  Jam operasional pasar hanya sampai pukul 16.00 WIT ditambah lagi pemberlakuan ganjil genap membunuh usaha para pedagang. Sedangkan pasar modern seperti Alfamidi, Indomaret dan swalayan diberi keleluasaan, malah ada yang beroperasi 24 jam.

Ketidakadilan ini tentu saja memunculkan sikap apatis pedagang terhadap Pemkot Ambon yang seakan-akan lebih berpihak kepada pengusaha besar khususnya pasar modern, swalayan, Alfamidi dan Indomaret ketimbang pedagang kecil.

Sikap apatis pedagang yang kemudian diimplementasikan melalui aksi protes ke Balai Kota Ambon merupakan hal yang wajar, atas ketidakmampuan Pemkot Ambon dalam menerapkan Perwali Nomor 16 Tahun 2020 tersebut.

Perwali yang dikeluarkan oleh Walikota terkesan terlalu buru-buru dan memaksa tanpa dilakukan pengkajian yang mendalam. Disisi yang lain tidak disertai dengan penyediaan fasilitas maupun pengawasan.

Alhasil penerapan perwali terjadi kepincangan. Ditambah lagi sikap lamban Pemkot Ambon dalam menyikapi berbagai keluhan pedagang. Terutama soal operasional pasar yang dibatasi hingga pukul 16.00 WIT, sementara untuk pasar modern dibiarkan melewati batasan tersebut.

Ketidakadilan dalam penerapa Perwali ini nampak pada Pasal 23 disebutkan,  bahwa Pemenuhan kebutuhan sehari-hari sebagaimana yang dimaksud pada ayat 91) di atur sebagai berikut a. penyedia barang retail di : 1) pasar rakyat dikhususkan bagi penjualan barang kebutuhan pokok tetap dibuka dengan pembatasan waktu operasional yaitu 05.30- 16.00. selanjutnya angka 2) Mall toko swalayan, berjenis minimarket, supermarket, hypermarket, indomaret Alfamidi, dan toko khusus baik yang berdiri sendiri maupun yang berada di Pusat pembelanjaan tetap dibuka dengan pembatasan waktu operasional yaitu 08.00-21.00 WIT. 3) toko/warung kelontong, pedagang kaki lima (PKL) dan sejenisnya tetap dibuka dengan pembatasan waktu operasional 08.00-21.00 WIT, 4) dikecualikan kepada Gerai Modern yang sudah beroperasi 24 jam selama ini tetap diberlakukan.

Pasal 24 dikatakan pedagang barang kebutuhan pokok di Pasar Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a angka 1 berjualan secara bergiliran ganjil genap dengan menggunakan Kartu Identitas Pedagang.

Jika dianalisi ketentuan pasal 23 dan pasal 24 maka nampak jelas ada perlakuan pemberlakukan yang berbeda, sehingga Perwali ini harus perlu dikaji ulang dan bila perlu tidak lagi diterapkan bagi para pedagang.

Tuntan pedagang untuk untuk dipercepat pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), karena PKM yang dibuat oleh Pemkot Ambon tidak adil, harus juga dipertimbangkan dengan melihat indikator ketidakberhasilan PKM.

Intinya, pedagang pasti bisa melaksanakan aturan yang diterapkan oleh pemerintah, asalkan aturan itu tidak merugikan mereka, disisi lain jika aturan itu diterapkan, Pemkot Ambon harus bersikap secapat dan tanggap jangan lamban, karena alhasilnya berbagai kepincangan yang akan terjadi.

Kita berharap, Pemkot secepatnya mengambil langkah menyikapi tuntutan dan aspirasi masyarakat khususnya pedagang, dan sesegera mungkin melakukan evaluasi, karena kritikan pedagang maupun seluruh masyarakat merupakan masukan bagi Pemkot Ambon. (*)